Pengawasan pembangunan kawasan hunian berimbang yang dikenal dengan aturan 123 oleh Kementerian Perumahan (Kemenpera) dianggap sebagai tindakan memata-matai perusahaan properti. Ditambah dengan rencana pemerintah untuk memberikan sanksi pidana bagi pengembang yang mangkir membangun rumah 123.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perusahaan Realestate Indonesia (REI), Handaka Santosa mengatakan, pengawasan tersebut mengisyaratkan bahwa pemain di bidang properti merupakan penyelundup.
"Kami (pengembang) kan buka penjahat. Jangan punya image pemain properti seperti penyelundup. Semua punya hati," keluh dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (28/7/2013).
Pada dasarnya, Handaka bilang, para pengembang tidak keberatan dengan kewajiban yang tercantum dalam Undang-undang (UU) untuk membangun satu rumah mewah, 2 rumah menengah dan 3 rumah sederhana dalam satu kawasan.
"Kalau diminta bangun rumah 123 ya sudah. Tapi berilah kami batas waktu untuk memenuhinya. Jika dalam pelaksanaannya masih kurang, ya ditegur. Jangan ditakut-takutin (sanksi pidana) karena mereka (pengembang) kan orang lama," tegasnya.
Dia mencontohkan, Agung Podomoro misalnya sudah membangun rusunami di daerah Kelapa Gading dan Kalibata. Sehingga, menurut Handaka, pembinaan dari pemerintah terhadap aturan ini kepada seluruh pengembang sangat penting.
Lebih jauh dia mengatakan, pemerintah hendaknya mampu menyediakan lahan untuk dapat difungsikan menjadi kawasan hunian berimbang. Pasalnya selama ini, para pengembang kesulitan untuk memperoleh lahan dalam pelaksanaan pembangunan rumah 123.
"Kalau pemerintah punya lahan, seperti Pos Indonesia, berikanlah kepada pengembang. Tanah itu juga ada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), jangan ditahan-tahan, tidak benar itu. Sebab tidak berguna bagi masyarakat," pungkas Handaka.
Seperti diketahui, Kemenpera telah membentuk tim untuk menginventarisasi ketaatan pengembang terhadap rumah 123. Jika mangkir, pemerintah akan mengenakan sanksi, mulai dari surat peringatan 1 sampai 3 hingga hukuman pidana. (Fik/Igw)
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perusahaan Realestate Indonesia (REI), Handaka Santosa mengatakan, pengawasan tersebut mengisyaratkan bahwa pemain di bidang properti merupakan penyelundup.
"Kami (pengembang) kan buka penjahat. Jangan punya image pemain properti seperti penyelundup. Semua punya hati," keluh dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (28/7/2013).
Pada dasarnya, Handaka bilang, para pengembang tidak keberatan dengan kewajiban yang tercantum dalam Undang-undang (UU) untuk membangun satu rumah mewah, 2 rumah menengah dan 3 rumah sederhana dalam satu kawasan.
"Kalau diminta bangun rumah 123 ya sudah. Tapi berilah kami batas waktu untuk memenuhinya. Jika dalam pelaksanaannya masih kurang, ya ditegur. Jangan ditakut-takutin (sanksi pidana) karena mereka (pengembang) kan orang lama," tegasnya.
Dia mencontohkan, Agung Podomoro misalnya sudah membangun rusunami di daerah Kelapa Gading dan Kalibata. Sehingga, menurut Handaka, pembinaan dari pemerintah terhadap aturan ini kepada seluruh pengembang sangat penting.
Lebih jauh dia mengatakan, pemerintah hendaknya mampu menyediakan lahan untuk dapat difungsikan menjadi kawasan hunian berimbang. Pasalnya selama ini, para pengembang kesulitan untuk memperoleh lahan dalam pelaksanaan pembangunan rumah 123.
"Kalau pemerintah punya lahan, seperti Pos Indonesia, berikanlah kepada pengembang. Tanah itu juga ada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), jangan ditahan-tahan, tidak benar itu. Sebab tidak berguna bagi masyarakat," pungkas Handaka.
Seperti diketahui, Kemenpera telah membentuk tim untuk menginventarisasi ketaatan pengembang terhadap rumah 123. Jika mangkir, pemerintah akan mengenakan sanksi, mulai dari surat peringatan 1 sampai 3 hingga hukuman pidana. (Fik/Igw)