Liputan6.com, Jakarta - Di tengah gejolak pasar modal secara global, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik mengingatkan, pelaku pasar untuk fokus pada kekuatan fundamental pasar saham Indonesia.
Hal ini karena terjadinya peningkatan tekanan akibat kebijakan tarif impor dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Jeffrey menyebut pentingnya analisis yang akurat dengan menggunakan pendekatan fundamental dan teknikal, bukan hanya sekadar bereaksi terhadap sentimen global.
Advertisement
Baca Juga
"Tentunya kita menginginkan price discovery yang terjadi di bursa adalah berdasarkan kepada faktor-faktor fundamental dan technical. Bukan bursa atau harga yang disetir oleh kebingungan dan ketakutan,” kata Jeffrey dalam konferensi pers, Selasa (8/4/2025).
Advertisement
Ia berharap agar harga saham yang terbentuk di pasar benar-benar mencerminkan kondisi perusahaan dan ekonomi, bukan karena sentimen negatif yang bersifat sementara.
Jeffrey menjelaskan, kondisi pasar saat ini mengalami volatilitas tinggi, terutama setelah pengumuman tarif dagang baru dari pemerintah AS yang memicu kekhawatiran global. Sebagai bentuk respons dan langkah antisipasi, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil sejumlah kebijakan teknis untuk menstabilkan pasar.
Salah satu langkah tersebut adalah penyesuaian batas Auto Rejection Bawah (ARB) dan penerapan ketentuan baru terkait trading halt, yang mulai efektif diberlakukan per Selasa, 8 April 2025.
"Oleh karena itu, kami telah mengambil beberapa tindakan yang telah disampaikan tadi. Karena kami melihat bahwa sampai kemarin, pemanasan atau pemanasan di tingkat global itu masih sangat tinggi," ujar Jeffrey.
Faktor Domestik dan Global
Jeffrey menambahkan, masih melihat beberapa faktor baik domestik maupun global yang masih mempengaruhi, di antaranya terkait dengan pelemahan rupiah yang selama masa liburan IdulFitri juga mengalami pelemahan.
"Kemudian kondisi makro ekonomi yang kami yakini secara fundamental semuanya masih baik sampai saat ini. Fundamental emiten-emiten sampai saat ini masih baik,” ujarnya.
Secara global ia juga melihat ada peningkatan risiko yang disebabkan oleh penerapan resiprokal tarif yang diberlakukan di Amerika. Dia menuturkan, hal ini bisa memicu inflasi, sehingga akan terbuka potensi untuk suku bunga yang lebih tinggi di AS.
"Ketidakpastian yang diciptakan atau yang terjadi dari kondisi tersebut itu juga kita pahami sampai saat ini. Juga meningkatkan tensi geopolitik global. Oleh karena itu, untuk memitigasi itu semua beberapa kebijakan itu dirasa perlu untuk diambil dan dilakukan,” pungkasnya.
Advertisement
Strategi BEI Hadapi Aturan Tarif Donald Trump
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengambil sejumlah langkah strategis untuk menjaga agar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak terus mengalami penurunan akibat ketidakpastian global dan kebijakan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman menjelaskan, beberapa strategi yang dijalankan oleh BEI bersama dengan Self Regulatory Organization (SRO) mencakup kebijakan buyback saham tanpa harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), penyesuaian batas auto reject bawah (ARB), hingga penghentian sementara perdagangan (trading halt) jika kondisi pasar terlalu ekstrem.
Iman juga menuturkan pentingnya memperkuat komunikasi antara semua lembaga pasar, bukan hanya terbatas pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI.
“Melihat transaksi-transaksi tidak wajar dan terakhir ini saya rasa paling penting dan saya rasa tapi perlu dilakukan seluruh lembaga bahwa komunikasi kita market tidak hanya OJK dan bursa tapi semuanya,” kata Iman dalam konferensi pers, Selasa (8/4/2025).
Langkah Jangka Panjang
Tak hanya strategi dan langkah jangka pendek, Imam menuturkan bursa juga menyiapkan sejumlah strategi jangka panjang yang mencakup peluncuran produk dan instrumen baru seperti waran terstruktur dan Exchange Traded Fund (ETF), serta upaya untuk meningkatkan likuiditas dan infrastruktur pasar.
BEI juga akan melakukan peningkatan besar dari sisi IT yang diharapkan dapat mendorong perdagangan dan peningkatan likuiditas.
“Kita juga sedang lihat sedang diskusi dengan pengembangan OJK mengenai domisili dan kode broker. Mudah-mudah bisa keluar dalam waktu singkat,” ujar Iman.
Di sisi lain, BEI juga berupaya memperkuat pasar melalui penawaran umum perdana (IPO) yang lebih berkualitas. BEI menargetkan dapat mendorong perusahaan-perusahaan besar untuk melantai di bursa, dengan kapitalisasi pasar minimal Rp 3 triliun sebagai bagian dari KPI (Key Performance Indicator) lighthouse.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak pilihan investasi bagi para investor dan menjaga kepercayaan pasar tetap stabil.
Advertisement
