Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menaikkan status pengecer LPG 3 kg menjadi sub pangkalan. Kebijakan ini diambil setelah menerima arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
Pernyataan tersebut disampaikan Bahlil saat menerima keluhan dari calon pembeli LPG 3 kg di Pangkalan Surnawati, Kota Tangerang, Selasa (4/2/2025).
Advertisement
Baca Juga
Bahlil menjelaskan bahwa kenaikan status pengecer LPG 3 kg menjadi sub pangkalan mulai berlaku pada Selasa (4/2/2025). Ia menegaskan bahwa pengecer tidak dikenai syarat apa pun untuk menjadi sub pangkalan.
Advertisement
"Mulai hari ini, bapak-ibu boleh berjualan tanpa masalah. Karena dari pengecer, sekarang kita aktifkan menjadi sub pangkalan. Tidak ada persyaratan," ujar Bahlil.
Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap kelangkaan stok LPG 3 kg yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Pengecer yang otomatis menjadi sub pangkalan akan masuk ke dalam sistem, sehingga penyaluran tabung gas melon bersubsidi dapat terdata dengan baik.
Meskipun statusnya naik menjadi sub pangkalan, Bahlil menekankan bahwa pengecer harus menjual LPG 3 kg dengan harga maksimal Rp 20.000 per tabung.
"Tujuannya agar masyarakat bisa membeli LPG dengan harga tidak lebih dari Rp 19.000 atau maksimal Rp 20.000. Ini agar negara bisa mengontrol dan mencegah penyalahgunaan LPG bersubsidi," paparnya.
Alokasi Subsidi
Bahlil mengungkapkan, negara telah mengalokasikan subsidi sebesar Rp 87 triliun untuk penyaluran LPG 3 kg. Namun, dalam pelaksanaannya, sering terjadi penyimpangan oleh oknum-oknum tertentu, sehingga harga jualnya melambung lebih tinggi dari yang seharusnya.
"Niat kami baik, karena subsidi yang diberikan mencapai Rp 87 triliun per tahun. Tujuannya agar masyarakat bisa membeli LPG dengan harga Rp 19.000-20.000. Namun, yang terjadi justru sebagian gas ini digunakan untuk oplosan atau dijual ke industri," jelasnya.
"Harganya pun melonjak hingga Rp 25.000-30.000. Karena itu, pemerintah berkewajiban memastikan subsidi tepat sasaran. Inilah alasan kami melakukan penataan," tambah Bahlil.
Â
Awalnya Butuh Biaya
Sebelumnya, Kementerian ESDM sempat membuka peluang bagi pengecer, seperti warung kelontong, untuk kembali menjual LPG 3 kg dengan syarat menjadi pangkalan resmi. Namun, Bahlil menyatakan bahwa ada biaya yang harus dikeluarkan oleh pengecer yang ingin menjadi pangkalan resmi. Meski begitu, ia belum merinci berapa besar modal yang diperlukan.
"Masya Allah, bro. Bisnis yang menyangkut hajat hidup orang banyak tentu butuh modal, bro. Maaf ya," ujar Bahlil singkat di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).
Bahlil menegaskan bahwa ketentuan baru ini wajib ditaati. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM juga telah menyiapkan regulasi resmi terkait hal tersebut.
"Ini kan begini, bos. Banyak pengecer yang harus menyesuaikan diri dengan aturan baru untuk menjadi pangkalan. Sekarang kami sedang berupaya agar pengecer bisa langsung menjadi pangkalan," kata Bahlil.
Saat dimintai konfirmasi di tempat yang sama, Dirjen Migas Kementerian ESDM, Achmad Muchtasyar, membenarkan hal tersebut. Ia menyatakan bahwa pengecer yang ingin tetap menjual LPG 3 kg akan dikenai biaya tambahan.
"Iya, ada biaya-biaya tertentu, tapi kami sedang mengkaji agar biayanya tidak terlalu mahal," kata Achmad.
Â
Advertisement
Niat Awal Menguap?
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menyatakan bahwa pemerintah sedang menata distribusi LPG 3 kg agar sesuai dengan batas harga yang ditetapkan. Caranya adalah dengan menjadikan pengecer sebagai pangkalan yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
"Jadi, pengecer justru kita jadikan pangkalan. Mereka harus mendaftarkan Nomor Induk Berusaha terlebih dahulu," ujar Yuliot saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Artinya, pengecer LPG 3 kg tidak akan hilang begitu saja. Mereka tetap bisa mendapatkan pasokan dan menjual tabung gas melon, asalkan memiliki NIB dengan mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS).
"Mulai 1 Februari, ada peralihan. Kami memberikan waktu satu bulan bagi pengecer untuk menjadi pangkalan," imbuh Yuliot.
"Nomor Induk Berusaha diterbitkan melalui OSS. Bahkan perseorangan pun boleh mendaftar. Mereka bisa menggunakan nomor kependudukan sebagai dasar, kemudian masuk ke dalam skema OSS. Kami juga sudah mengintegrasikannya dengan sistem kependudukan di Kementerian Dalam Negeri," jelasnya.
Menurut Yuliot, skema distribusi baru ini bertujuan untuk memutus mata rantai penyaluran yang sering kali tidak tepat sasaran.
"Tidak ada istilah naik kelas. Mereka cukup mendaftar. Justru dengan menjadi pangkalan, mata rantai distribusi akan lebih pendek. Ini yang ingin kami hindari," kata Yuliot.