Sudah Lepas Middle Income Trap, Mal di Jakarta Lebih Bagus Dibanding San Francisco

Dengan tren pendapatan per kapita masyarakat yang terus meningkat. Menko Airlangga memprediksi akan semakin banyak pusat perbelanjaan yang tumbuh di Indonesia, terutama Jakarta.

oleh Tim Bisnis diperbarui 28 Agu 2024, 15:10 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2024, 15:10 WIB
Mal di Senayan Kembali Dibuka
Suasana Mall Senayan City, Jakarta, Senin (15/6/2020). Ke depan, pemerintah berkomitmen untuk terus mengerek daya beli masyarakat kelas menengah. Hal ini bertujuan untuk menjaga konsumsi masyarakat termasuk di sektor ritel. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah mal dan pusat perbelanjaan di kota-kota besar Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Tak cuma kelas atas, mal dan pusat perbelanjaan ini segmentasinya juga menyasar kelas lainnya seperti kelas menengah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim, pusat perbelanjaan atau mal yang terus berdiri di Indonesia lebih jauh lebih baik dibandingkan luar negeri. Bahkan, jika dibandingkan dengan mal di pusat kota mode dunia San Francisco, Amerika Serikat (AS).

"Kita tahu kalau mal di Indonesia lebih baik dari berbagai mal di global termasuk di San Fransisco," kata Airlangga dalam acara Indonesia Retail Summit di Swissotel Jakarta PIK Avaenue, Rabu (28/8/2024). 

"Di berbagai negara lain, tidak semodern yang ada di Indonesia, wabil khusus ada di Jakarta," lanjut Airlangga.

keberadaan pusat perbelanjaan modern tersebut mengindikasikan ada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Tercatat, pendapatan per kapita masyarakat di DKI Jakarta mencapai USD 20.000 per tahun.

"Kenapa di Jakarta kuat, karena income per kapita di Jakarta sudah lewat dari middle income trap, rata-rata pendapatan di Jakarta itu USD 20.000 per tahun," ucap dia.

Dengan tren pendapatan perkapita masyarakat yang terus meningkat. Airlangga memprediksi akan semakin banyak pusat perbelanjaan yang tumbuh di Indonesia, terutama Jakarta.

"Tentu ini mendorong jumlah mal, sebetulnya kalau kita monitor pertumbuhan ekonomi itu bisa monitor, jenis retail di kota itu bisa mencerminkan berapa level income per kapita," beber dia.

Ke depan, pemerintah berkomitmen untuk terus mengerek daya beli masyarakat kelas menengah. Hal ini bertujuan untuk menjaga konsumsi masyarakat termasuk di sektor ritel.

"Kelas menengah kita ini jumlahnya cukup besar, kita punya kelas menengah yang jumlahnya 164 juta orang. Memang middle class ini banyak program yang didukung pemerintah, antara lain di sektor kesehatan melalui PBI untuk BPJS Kesehatan, dan coverage BPJS Kesehatan kita jadi salah satu yang terlengkap di berbagai negara," tegas dia.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pengusaha Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12%: Kasihan Kelas Menengah

Ketua Umum Himpunan dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Indonesia Retail Summit di Swissotel Jakarta PIK Avenue, Rabu (28/8/2024).
Ketua Umum Himpunan dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Indonesia Retail Summit di Swissotel Jakarta PIK Avenue, Rabu (28/8/2024). (sulaeman/Merdeka.com)

Sebelumnya, pemerintah memastikan akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, dari sebelumnya 11 persen di 2024. Kenaikan tarif PPN ini mendapat protes dari para pengusaha pusat perbelanjaan. 

Ketua Umum Himpunan dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengeluarkan unek-uneknya terkait rencana pemerintah menaikkan tarif PPN 12 persen. Untuk diketahui, kenaikan tarif PPN ini sudah ditetapkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan kemudian akan dijalankan oleh Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. 

Budihardjo pun meminta pemerintah terpilih mendatang tidak menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen. Hal ini karena akan sangat membebani pengusaha di tengah pelemahan daya beli masyarakat terutama kelas menengah.

"Hippindo akan terus bermitra dengan pemerintah jadi mitra yang aktif, menaikkan penjualan di dalam negeri, membantu menaikkan pajak dengan menaikkan omzet, omzetnya dinaikkan, bukan PPN-nya," ujar Budi dalam acara Indonesia Retail Summit di Swissotel Jakarta PIK Avenue, Rabu (28/8/2024)

Dia menjelaskan dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen dalam jangka menengah berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat. Terutama untuk kelompok kelas menengah.

"Dampak nya sendiri memang tidak bersifat jangka pendek. Tapi dalam waktu jangka menengah itu ada pengaruh (kenaikan PPN 12 persen)," beber dia.

Pihaknya khawatir dampak kenaikan PPN ini akan membatasi konsumsi masyarakat untuk berbelanja di sektor ritel. Menyusul, adanya potensi penurunan daya beli akibat kenaikan PPN.


Insentif

Untuk itu, dia meminta pemerintahan terpilih selanjutnya agar menunda kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Jika terpaksa dinaikkan, dia berharap pemerintah memberikan insentif bagi kelas menengah.

"Kalau nggak bisa ditunda, tambahan 12 persen (PPN) itu bisa dikembalikan ke meningkatkan daya beli. Misalnya program kesehatan,atau program rakyat bawa untuk stimulus ekonomi dari uang tambahan itu," ungkap dia.

Di kesempatan yang sama, Menko Airlangga mengaku akan mempelajari usulan dari pelaku usaha tersebut. Namun, dia tidak bersedia menjawab apakah pemerintah akan menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen di tahun depan.

"Nanti kita pelajari," singkat dia. 

Infografis 20 Negara Ekonomi Terbesar Dunia 2023 Versi IMF. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 20 Negara Ekonomi Terbesar Dunia 2023 Versi IMF. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya