Liputan6.com, Jakarta - Salah satu startup terbesar di Indonesia, eFishery, diduga telah memanipulasi laporan keuangan dengan menggelembungkan pendapatan dan keuntungan selama beberapa tahun terakhir. Dugaan ini muncul dari investigasi internal yang dipicu oleh laporan seorang whistleblower terkait praktik akuntansi perusahaan.
Menurut laporan investigasi sementara setebal 52 halaman yang beredar di kalangan investor, manajemen eFishery diduga menaikkan pendapatan hampir USD 600 juta atau kurang lebih Rp 9,75 triliun (Estimasi kurs Rp 16.252 per USD) dalam sembilan bulan hingga September tahun lalu. Jika benar, berarti lebih dari 75 persen angka yang dilaporkan merupakan data palsu.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Straits Times, Kamis (30/1/2025), eFishery, yang dikenal sebagai startup agritech inovatif dengan teknologi pemberian pakan ikan dan udang, mencapai valuasi sebesar USD 1,4 miliar atau Rp 22,75 triliun setelah menerima pendanaan dari G42, perusahaan kecerdasan buatan milik Sheikh Tahnoon bin Zayed Al Nahyan dari Uni Emirat Arab.
Advertisement
Startup ini telah mengumpulkan ratusan juta dolar untuk memodernisasi industri perikanan Indonesia dengan menyediakan perangkat pemberi pakan pintar, suplai pakan, serta membeli hasil panen petani untuk dijual ke pasar yang lebih luas.
Investor awalnya tergiur dengan laporan profitabilitas eFishery, terutama di tengah tren pemutusan hubungan kerja (PHK), pengunduran diri CEO, dan anjloknya valuasi perusahaan teknologi lainnya.
Perusahaan ini melaporkan keuntungan sebesar USD 16 juta atau Rp 260 miliar dalam sembilan bulan pertama 2024. Namun, investigasi yang diperintahkan oleh dewan direksi justru menemukan bahwa perusahaan sebenarnya mengalami kerugian sebesar USD 35,4 juta atau Rp 568 miliar.
Dalam periode yang sama, eFishery mengklaim pendapatan sebesar USD 752 juta kepada investor, tetapi laporan investigasi memperkirakan angka yang sebenarnya hanya USD 157 juta. Tidak hanya itu, dugaan penggelembungan angka ini juga terjadi pada beberapa tahun sebelumnya.
Pemecatan CEO dan Langkah Investigasi
Investigasi ini bermula setelah seorang whistleblower melaporkan adanya ketidaksesuaian dalam laporan keuangan kepada salah satu anggota dewan direksi. Setelah menerima laporan tersebut, dewan memutuskan untuk melakukan penyelidikan resmi pada Desember 2024 dan akhirnya memberhentikan salah satu pendiri sekaligus CEO eFishery, Gibran Huzaifah, setelah ditemukan adanya ketidakwajaran dalam laporan keuangan perusahaan.
“Kami sepenuhnya menyadari seriusnya spekulasi yang berkembang di pasar dan kami menangani masalah ini dengan sangat serius,” kata eFishery dalam sebuah pernyataan.
“Kami tetap berkomitmen untuk menjaga standar tata kelola perusahaan dan etika yang tertinggi dalam seluruh operasi eFishery.”
Laporan investigasi yang disusun oleh FTI Consulting ini masih berstatus rancangan dan dapat berubah seiring berjalannya penyelidikan. Laporan tersebut didasarkan pada lebih dari 20 wawancara dengan staf perusahaan serta pemeriksaan catatan keuangan dan percakapan di berbagai platform komunikasi internal seperti WhatsApp dan Slack.
Meski begitu, penyelidik belum berbicara dengan auditor atau meninjau dokumen audit resmi. Data yang tersedia kemungkinan masih akan mengalami perubahan karena penyelidikan terhadap rekening bank, wawancara, serta dokumen lain masih berlangsung.
Advertisement
Dampak Besar terhadap Ekosistem Startup Indonesia
Gibran Huzaifah belum memberikan tanggapan terkait tuduhan ini. Sementara itu, investor utama seperti Temasek dan SoftBank menolak berkomentar, sedangkan perwakilan dari FTI dan G42 belum memberikan respons terhadap permintaan konfirmasi.
Para pemegang saham dan direktur dikabarkan terkejut dengan skala dugaan kecurangan ini, mengingat adanya mekanisme perlindungan seperti pemeriksaan kanal distribusi dan wawancara keluar bagi staf yang meninggalkan perusahaan.
Sebelumnya, eFishery telah menggunakan jasa audit dari PricewaterhouseCoopers dan Grant Thornton, namun kedua firma akuntansi tersebut juga belum memberikan tanggapan.
Sejak investigasi dimulai, investor telah mengadakan beberapa pertemuan untuk membahas langkah selanjutnya, termasuk nasib aset dan dana yang tersisa di perusahaan.
Salah satu temuan investigasi awal menyebutkan bahwa dari klaim eFishery memiliki lebih dari 400.000 unit alat pemberi pakan yang beroperasi di lapangan, jumlah sebenarnya diperkirakan hanya sekitar 24.000 unit.
Akumulasi Kerugian
Secara keseluruhan, catatan internal menunjukkan akumulasi kerugian yang ditahan (retained losses) mencapai sekitar USD 152 juta sejak perusahaan didirikan hingga November 2024. Aset total perusahaan diperkirakan mencapai USD 220 juta, termasuk USD 63 juta dalam bentuk piutang dan USD 98 juta dalam bentuk investasi.
Skandal ini berpotensi mencoreng reputasi ekosistem startup Indonesia, terutama di tengah situasi sulit di mana perusahaan rintisan dan investor semakin kesulitan mendapatkan pendanaan baru.
Advertisement