Liputan6.com, Jakarta - Pasar saham Indonesia membuka perdagangan pasca libur panjang Lebaran dengan gejolak luar biasa. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung anjlok 9,19% ke level 5.912,06 pada sesi pembukaan dan memicu penghentian sementara perdagangan (trading halt) selama 30 menit, sesuai ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kepanikan pasar tercermin bukan hanya pada indeks utama, tetapi juga pada LQ45 yang berisi saham-saham unggulan, yang terjun 11,31% ke posisi 651,46. Saham-saham blue chip menjadi korban utama aksi jual. Di antaranya, BBCA turun 12,94%, BBRI melemah 14,57%, TLKM terkoreksi 14,94%, BBNI merosot 13,21%, dan ASII turun lebih ringan sebesar 3,46%.
Baca Juga
Menurut Pengamat Pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardhana, penurunan tajam ini bukan terjadi tanpa alasan. Selama libur bursa, pasar dihantam berbagai sentimen negatif global yang belum sempat direspons secara bertahap, dan akhirnya meledak dalam satu hari perdagangan.
Advertisement
“Penurunan ini sangat dalam karena seluruh sentimen negatif global yang menumpuk selama libur langsung dicerminkan dalam satu sesi perdagangan,” jelas Hendra Wardhana dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Selasa (8/4/2025).
Kebijakan Trump Jadi Pemicu Utama
Hendra menilai pemicu utama dari tekanan masif ini adalah kebijakan terbaru Presiden AS Donald Trump, yang menaikkan tarif dagang hingga 32% terhadap beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia.
Meski kontribusi ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 9,9%, pasar meresponsnya secara berlebihan karena melihat potensi perang dagang global yang kembali memanas, risiko perlambatan ekonomi dunia, hingga terganggunya rantai pasok global.
Lebih lanjut, absennya pernyataan atau reaksi cepat dari otoritas Indonesia menjelang pembukaan pasar juga ikut memperparah kepanikan.
“Ketiadaan reaksi cepat dari pemerintah RI sebelum pasar dibuka juga membuat pelaku pasar kehilangan kepercayaan,” tegas Hendra.
Tekanan Teknis Ikut Memperburuk Situasi
Selain faktor fundamental, kondisi teknikal pasar juga ikut memperdalam tekanan. Maraknya margin call dan aksi forced sell, terutama pada saham-saham berkapitalisasi besar, membuat IHSG jatuh lebih dalam. Hal ini menciptakan efek berantai yang sulit dihentikan tanpa intervensi teknis seperti trading halt.
Namun, di balik tekanan yang terjadi, Hendra menekankan bahwa tidak ada kerusakan fundamental dalam ekonomi domestik, sehingga koreksi ini lebih bersifat emosional dan sentimen-driven.
Ada Peluang di Tengah Gejolak
Meski pasar terguncang, Hendra mengingatkan bahwa ada sisi positif dari dinamika global ini. Penurunan harga minyak dunia hingga 21% akibat kekhawatiran perang dagang, justru dapat menguntungkan Indonesia sebagai negara pengimpor migas, yang berpotensi menghemat hingga USD 4 miliar. Selain itu, turunnya yield US Treasury dan pelemahan Dolar AS membuka peluang aliran modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di sisi perdagangan, kondisi ini bisa menjadi momentum untuk mempercepat diversifikasi ekspor ke pasar non-AS seperti India, ASEAN, Eropa, dan Afrika. Serta mendorong penguatan industri domestik lewat substitusi impor dan efisiensi.
Advertisement
Pasar Berpeluang Rebound
Dari sisi teknikal, IHSG saat ini berada di dekat support penting di level 5.800, dengan resistance terdekat di 6.000. Menurut Hendra, potensi technical rebound tetap terbuka, terutama setelah fase awal kepanikan mereda pasca trading halt.
Katalis positif pun dinanti dari pernyataan resmi Presiden Prabowo Subianto yang dijadwalkan siang ini. Jika disampaikan dengan tegas dan memberi keyakinan pada investor, pernyataan tersebut bisa menjadi faktor penting untuk menenangkan pasar.
“Untuk investor jangka panjang, ini justru menjadi momen penting untuk mencermati peluang akumulasi pada saham-saham dengan fundamental kuat yang terdampak berlebihan,” pungkasnya.
Sementara bagi trader jangka pendek, Hendra menyebut perlu tetap mencermati volatilitas dan menunggu konfirmasi teknikal sebelum kembali masuk pasar. Perhatian ke arah kebijakan fiskal dan diplomatik pemerintah Indonesia dalam menyikapi gejolak global akan menjadi kunci arah pasar dalam beberapa hari ke depan.
