Liputan6.com, Jakarta - Harga emas dunia menutup perdagangan sesi Selasa (15/4/2025) dengan penguatan signifikan, diperdagangkan di level USD 3.240 per ons troy atau melonjak lebih dari 6,5% dalam sehari. Kenaikan tajam harga emas ini mencerminkan meningkatnya permintaan terhadap aset safe haven di tengah kekhawatiran pasar terhadap rencana tarif baru serta prospek pelonggaran kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat (The Fed).
Pada sesi awal Rabu (16/4/2025) hari ini, harga emas melanjutkan reli dan berhasil mencetak rekor tertinggi baru di sekitar level USD 3.275 per ons troy. Kenaikan ini dipicu oleh ketidakpastian global yang kian memanas, terutama terkait arah kebijakan Presiden AS, Donald Trump.
Advertisement
Baca Juga
Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, dari sisi teknikal, tren harga emas menunjukkan potensi kenaikan lanjutan. Berdasarkan kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average, harga emas kini bergerak dalam tren bullish yang semakin solid.
Advertisement
“Saat ini indikator teknikal mengonfirmasi kekuatan tren naik. Selama tidak ada pembalikan arah yang signifikan, harga emas berpotensi menembus level USD 3.300 dalam waktu dekat,” jelas Andy dalam keterangan tertulis, Rabu (16/4/2025).
Namun, ia juga memberikan catatan penting bahwa pasar tetap perlu mengantisipasi potensi pembalikan (reversal). Jika tekanan jual mulai muncul, level support terdekat berada di sekitar USD 3.211, yang akan menjadi titik krusial untuk menentukan arah harga selanjutnya.
“Level tersebut bisa menjadi acuan bagi pelaku pasar dalam mengambil posisi short-term,” tambahnya.
Pelemahan Dolar AS
Kondisi fundamental global juga turut memperkuat reli harga emas. Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun tercatat turun tajam sebesar empat setengah basis poin ke 4,339%, sementara imbal hasil riil turun menjadi 2,149%.
Penurunan imbal hasil ini secara historis menjadi pendorong utama naiknya harga emas karena menurunkan opportunity cost dalam menyimpan aset non-yield seperti logam mulia.
Pelemahan Dolar AS serta ketidakpastian arah kebijakan Trump, terutama rencana tarif terhadap sektor farmasi, turut menambah tekanan terhadap sentimen risiko global.
Di sisi lain, China juga memanas dengan keputusan mereka untuk menghentikan pengiriman pesawat Boeing, sebuah langkah yang menambah ketegangan perdagangan antara dua negara ekonomi terbesar dunia tersebut.
Advertisement
Data Ekonomi
Data ekonomi AS pun menunjukkan sinyal campuran. Indeks Manufaktur Empire State tercatat membaik ke -8,1, namun tetap menunjukkan kontraksi. Sementara itu, para pelaku pasar kini menantikan rilis data Penjualan Ritel AS untuk bulan Maret yang diproyeksikan naik dari 0,6% ke 1,3% month-on-month. Namun, kelompok kontrol yang digunakan dalam penghitungan PDB diperkirakan menurun, menandakan potensi melemahnya konsumsi rumah tangga.
Selain data ritel, pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, pada hari ini juga akan menjadi perhatian utama pasar. Ekspektasi bahwa The Fed akan melonggarkan kebijakan moneternya dalam beberapa bulan ke depan telah membantu menopang harga emas dalam beberapa minggu terakhir.Dengan semua faktor tersebut, Andy menyimpulkan bahwa outlook jangka pendek emas masih positif.
“Selama tensi geopolitik dan ketidakpastian ekonomi tetap tinggi, emas akan terus menjadi pilihan utama investor,” pungkasnya.
