Liputan6.com, Jakarta Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, buka-bukaan soal tingginya minat investor asing untuk berinvestasi ke Vietnam dan Malaysia dibandingkan Indonesia.
Bambang menyebut, tingginya rendahnya minat investor untuk berinvestasi di Indonesia dikarenakan sejumlah faktor yang bersifat klasik. Pertama, lambatnya proses perizinan.
Advertisement
Baca Juga
"Klasik satu permasalahan kita mengenai lamanya untuk mendapatkan perizinan," kata Bambang dalam acara MINDialogue di The Energy Building, Jakarta, Kamis (9/1).
Advertisement
Selanjutnya, pertimbangan investor asing untuk enggan berinvestasi di Indonesia adalah masalah ketidakpastian hukum. Padahal, ketidakpastian hukum menjadi faktor penting bagi investor dalam mempertimbangkan kegiatan investasi.
"Kedua adalah kepastian hukum," tegasnya.
Selain itu, investor menilai kegiatan investasi di Indonesia masih membutuhkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Hal ini disebabkan oleh biaya yang ditimbulkan dalam proses pengajuan izin dan lainnya.
"Mereka butuh yang namanya kondisi yang misalnya low cost economy,, Indonesia itu masih sering dianggap high cost economy, jadi artinya kita masih punya banyak PR untuk membereskan dari sisi perizinan sampai kepada pengurusan administrasi dan birokrasi terkait investasi," beber dia.
Akibatnya, kata Bambang, investor lebih memilih untuk berinvestasi di Vietnam dan Malaysia. Bahkan, tak sedikit investor yang akhirnya memutuskan lari ke negara tetangga Indonesia tersebut.
"Begitu mereka mengalami hambatan ketika ingin masuk ke Indonesia dan ketika melihat tetangganya, tetangga Indonesia maksudnya seperti Malaysia atau Vietnam, atau Thailand maka mereka dengan mudah ketika mereka menemukan kesulitan di Indonesia mereka langsung pindahkan itu," ucapnya.
Investor ke Indonesia
Pemerintah sendiri terus berupaya untuk mempermudah penerbitan izin bagi investor yang berminat investasi ke Indonesia. Lanjutnya, pemerintah juga berkomitmen hadir untuk memberikan dukungan penuh terhadap investor.
"Salah satu PR kita untuk memastikan bahwa orang itu nyaman melakukan FDI Foreign Direct Investment/ Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia mungkin itu terlalu basic tapi itulah mungkin realitas yang harus kita hadapi, karena di Vietnam dengan model pemerintah seperti sekarang, mereka memang dengan mudah, dengan cepat bisa memberikan izin dan bisa memberikan dukungan penuh kepada investasi asing yang masuk," tandasnya.
Advertisement
Indonesia Harus Belajar dari Vietnam, Sedot Investasi Samsung hingga Rp 282 Triliun
Sebelumnya, Perusahaan teknologi ternama yang berbasis di Korea Selatan, Samsung disebut berhasil meningkatkan ekspor produk dari Vietnam. Bahkan, Samsung berhasil menguasai 20 persen ekspor produk dari negara tersebut.
Hal ini diungkap oleh Atase Perdagangan KBRI Hanoi Vietnam, Addy Perdana Soemantry. Menurutnya, kontribusi Samsung ini jadi salah satu pendongkrak Vietnam menjadi negara pengekspor ke negara lain.
Dia mengatakan, pada skala produksi Samsung, mayoritas atau setara 60 persennya dipenuhi dari pabrik di Vietnam. Dari sisi investasi pun tak main-main, mencapai lebih dari USD 18 miliar atau sekitar Rp 282 triliun (kurs 15.718 per USD).
"Jadi, Samsung ini dia sudah menanamkan investasi sekitar USD 18 miliar mungkin nanti akan menjadi USD 20 miliar," ucapnya.
Addy mengatakan, pada investasi yang dikucurkan itu, Samsung tak sendirian. Perusahaan teknologi itu melakukan penelitian atau research and development di Vietnam. Serta, membawa industri pendukung penguatan produk ke Vietnam