Pengamat UGM Sepakat Prabowo Beri BLT BBM Subsidi Dibanding Pembatasan Konsumsi

Pengendalian konsumsi BBM Subsidi perlu dilakukan secara segera. Kendati pembatasan yang butuh finalisasi kriteria kendaraan, Skema BLT BBM bisa diterapkan lebih fleksibel tanpa menunggu kriteria.

oleh Arief Rahman H diperbarui 04 Okt 2024, 19:30 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2024, 19:30 WIB
BBM Baru Pertamax Green 95
Pertamax Green 95 sudah terpampang di SPBU Pertamina Jalan MT Haryono, Jakarta. Ini merupakan produk BBM campur bioetanol dengan tingkat RON 95. Foto: Liputan6.com/ Arief R

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai skema Bantuan Langsung Tunai atau BLT bisa membuat penyaluran BBM Subsidi lebih tepat sasaran. Pasalnya, bantuan subsidi diberikan langsung kepada penerima yang berhak.

Skema BLM BBM Subsidi itu jadi wacana yang akan dijalankan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Fahmy mengatakan cara tersebut bisa lebih cepat diterapkan ketimbang pembatasan konsumsi yang mengacu pada kriteria tertentu.

"Nah kalau itu benar lakukan perubahan tadi maka tidak perlu ada salah spesifik untuk melakukan pembatasan-pembatasan yang menggunakan QR misalnya, atau menggunakan yang lain," kata Fahmy kepada Liputan6.com, Jumat (4/10/2024).

Menurutnya, pengendalian konsumsi BBM Subsidi perlu dilakukan secara segera. Kendati pembatasan yang butuh finalisasi kriteria kendaraan, Fahmy melihat skema BLT BBM bisa diterapkan lebih fleksibel tanpa menunggu kriteria tadi ditentukan.

Hanya saja, dia juga menyoroti data acuan penyaluran BLT BBM yang perlu jadi perhatian pemerintah. Harapannya penyaluran bisa lebih tepat sasaran langsung kepada penerima.

"Kalau saya cenderung mengubah tadi gitu ya. Sehingga itu pertama lebih tepat sasaran. Nah kemudian yang kedua dapat segera dilakukan. Hanya yang perlu dipastikan adalah data yang akan digunakan untuk menentukan konsumen yang berhak tadi," ujarnya.

"Kalau saya itu ya, itu saya lebih tepat baik sasaran melalui BLT tadi. Karena untuk pembatasan tadi kan dibutuhkan ada kriteria butuhnya mekanisme dan masih salah asaran. Tapi kalau by target itu lebih tepat asaran dapat segera dilakukan," beber Fahmy.

 

Gunakan Data Kemensos

harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax akan terus disesuaikan mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak yakni Mean of Platts Singapore (MOPS). (Dok Pertamina)
harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax akan terus disesuaikan mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak yakni Mean of Platts Singapore (MOPS). (Dok Pertamina)

Menyoal data tadi, Fahmy menyarankan acuannya masih pada data Kementerian Sosial (BLT). Alasannya, data ini yang juga digunakan dalam penyaluran BLT dan bantuan sosial (bansos) dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Nah data yang digunakan itu gunakan dari Kementerian Sosial yang selama ini sudah digunakan Jokowi untuk membagi BLT dan Bansos tadi tinggal tambahkan berapa, misalnya sebulan subsidi yang diberikan nah itu bisa diterapkan," kata dia.

Fahmy menyadari, acuan data itu kemungkinan menimbulkan kendala pada tahap awal. Hal tersebut dinilai bisa diperbaiki secara berkala dengan melakukan pembaruan (update) data acuan.

"Memang kadang jadi masalah di awal, dulu misalnya yang sesuai berhak tidak dapat jatah misalnya atau sebaliknya ya itu resiko tapi secara regular itu ya data," ucapnya.

"Jadi gunakan dulu data BLT-nya Kementerian Sosial kemudian yang kedua secara regular data tadi di-update by address by name, by address tadi dijalankan secara terus menerus sampai itu benar-benar sesuai dengan orang yang berhak menerima tadi," tambah Fahmy.

 

Bisa Hemat Anggaran?

BBM Baru Pertamax Green 95
Pertamax Green 95 sudah terpampang di SPBU Pertamina Jalan MT Haryono, Jakarta. Ini merupakan produk BBM campur bioetanol dengan tingkat RON 95. Foto: Liputan6.com/ Arief R

Selanjutnya, Fahmy mengatakan ada dampak terhadap penghematan anggaran yang digunakan. Hitungannya, ada sekitar Rp 90 triliun dana pemerintah yang dikucurkan ke BBM Subsidi namun tidak tepat sasaran. Angka itu meningkat di tahun ini mencapai Rp 120 triliun per tahun.

"Jadi kalau sekarang by product itu kan kelemahannya salah sasaran itu ya nah salah sasarannya tahun yang lalu saya menghitung sekitar Rp 90 triliun per tahun, tahun sekarang itu sekitar Rp 120 triliun," sebutnya.

Dengan skema BLT, niminal Rp 120 triliun tadi bisa langsung menyasar kepada target penerima. Sehingga dana APBN disalurkan dengan tepat sasaran.

"Nah kalau menggunakan BLT tadi sudah tepat sasaran kan, alokasi dana yang Rp 120 triliun tadi kan tidak perlu dikeluarkan kan. itulah penghematannya BBM tadi dengan mengubah sistem tadi," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya