Kelaparan Ancam Indonesia, 16% Penduduk Paling Rawan Kena Imbas

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengingatkan bahwa ketahanan pangan di Indonesia masih dibayangi beberapa tantangan, salah satunya di sisi eksternal yaitu gejolak dan ketidakpastian global, dampak konflik Rusia-Ukraina dan di Timur Tengah terhadap rantai pasok.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Agu 2024, 16:49 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2024, 16:15 WIB
[Fimela] Anak-anak Indonesia
Selama pandemi Corona, UNICEF melaporkan jumlah balita kelaparan di dunia meningkat. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengingatkan bahwa ketahanan pangan di Indonesia masih dibayangi beberapa tantangan, salah satunya di sisi eksternal yaitu gejolak dan ketidakpastian global, dampak konflik Rusia-Ukraina dan di Timur Tengah terhadap rantai pasok. | dok. SOGO

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengingatkan bahwa ketahanan pangan di Indonesia masih dibayangi beberapa tantangan, salah satunya di sisi eksternal yaitu gejolak dan ketidakpastian global, dampak konflik Rusia-Ukraina dan di Timur Tengah terhadap rantai pasok.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Ir. Restuardy Daud dalam kegiatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Wilayah Jawa pada Kamis (14/8).

"Misalnya ada gangguan rantai pasok secara global akibat polarisasi dari berbagai sentral produksi pangan di dunia. Hal ini Tentunya perlu dukungan kita bersama, antisipasi. sekaligus juga bagaimana kita memperkuat produksi pangan untuk menjamin kecukupan pangan bagi masyarakat," ujar Restuardy Daud dalam pidatonya di GNPIP Wilayah Jawa, dikutip Rabu (14/8/2024).

Selain itu, Daud juga mengingatkan bahwa 7-16% penduduk Indonesia masih rentan terhadap masalah kelaparan, meski sudah ada penurunan.

"Kita juga mencatat adanya sedikit penurunan pada produktivitas padi kita," bebernya.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti beberapa negara pengekspor beras yang sudah menutup keran ekspor beras mereka untuk menjaga ketersediaan.

"Saat kita mencari sumber-sumber lain beberapa negara yang selama ini menjadi pengekspor; India misalnya, serta Kamboja hingga Thailand sudah menutup untuk memberikan pangan mereka," jelas Daud.

"Ini yang menjadi tantangan kita untuk menjamin kehidupan pangan setidak-tidaknya sampai beberapa waktu ke depan yang menjadi target bersama," tuturnya.

Jokowi Wanti-Wanti Dunia Menuju Neraka Iklim, Ketahanan Pangan Wajib jadi Perhatian

Tanam Padi Musim Kemarau
Kondisi tanah yang pecah-pecah saat petani melakukan penanaman bibit padi pada area persawahan kering di Desa Muara Bakti, Kampung Muara Sepak, Babelan, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/9/2023). (merdeka.com/Imam Buhori)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa dunia akan menghadapi neraka iklim, dimana suhu akan mencapai rekor tertinggi pada lima tahun kedepan. Jokowi mencontohkan sejumlah negara yang mengalami gelombang panas ekstrem, seperti India yang mencapai 50 derajat celcius.

Dia menuturkan panas ekstrem tersebut akan berdampak terhadap ketersediaan pangan dunia. Jokowi menyampaikan Organisasi Pangan Dunia (FAO) telah mewanti-wanti kondisi tersebut dapat membuat masyarakat dunia mengalami kelaparan berat.

Menanggapi hal ini, Pakar Ekonomi Ferry Latuhihin mengingatkan pentingnya ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim agar tidak terjadi masalah suplai yang dapat mengganggu kestabilan harga.

Ia pun mengharapkan pemangku kepentingan terkait seperti Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) bisa mengatasi persoalan tersebut dengan menyiagakan stok pangan dan menyiapkan jalur distribusi hingga ke konsumen.

"Ini bukan kasus baru. Dari tahun ke tahun kasus stok pangan selalu muncul karena keterbatasan supply," kata Ferry dikutip dari Antara, Senin (29/7/2024).Ferry mengatakan upaya untuk meminimalisir risiko sangat penting agar tidak terjadi gangguan distribusi pangan dan harga kebutuhan pokok tidak mengalami kenaikan yang dapat memberatkan masyarakat.

"Lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dengan baik dalam arti meminimalisir risiko short-supply agar tidak terjadi kepanikan pasar," ujarnya.

Selain itu, menurut dia, kestabilan harga pangan sangat penting untuk menjaga laju inflasi tetap landai, apalagi tingkat inflasi nasional masih terpengaruh dari pergerakan harga kelompok bahan makanan.

"Kalau inflasi naik, dampaknya tentu negatif ke pertumbuhan ekonomi," kata Ferry.

 

Amankan Komoditas Pangan

Kekeringan Sawah
Penetapan status siaga bencana kekeringan di Provinsi Banten diakibat musim kemarau berkepanjangan sebagai dampak dari fenomena El Nino. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi memastikan pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya untuk mengamankan dan penguatan komoditas yang termasuk dalam Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).

Penugasan tersebut sesuai Perpres Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang dapat dilaksanakan bersama dengan Perum Bulog.

Sebelas komoditas yang termasuk CPP antara lain beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia (sapi atau kerbau yang berasal dari ternak), gula, minyak goreng dan ikan.

 

Stabilisasi Harga Pangan

Kemarau Panjang Akibat El Nino
Adapun sektor yang paling terdampak dari fenomena El Nino adalah sektor pertanian, utamanya tanaman pangan semusim yang sangat mengandalkan air. Rendahnya curah hujan tentunya akan mengakibatkan lahan pertanian kekeringan dan dikhawatirkan akan mengalami gagal panen. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sementara itu, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Epi Sulandari mengatakan salah satu langkah awal dalam stabilisasi harga pangan seperti beras adalah dengan memperkuat stok.

Saat ini, Perum Bulog telah menyiagakan pasokan melalui pengadaan beras dalam negeri sebanyak 759.419 ton hingga pertengahan Juli 2024 serta impor sebanyak 2,2 juta ton.

Namun, pengadaan impor sedang menjadi sorotan setelah Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya