Potensi Melimpah, Pemanfaatan EBT di Indonesia Baru 0,3%

Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan yang sangat besar. Namun pemanfaatan saat ini baru sekitar 0,3% dari total potensi EBT yang ada, padahal negara menargetkan Net Zero Emission di tahun 2060.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Okt 2024, 14:30 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2024, 14:30 WIB
ESDM
PLTB ini bisa mengaliri listrik 360 ribu pelanggan 450 KV. Proyek ini bagian dari proyek percepatan pembangunan pembangkit 35.000 MW, sekaligus bagian dari upaya Pemerintah mencapai target bauran energi nasional 23 persen dari EBT pada 2025.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Direktorat Jenderal EBTKE Sahid Djunaedi menyatakan, Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan yang sangat besar. Namun pemanfaatan saat ini baru sekitar 0,3% dari total potensi EBT yang ada, padahal negara menargetkan Net Zero Emission di tahun 2060.

Hal tersebut diungkapkan Sahid Djunaedi menanggapi peluncuran Buku Fikih Energi Berkeadilan di Jakarta, bekerja sama dengan Greenfaith dan MOSAIC (Muslims for Shared Action on Climate impact).

"Kami sangat mengapresiasi upaya Muhammadiyah dalam mendukung transisi energi. Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, dukungan Muhammadiyah terhadap program pemerintah sangat penting, dan dengan buku fikih ini, kami optimis umat Islam dapat mendukung transisi energi secara lebih massif, sehingga target 2060 menuju net zero emission bisa tercapai," ungkap dia dikutip Selasa (1/10/2024).

Lebih lanjut Sahid menjelaskan bahwa Pemerintah saat ini tengah menyusun RUU Energi Baru Terbarukan. RUU ini diharapkan menjadi landasan yang kuat untuk menyamakan frekuensi terkait transisi energi dan menjadi satu payung hukum kebijakan pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia.

Sebelumnya, Majelis Lingkungan Hidup (MLH), Pimpinan Pusat Muhammadiyahmeluncurkan Buku Fikih Energi Berkeadilan. Peluncuran buku ini menjadi respons penting terhadap berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan energi, dengan menekankan perlunya paradigma baru untuk menciptakan keberlanjutan lingkungan melalui program transisi energi bersih yang adil.

Fikih Transisi Energi Berkeadilan merupakan langkah nyata dari Risalah Umat Muslim untuk Indonesia Lestari yang diluncurkan pada tahun 2021, di mana berbagai organisasi Islam dan para pengamat isu iklim yang bergabung dalam MOSAIC berkomitmen untuk berkolaborasi dalam berbagai inisiatif untuk solusi iklim. Buku ini menegaskan bahwa pemanfaatan energi harus melampaui pendekatan ekonomi semata, dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan, kelestarian sumber daya, serta keadilan sosial dan ekonomi.

 

 

Terobosan dalam Energi Terbarukan

peluncuran Buku Fikih Energi Berkeadilan di Jakarta, bekerja sama dengan Greenfaith dan MOSAIC (Muslims for Shared Action on Climate impact).
Peluncuran Buku Fikih Energi Berkeadilan di Jakarta, bekerja sama dengan Greenfaith dan MOSAIC (Muslims for Shared Action on Climate impact).

“MLH dengan dukungan Majelis Tarjih, merumuskan sebuah buku yang kita harapkan menjadi pemicu untuk melakukan terobosan dalam Energi Terbarukan. Harapannya, buku ini dapat membuka hati kita berpikir bahwa keselamatan anak cucu kita ke depan adalah tugas kita hari ini," kata Ketua MLH PP Muhammadiyah M. Azrul Tanjung.

Fikih Transisi Energi Berkeadilan merupakan keberlanjutan dari Fikih yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Muhammadiyah antara lain Fikih Air, Fikih Agraria dan Kebencanaan. Keadilan menjadi salah satu pesan kunci dari Fikih ini karena transisi energi bukan sekedar perubahan dari satu energi ke yang lain, tanpa aspek berkeadilan.

“Selama ini banyak upaya transisi energi masih jauh dari aspek berkeadilan, misalnya bagaimana masyarakat sekitar justru tidak mendapatkan akses energi itu sendiri.”, jelas Niki Alma Febriana Fauzi, salah satu penulis dari Majelis Tarjih.

Bahlil Soal Rencana Perbaikan ESDM: Dongkrak Lifting Minyak hingga Beresi 300 Izin

Sertijab Menteri ESDM
Lalu, posisi Bahlil sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM digantikan oleh Rosan Roeslani. (merdeka.com/Arie Basuki)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, dirinya telah mandat oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam pengelolaan sektor ESDM.

Meski baru dilantik Agustus 2024 lalu, Bahlil menyebut tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak melakukan penataan ke arah yang lebih baik.

"Tuntutan perintah dari Pak Presiden Jokowi itu bukan saya baru belajar, di ESDM harus tancap gas. Karena saya melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh pemimpin terdahulu Pak Arifin yang sudah baik saya lanjutkan. Tapi kalau yang belum maka kita melakukan perbaikan," kata Bahlil dalam keterangan resmi Kementerian ESDM, Minggu (29/9/2024).

Penataan-penataan yang dilakukan, sambung Bahlil, salah satunya mendongkrak angka lifting minyak bumi. Mengingat kondisi konsumsi minyak berada di angka 1,5-1,6 juta barel per hari.

Sedangkan produksi minyak nasional hanya berada pada angka 600 ribu barel per hari. Sehingga menyebabkan membengkaknya impor minyak dan mengurangi devisa negara.

Untuk mengatasi permasalahan lifting minyak tersebut, ia membeberkan usaha yang dilakukan dengan reaktivasi sumur-sumur yang idle untuk diupayakan produksi minyaknya. Kemudian, dengan mengintervensi sumur eksisting lewat penerapan teknologi-teknologi agar ada kenaikan produksi. Seperti dilakukan oleh Pertamina di Blok Rokan, Riau, dengan memanfaatkan teknologi EOR.

Tak hanya itu, penataan percepatan perizinan juga menjadi salah satu fokusnya. Bahlil menyebut untuk izin eksplorasi minyak dan gas bumi butuh 300 izin.

"Bayangkan kalau (mengurus) izinnya satu izin satu hari, 1 tahun baru urus izin. Kalau satu izin bisa selesai dalam tiga hari, berarti 3 tahun hanya buat (mengurus) izin. Jadi bayangkan ke ketidakefektifan kita terhadap usaha hulu migas," tegas dia.

 

Layanan Perizinan di ESDM

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam sambutannya di peresmian smelter PT Amman Mineral. (Tira/Liputan6.com)
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam sambutannya di peresmian smelter PT Amman Mineral. (Tira/Liputan6.com)

Bahlil mengatakan, layanan perizinan di ESDM sudah melalui Online Single Submission (OSS), namun belum maksimal karena masih harus dilakukan simplifikasi dalam perizinan. Sehingga akan dirapikan secara bertahap untuk mempercepat proses perizinan di Kementerian ESDM.

Hal lain yang perlu ditata, lanjutnya, bagaimana mendorong porsi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi. Indonesia masih kekurangan 8,1 GW, atau 8.100 MW, atau secara persentase masih kurang sekitar 8 persen dari target.

"(Bauran EBT) kita yang harusnya sudah 23 persen di tahun depan. Kita masih kurang sekitar 8,1 GW. Itu sama dengan kurang lebih sekitar 8 persen. kekurangan kita," pungkas Bahlil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya