FAO Tetapkan Agroforestri Salak Bali Sebagai Warisan Pertanian Dunia

Agroforestri Salak Bali memiliki arti penting bagi pertanian global, di mana sistem tanamnya menunjukkan penghidupan dan keanekaragaman hayati serta praktik pengetahuan yang berkelanjutan.

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 23 Sep 2024, 11:37 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2024, 11:37 WIB
FAO Tetapkan Agroforestri Salak Bali Sebagai Warisan Pertanian Dunia
Panen buah salah. (Dok. Kementan)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pangan Dunia (FAO) menetapkan sistem budidaya salak bali atau Agroforestri sebagai warisan pertanian dunia. Ketetapan ini dilakukan oleh kelompok penasehat ilmiah Globally Important Agricultural Heritage System (GIAHS) saat menggelar pertemuan pada Kamis, 19 September 2024 lalu.

Dalam keterangannya, FAO menjelaskan salak bali memiliki arti penting bagi pertanian global, di mana sistem tanamnya menunjukkan penghidupan dan keanekaragaman hayati serta praktik pengetahuan yang berkelanjutan.

Selain itu, lanskap pertanaman salak bali juga dinilai menakjubkan serta memiliki nilai-nilai kebudayaan dan praktik-praktik ketahanan pangan. Sistem tersebut memiliki arti yang sangat penting pada kelestarian dan mata pencaharian.

Sebagai informasi, setiap bagian dari pohon salak bali kerap dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai keperluan sehingga menjadikan tanaman tersebut sebagai tanaman tanpa limbah. Hal ini menunjukkan efisiensi sumber daya yang sangat tinggi dan menjadi salah satu alasan mengapa sistem ini dinilai sangat berkelanjutan oleh FAO​.

Menariknya lagi, masyarakat Bali juga mengintegrasikan sistem agroforestri dengan tanaman mangga, pisang, dan tanaman obat sehingga mampu memperluas diversifikasi tanaman​.

Agroforestri Salak di Bali Integrasikan Budidaya Buah Salah

Buah salak.
Buah salak. (Dok. Kementan)

FAO menilai agroforestri di Bali mampu mengintegrasikan budidaya buah salak yang dikenal juga sebagai snake fruit karena kulitnya yang menyerupai kulit ular dengan beragam tanaman. Sistem ini dikembangkan masyarakat adat bali dengan menggunakan sistem subak tradisional dalam pengelolaan air.

Hebatnya, sistem ini mampu menunjukkan keamanan pangan serta menjaga nilai-nilai sosial dan warisan budaya lokal dan bahkan mampu memiliki tingkat keberlanjutan yang sangat baik untuk generasi mendatang.

Terkait hal ini, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Moch. Arief Cahyono mengatakan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang paling strategis karena berkaitan dengan berbagai aspek. Termasuk berkaitan dengan sejarah dan sistem budidaya yang dilakukan sejak lama.

"Pertanian kita memiliki ragam komoditas yang kalau kita kembangkan mampu memiliki aspek lain seperti peningkatan ekonomi, daya saing dan yang pasti warisan sejarah yang terus dijaga," katanya.

Sebagai informasi, FAO juga menetapkan sistem budidaya kolam ikan karper di Australia dan sistem agroforestri kakao di Sao Tome dan Principe. Dengan tambahan terbaru ini, maka daftar sistem pertanian global kini terdiri 89 sistem di 28 negara di seluruh Indonesia.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya