OJK: Penyaluran Kredit Sentuh Rp 7.507 Triliun hingga Agustus 2024

OJK mencatat, dari jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 13,08 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 10,83 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja 10,75 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 01 Okt 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2024, 20:00 WIB
Ilustrasi OJK 2
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mencatat, hingga Agustus 2024, pertumbuhan kredit masih melanjutkan catatan double digit growth. (Foto:Ilustrasi OJK)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mencatat, hingga Agustus 2024, pertumbuhan kredit masih melanjutkan catatan double digit growth sebesar 11,40 persen yoy dengan nilai Rp7.507,7 triliun.

Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 13,08 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 10,83 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja 10,75 persen.

"Ditinjau dari kepemilikan bank, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 13,13 persen yoy," kata Dian dalam konferensi Pers RDKB September 2024, Selasa (1/10/2024).

Sementara itu, berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 16,51 persen, disisi lain kredit UMKM juga tetap tumbuh meskipun lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 4,42 persen.

Dian juga menyampaikan, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tercatat tumbuh sebesar 7,01 persen yoy dengan nilai  Rp8.650 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 10,06 persen, 6,14 persen, dan 5,37 persen yoy.

Likuiditas industri perbankan pada Agustus 2024 juga dinilai tetap memadai meskipun termoderasi, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 112,92 persen dan 25,37 persen, dan masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Untuk kualitas kredit juga tetap terjaga dengan rasio NPL gross perbankan sedikit turun ke level 2,26 persen dan NPL net sebesar 0,78 persen. Loan at Risk (LaR) juga menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 10,17 persen. Rasio LaR tersebut juga mendekati level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93 persen pada Desember 2019.

 

 

 

Ketahanan Perbankan

Ilustrasi daftar kode bank
Ilustrasi daftar kode bank. (Photo by vectorjuice on Freepik)

"Secara umum, tingkat profitabilitas bank (ROA) stabil di level yang tinggi yaitu 2,69 persen, yang menunjukkan kinerja industri perbankan tetap resilien dan stabil," ujarnya.

Ketahanan perbankan juga tetap kuat tecermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi dan meningkat yaitu sebesar 26,78 persen dan menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi ketidakpastian global.

Adapun untuk porsi produk kredit buy now pay later (BNPL) perbankan tercatat sebesar 0,24 persen, namun terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Per Agustus 2024 baki debet kredit BNPL tumbuh 40,68 persen yoy menjadi Rp18,38 triliun, dengan total jumlah rekening 18,95 juta. Risiko kredit untuk BNPL perbankan tercatat turun ke level 2,21 persen.

The Fed Pangkas Suku Bunga, Kredit Bank Bakal Moncer

Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

Sebelumnya, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) resmi menurunkan tingkat suku bunga pada Kamis waktu setempat. Langkah ini disinyalir berdampak pada penyaluran kredit perbankan di Indonesia.

Sama halnya The Fed, Bank Indonesia (BI) juga turut menurunkan tingkat suku bunga-nya. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal berharap penurunan tingkat suku bunga itu diikuti oleh perbankan.

Turunnya tingkat suku bunga di perbankan itu dinilai bisa berdampak pada penyaluran kredit. Faisal melihat peluang peningkatan penyaluran kredit perbankan.

"Nah dengan penurunan tingkat suku bunga oleh BI sebetulnya itu diharapkan bisa menurunkan tingkat suku bunga di perbankan sehingga penyakuran kredit kepda masyarakat tentu bisa jadi lebih bergairah," ungkap Faisal kepada Liputan6.com, Jumat (20/9/2024).

Bukan hanya terkait kredit, dia membidik penurunan suku bunga direspons dengan konsumsi masyarakat. Menurutnya, masyarakat akan mulai kembali menggunakan tabungannya.

"Tingkat konsumsi masyarakat juga meningkat karena suku bunga simpanan itu juga turun, sehingga dengan suku bunga lebih rendah diharapkan masyarakat kelas menengah atas, masyarakat yang memiliki tabungan di bank itu bisa lebih memanfaatkan, tertarik untuk spending," urainya.

Hanya saja, kata Faisal, diperlukan dukungan kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah. Harapannya, hal itu bisa menambah stimulasi bagi masyarakat untuk membelanjakan dananya.

"Tapi, ini tidak akan bisa efektif tsnpa ada dorongan dari fiskalnya juga," kata dia.

 

Masih Hati-Hati

Ilustrasi bank by Freepik.
Ilustrasi bank by Freepik.

Faisal mengatakan, masyarakat tanpa dukungan fiskal cenderung berhati-hati menggunakan dananya. Bahkan, sebagian kelompok masyarakat kelas menengah sudah mulai menggunakan tabungannya untuk bertahan hidup.

"Karena ketika income terbatas juga otomatis untuk spending juga harus hati-hati untuk mereka sebetulnya sudah memakan tabungan ya karena keterpaksaan sebagian kelas menengah bawah ini," ujar dia.

"Nah sehingga kalau kemudian mereka ingin spending lebih luas tentu saja harus didorong dari pada income-nya, itu tentu peran dari fiskal," Faisal menambahkan.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya