Asia diprediksi akan menjadi pasar konstruksi dengan pertumbuhan tercepat di dunia kurun saat ini hingga 2020. Aecom, penyedia jasa teknis profesional global, memprediksi Indonesia khsususnya Jakarta memiliki potensi terbesar dalam hal pertumbuhan dan profitabilitas pasar.
Aecom merilis laporan Proyeksi Konstruksi Asia 2013 (Asia Construction Outlook 2013) yang menyajikan data terbaru mengenai pasar konstruksi di Asia pada tahun ini.Â
Melansir The Nation, Jumat (2/8/2013), laporan tersebut menunjukkan tingkat aktivitas industri konstruksi tahun lalu dan prediksi jangka pendek dan menengah untuk konstruksi di tiap kawasan, negara dan kota.
Dari laporan tersebut, Indonesia muncul sebagai pasar konstruksi yang menarik. Tahun lalu, anggaran konstruksi di tanah air tercatat meningkat lebih dari produk domestik bruto (PDB) negara dalam satu kuartal.
Setengah dari anggaran tersebut dihabiskan untuk mendanai sejumlah proyek infrastruktur. Survei Aecom juga menunjukkan, banyak pihak memandang Jakarta sebagai kota nomor satu di Asia dalam hal potensi pertumbuhan dan profitabilitas pasar.
Hasil laporan tersebut disusun berdasarkan analisa statistik sektor yang dikombinasikan dengan hasil survei mengenai anggapan pasar. Survei tersebut dilakukan 41 ahli konstruksi Aecom di 9 negara Asia.
"Intelejensi pasar jenis ini dapat diprediksi lewat sejumlah pengusaha konstruksi yang seringkali cenderung reaktif," ujar Direktur Asosiasi Aecom David Crosthwaite.
Hasil survei tersebut juga menunjukkan pertumbuhan kuat ekonomi Asia di tengah perlambatan ekonomi Barat dan global dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini karena ketergantungan Asia terhadap permintaan domestik kian meningkat.
Asia sendiri merupakan kawasan pasar konstruksi terbesar di dunia, dengan pengeluaran konstruksi 40% dari total pengeluaran global tahun lalu. Pada 2020 mendatang, Asia diprediksi akan mencapai hampir setengah dari pengeluaran konstruksi global.
Sementara itu, India diketahui menawarkan tingkat peluang yang signifikan. Meski demikian industri konstuksinya masih sepertiga dari ukuran pasar China.Â
Sebanyak 41% anggaran konstruksi di kawasan Asia Pasifik dimiliki China dengan total pengeluaran sebesar US$ 1,25 triliun tahun lalu. (Sis/Nur)
Aecom merilis laporan Proyeksi Konstruksi Asia 2013 (Asia Construction Outlook 2013) yang menyajikan data terbaru mengenai pasar konstruksi di Asia pada tahun ini.Â
Melansir The Nation, Jumat (2/8/2013), laporan tersebut menunjukkan tingkat aktivitas industri konstruksi tahun lalu dan prediksi jangka pendek dan menengah untuk konstruksi di tiap kawasan, negara dan kota.
Dari laporan tersebut, Indonesia muncul sebagai pasar konstruksi yang menarik. Tahun lalu, anggaran konstruksi di tanah air tercatat meningkat lebih dari produk domestik bruto (PDB) negara dalam satu kuartal.
Setengah dari anggaran tersebut dihabiskan untuk mendanai sejumlah proyek infrastruktur. Survei Aecom juga menunjukkan, banyak pihak memandang Jakarta sebagai kota nomor satu di Asia dalam hal potensi pertumbuhan dan profitabilitas pasar.
Hasil laporan tersebut disusun berdasarkan analisa statistik sektor yang dikombinasikan dengan hasil survei mengenai anggapan pasar. Survei tersebut dilakukan 41 ahli konstruksi Aecom di 9 negara Asia.
"Intelejensi pasar jenis ini dapat diprediksi lewat sejumlah pengusaha konstruksi yang seringkali cenderung reaktif," ujar Direktur Asosiasi Aecom David Crosthwaite.
Hasil survei tersebut juga menunjukkan pertumbuhan kuat ekonomi Asia di tengah perlambatan ekonomi Barat dan global dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini karena ketergantungan Asia terhadap permintaan domestik kian meningkat.
Asia sendiri merupakan kawasan pasar konstruksi terbesar di dunia, dengan pengeluaran konstruksi 40% dari total pengeluaran global tahun lalu. Pada 2020 mendatang, Asia diprediksi akan mencapai hampir setengah dari pengeluaran konstruksi global.
Sementara itu, India diketahui menawarkan tingkat peluang yang signifikan. Meski demikian industri konstuksinya masih sepertiga dari ukuran pasar China.Â
Sebanyak 41% anggaran konstruksi di kawasan Asia Pasifik dimiliki China dengan total pengeluaran sebesar US$ 1,25 triliun tahun lalu. (Sis/Nur)