Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang atau RUU Perkoperasian tidak akan mungkin diselesaikan di masa kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Teten Masduki lantas melempar tongkat estafet tersebut kepada Prabowo Subianto, yang akan dilantik menjadi Presiden Indonesia pada Oktober 2024.
Baca Juga
"Kalau RUU Perkoperasian sudah saya simpulkan enggak mungkin dibahas ya, karena memang waktunya terlalu mepet. Biar dilanjutkan oleh pemerintahan yang akan datang," kata Teten di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Advertisement
Untuk memuluskan transisi itu, Kementerian Koperasi dan UKM disebutnya bakal memberikan memorandum kepada Prabowo dan jajarannya. Teten juga mengaku telah bertemu dengan tim yang bersangkutan, meskipun pembahasannya belum terlalu mendalam.
"Informal sih sudah. Beberapa program kita juga sudah dinarasikan di dalam pemerintahan baru, tapi belum detail," ungkap dia.
Lebih lanjut, Teten turut memberi pekerjaan rumah bagi penerusnya, terkait tantangan UMKM agar bisa berkiprah di platform digital. Menurutnya, masalah saat ini bukan karena pelaku UMKM ogah masuk ke pasar online.
"Tapi kebanyakan dari UMKM kita terutama yang di kuliner, termasuk yang di fashion juga, kapasitas produksinya enggak bisa untuk pasar nasional. Sehingga banyak yang tidak bisa bertahan lama di e-commerce," terangnya.
Masalah Lain
Problem selanjutnya, kebanyakan UMKM masih kalah bersaing dengan produk dari luar negeri di pasar online. Isu utamanya yakni bukan soal seberapa banyak pedagang mikro dan kecil yang berdagang di sana, tapi seberapa kuat mereka menghadapi tingkat competitiveness yang begitu kuat melawan brand luar.
"Kalau misalnya harus produk asing masih leluasa seperti sekarang, UMKM kita pasti kalah bersaing. Tadi misalnya, roti aja sudah kalah. Apalagi produk fashion. Produk kita pasti lebih mahal daripada produk mereka, karena bahan bakunya kita impor. Sebanyak 90 persen kan akhirnya kita hanya jadi pedagang produk luar. Itu kita evaluasi," bebernya.
"Jadi problemnya bukan soal UMKM-nya enggak siap, tapi kita kalah bersaing. Karena itu penting proyeksi terhadap pengaturan perdagangan di online," tegas Teten.
Menkop Teten Tagih Janji DPR Bahas RUU Perkoperasian
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memints DPR RI segera membahas Rancangan Undang-Undang Perkoperasian. Pasalnya, pembahasan RUU Perkoperasian dinilai molor sejak September 2023 lalu.
Teten menegaskan perlu regulasi yang lebih segar dalam mengatur koperasi saat ini. Maka pembahasan RUU tentang perubahan ketiga atas UU No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian harus lanjut.
"Terkait dengan RUU Perkoperasian, kami harap pimpinan dan anggota DPR Komisi VI berkenan segera melakukan pembahasan mengingat Presiden sudah mengirimkan Surpres," kata Teten dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, dikutip Rabu (20/3/2024).
Dia menegaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) Nomor R- 46/Pres/09/2023 pada 19 September 2023 ke Ketua DPR RI. Namun hingga kini DPR RI belum merespons lebih lanjut termasuk untuk melakukan pembahasan meski rencana awal pembahasan RUU ini dilakukan pada Oktober 2023.
Akibat molornya pembahasan RUU ini, Menteri Teten kembali menagih janji DPR terkait waktu pembahasan lanjutan. Dia berharap pada momentum akhir masa jabatan DPR RI periode 2019 -2024, RUU Perkoperasian bisa segera ditetapkan.
Advertisement
Belum Bisa Dilakukan
Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI M. Sarmuji membenarkan pembahasan RUU Perkoperasian belum bisa dilakukan. Alasannya, kata dia, belum ada jadwal pasti untuk pembahasan hal tersebut.
"Kami sudah mengirimkan surat ke pimpinan berupa permintaan penugasan pembahasan RUU Perkoeprasian. Karena keinginan kita untuk melakukan pembahasan, kita sampai harus kirim surat ke pimpinan," ucap Sarmuji.
Sementara itu anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI-P Evita Nursanty baru mengetahui Surpres terkait RUU Perkoperasian sudah dikirimkan cukup lama. Dia menyatakan bersedia untuk mendorong pembahasan RUU ini agar bisa segera dilakukan di DPR.
"Kenapa sudah di pimpinan DPR kok tidak bisa di follow up padahal kita ingin membuat legacy untuk menyelesaikan satu undang-undang, yang memungkinkan untuk bisa kita selesaikan adalah UU Perkoperasian ini, jadi kami perlu menindaklanjuti hal ini ke Pimpinan DPR," kata Evita.