Pemerintah berencana memberikan insentif pajak bagi investor asing yang berniat membangun pabrik telepon seluler (ponsel) di Indonesia. Namun ini bukan berarti akhir dari dominasi ponsel impor di tanah air.
"Misalnya Foxconn jadi membangun pabrik ponsel di Indonesia, maka kami akan memberikan insentif tax holiday lebih dulu," ungkap Kepala Pelaksana Tugas (Plt) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro di Jakarta, seperti ditulis Selasa (10/9/2013).
Meski begitu, lebih jauh dia menuturkan, kebijakan tersebut belum akan mempengaruhi dominasi ponsel produksi lokal untuk bisa merajai negeri sendiri.
"Tetap saja akan impor (ponsel) karena masyarakat tidak mudah pindah merek begitu saja. Ada kedekatan merek, jadi biarpun ada ponsel dengan harga lebih murah, saya yakin mereka belum tentu mau beli," jelasnya.
Seperti diketahui, dari data Kemenkeu, impor telepon seluler sampai dengan Juni 2013 mencapai US$ 1,2 miliar atau turun dibanding periode yang sama 2012 sebesar US$ 1,3 miliar. Sedangkan pada tahun lalu, nilai impornya menembus US$ 2,6 miliar.
Bambang mengatakan, salah satu alasan kebijakan pengenaan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) pada smartphone bertujuan untuk mengurangi atau mencegah penyelundupan.
"Yang tidak selundupan atau legal saja sudah miliaran dolar AS, apalagi yang selundupan. Kalau lebih besar lagi nilainya, pasti akan lebih menakutkan. Meski data barang impor selundupan tidak tercatat, tapi tetap harus dibeli dengan dolar, jadi akan ada rupiah yang ditukar dolar," terang dia. (Fik/Nur)
"Misalnya Foxconn jadi membangun pabrik ponsel di Indonesia, maka kami akan memberikan insentif tax holiday lebih dulu," ungkap Kepala Pelaksana Tugas (Plt) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro di Jakarta, seperti ditulis Selasa (10/9/2013).
Meski begitu, lebih jauh dia menuturkan, kebijakan tersebut belum akan mempengaruhi dominasi ponsel produksi lokal untuk bisa merajai negeri sendiri.
"Tetap saja akan impor (ponsel) karena masyarakat tidak mudah pindah merek begitu saja. Ada kedekatan merek, jadi biarpun ada ponsel dengan harga lebih murah, saya yakin mereka belum tentu mau beli," jelasnya.
Seperti diketahui, dari data Kemenkeu, impor telepon seluler sampai dengan Juni 2013 mencapai US$ 1,2 miliar atau turun dibanding periode yang sama 2012 sebesar US$ 1,3 miliar. Sedangkan pada tahun lalu, nilai impornya menembus US$ 2,6 miliar.
Bambang mengatakan, salah satu alasan kebijakan pengenaan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) pada smartphone bertujuan untuk mengurangi atau mencegah penyelundupan.
"Yang tidak selundupan atau legal saja sudah miliaran dolar AS, apalagi yang selundupan. Kalau lebih besar lagi nilainya, pasti akan lebih menakutkan. Meski data barang impor selundupan tidak tercatat, tapi tetap harus dibeli dengan dolar, jadi akan ada rupiah yang ditukar dolar," terang dia. (Fik/Nur)