Liputan6.com, Jakarta - Harga emas di pasar spot menguat pada perdagangan hari Senin. Penguatan harga emas ini didukung oleh kekhawatiran geopolitik yang sedang berlangsung dan pelemahan dolar Amerika Serikat (AS).
Saat ini, pelaku pasar tengah menunggu pertemuan kebijakan Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (Fed), di mana akan dilakukan penurunan suku bunga ketiga dan pejabat Fed akan memberikan kisi-kisi prospek 2025.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip CNBC, Selasa (17/12/2024), harga emas di pasar spot naik 0,2% menjadi USD 2.654,27 per ons. Harga emas berjangka AS ditutup 0,2% lebih rendah pada USD 2.670 per ons.
Advertisement
“Saya pikir risiko geopolitik yang terus berlanjut berkontribusi pada penguatan harga emas,” kata analis komoditas WisdomTree Nitesh Shah.
Selain itu, Nitesh Shah melanjutkan, Tiongkok juga terus melanjutkan pembelian emas batangan. "Jadi emas bereaksi terhadap banyak hal ini,” kata dia.
Konsumen utama emas yaitu Tiongkok kemungkinan akan meningkatkan stimulus kebijakan untuk menghidupkan kembali ekonominya, yang selanjutnya akan mendukung emas.
Di bidang geopolitik, Israel pada hari Minggu sepakat untuk menggandakan jumlah penduduknya di Dataran Tinggi Golan, dengan alasan ancaman Suriah meskipun ada nada moderat dari para pemimpin pemberontak yang menggulingkan Presiden Bashar al-Assad seminggu yang lalu.
Emas batangan dianggap sebagai investasi yang aman selama kekacauan ekonomi dan geopolitik, sementara lingkungan suku bunga rendah juga membuat emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil lebih menarik.
The Fed
The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga seperempat poin pada pertemuan dua hari yang dimulai pada hari Selasa, sambil memperbarui prospeknya untuk tahun 2025 dan seterusnya.
"Latar belakang ekonomi dan politik secara umum mendukung emas - tetapi The Fed dapat membatasi harga jika menunjukkan jeda yang diperpanjang dalam pemotongan suku bunga setelah Desember," kata analis StoneX Rhona O'Connell.
Indeks dolar turun 0,1%, mundur dari level tertinggi hampir tiga minggu yang dicapai pada hari Jumat, membuat emas batangan yang dihargakan dalam dolar lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.
Citi memproyeksikan permintaan emas dan perak akan tetap kuat hingga suku bunga AS stabil, dan memperkirakan puncak kedua logam tersebut pada akhir tahun 2025 hingga awal tahun 2026.
Rilis data utama minggu ini, termasuk PDB AS dan angka inflasi, dapat semakin memengaruhi sentimen pasar.
Advertisement
Meramal Harga Emas Jelang Akhir Tahun
Sebelumnya, setelah menguji level resistensi di USD 2.700 pada awal pekan, harga emas kembali tertekan akibat inflasi yang terus bertahan tinggi, memengaruhi ekspektasi terhadap siklus pelonggaran Federal Reserve. Hal ini yang mempengaruhi harga emas.
Dikutip dari Kitco, Senin (16/12/2024), logam mulia ini sempat mendapat dorongan awal pekan ini setelah berita bahwa bank sentral China kembali membeli emas.
Setelah enam bulan jeda, data dari People's Bank of China menunjukkan pembelian lima ton emas pada November. Menurut para analis, hal ini menegaskan peran signifikan China dalam pasar emas dan menunjukkan permintaan yang sehat dari bank sentral menjelang 2025.
Namun, volatilitas jangka pendek tetap menghantui emas karena perhatian kini beralih ke pertemuan kebijakan moneter Federal Reserve pekan depan.
Berdasarkan alat CME FedWatch, pasar telah sepenuhnya memperkirakan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin setelah pertemuan akhir Fed tahun ini.
Harga emas spot terakhir diperdagangkan di USD 2.656,90 per ounce, naik 0,88% sepanjang minggu.
Pasar emas mulai melemah pekan ini setelah laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan Indeks Harga Produsen (PPI) utama naik 0,4% pada November, lebih tinggi dari angka 0,3% di bulan sebelumnya.
Selama 12 bulan terakhir, inflasi wholesale melonjak 3,0%, jauh di atas konsensus 2,5%. Kenaikan ini mengindikasikan ancaman terhadap harga konsumen masih tinggi, yang menurut beberapa ekonom dapat mencegah Federal Reserve untuk melonggarkan suku bunga lebih agresif.
Proyeksi Pemotongan Suku Bunga Minim
Analis dari Wells Fargo memperkirakan hanya ada satu pemotongan suku bunga tahun depan, sementara Bank of America memproyeksikan dua kali pemotongan pada 2025.
Naeem Aslam, Chief Investment Officer di Zaye Capital Markets, memperingatkan bahwa emas kemungkinan melemah pekan depan karena ekspektasi terhadap pemotongan suku bunga semakin terkikis.
“Kita mungkin akan melihat pemotongan yang cenderung hawkish karena data inflasi terbaru. Ini berarti harga emas kemungkinan akan terus tertekan,” ujar Aslam.
Namun, ia mencatat volume perdagangan mungkin menurun karena mendekati libur akhir tahun.
Lukman Otunuga, Manajer Analisis Pasar di FXTM, menilai emas sedang berada di tengah tarik-menarik kekuatan. Meskipun sikap hawkish Fed menjadi hambatan, tren jangka panjang emas tetap bullish dengan kenaikan hampir 30% sejak awal tahun.
“Emas tertekan oleh kenaikan imbal hasil Treasury menjelang pertemuan Fed. Namun, jika Fed memberikan sinyal pelonggaran lebih lanjut tahun depan, harga emas berpotensi kembali ke level $2.700 atau lebih,” katanya.
Carley Garner, salah satu pendiri DeCarley Trading, menyebut bahwa kegagalan emas mempertahankan level $2.700 menunjukkan kelemahan. “Saat ini, saya melihat peluang untuk menjual pada saat terjadi reli,” ujarnya.
Di sisi lain, Michele Schneider, Chief Strategist di Marketgauge, memandang emas berada dalam pola bertahan di antara USD 2.600 hingga USD 2.800.
Ia juga mencatat, pelonggaran suku bunga global dan meningkatnya utang dunia menjadi faktor bullish jangka panjang bagi emas.
Advertisement