Kereta Cepat Jadi Dalih KAI Tak Setor Dividen ke Negara, Ini Alasannya

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI, Salusra Wijaya menyebut, KAI tidak menyetorkan dividen kepada negara sejak tahun 2021.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Jul 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2024, 19:00 WIB
Tampilan Kereta Cepat 'Whoosh'
Kereta cepat Jakarta-Bandung yang diberi nama 'Whoosh' terlihat setelah peresmiannya di stasiun Halim, Jakarta, 2 Oktober 2023. (Yasuyoshi CHIBA/AFP)

Liputan6.com, Jakarta PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengungkapkan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) berimbas kepada dividen perseroan.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI, Salusra Wijaya menyebut, KAI tidak menyetorkan dividen kepada negara sejak tahun 2021.

"Sejak 2021 KAI mendapatkan amanah dari Komite Kereta Cepat untuk menahan dividen tadi untuk penguatan keuangan KAI, sehubungan dengan penugasan yang diberikan," kata Salusra dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, disiarkan pada Selasa (9/7/2024).

"Terlihat di sini tidak ada porsi dividen, karena sesuai dengan keputusan Komite Kereta Cepat yang terdiri dari Pak Menko Marves, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, dan Menteri BUMN untuk penguatan KAI melalui dividen," bebernya.

Kontribusi KAI ke Negara

Dalam kesempatan itu, Salusra juga mengatakan bahwa kontribusi KAI kepada negara naik cukup signifikan baik dari pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Ia merinci, kontribusi KAI pada tahun 2018 sebesar Rp 3,9 triliun, kemudian Rp 4,4 triliun pada 2019, dan Rp 4,9 triliun pada 2023 lalu.

Namun pada tahun 2020 atau saat pandemi melanda, Kontribusi KAI kepada negara sempat menurun hingga Rp 3 triliun, lalu pada 2021 lanjut menurun Rp 2,9 triliun ketika dimulainya penugasan kereta cepat, dan tumbuh kembali di tahun selanjutnya sebesar Rp 3,1 triliun.

KAI Minta Modal Negara Rp 1,8 Triliun

Rencana Subsidi Silang Tarif KRL
Calon penumpang saat menaiki KRL Commuter Line di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Senin (2/1/2023). Pemerintah pusat mengalokasikan subsidi pada kebijakan tarif yang sudah berlaku sekitar lima tahun terakhir sehingga pengguna KRL di Jabodetabek hanya perlu membayar Rp3.000 untuk 25 km pertama, dan Rp1.000 untuk setiap 10 km berikutnya. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengajukan permintaan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,8 triliun untuk anggaran tahun 2025. Dana ini akan digunakan untuk mendukung pengadaan kereta rel listrik (KRL) di wilayah Jabodetabek, termasuk pembelian 11 rangkaian kereta baru dari luar negeri.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta pada hari Selasa, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI, Salusra Wijaya, menyatakan bahwa suntikan dana ini sangat penting untuk menggantikan kereta komuter yang sebagian besar sudah berusia lebih dari 30 tahun, serta untuk mengantisipasi peningkatan jumlah penumpang.

"Saat ini, cadangan kereta sudah habis terpakai dan beberapa kereta sudah tidak dapat dioperasikan lagi, sehingga penggantian dan penambahan kereta ini sangat mendesak," ujar Salusra dikutip dari ANTARA, Selasa (7/9/2024).

Menurut catatan KAI, sepanjang tahun 2023, rata-rata jumlah pengguna komuter Jabodetabek pada hari kerja mencapai 830 ribu orang per hari. Hingga Juni 2024, rata-rata pengguna harian meningkat menjadi 987 ribu. Diperkirakan, jumlah penumpang akan terus naik setiap tahunnya dengan rata-rata kenaikan sebesar 6 persen per tahun antara 2024 hingga 2027.

Salusra menegaskan bahwa penambahan kereta sangat diperlukan untuk menghindari kelebihan kapasitas, baik di stasiun maupun di dalam kereta.

 

Borong KRL dari China

Polemik Impor 29 Unit Rangkaian KRL Bekas dari Jepang
Hal itu disebabkan masa tunggu antarkereta yang berpotensi menjadi semakin lama, sehingga efeknya stasiun dan kereta akan menjadi semakin padat dan semrawut yang dampaknya dapat mengakibatkan penumpukan lebih dari 200.000 penumpang per hari. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Asdo Artriviyanto, menjelaskan bahwa perusahaan menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan armada KRL Jabodetabek pada tahun 2024.

Saat ini, KCI hanya memiliki 108 rangkaian kereta, dengan 17 rangkaian di antaranya harus menjalani perawatan dan peremajaan. Akibatnya, pada akhir tahun 2024, hanya akan tersedia 89 rangkaian, sementara kebutuhan operasional mencapai 101 rangkaian.

Kekurangan 12 rangkaian ini berpotensi menimbulkan penumpukan penumpang dan ketidaknyamanan bagi para pengguna KRL.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Asdo mengatakan bahwa KCI akan mengimpor tiga rangkaian kereta baru dari China pada semester I-2025. Selain itu, delapan rangkaian kereta impor lainnya akan tiba pada semester II-2025, juga dari China.

KCI juga akan menerima 12 rangkaian kereta baru dari INKA pada semester II-2025, dan empat rangkaian lagi pada tahun 2026. Selain itu, KCI akan melakukan retrofit dua rangkaian kereta di dalam negeri yang akan siap pada semester II-2025.

"Kami menghadapi krisis kekurangan sarana pada semester II-2024 dan semester I-2025, dan kami berkomitmen untuk menyelesaikan krisis ini pada tahun 2025," ungkap Asdo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya