Kemenperin Masih Telisik Dugaan Perembesan Gula Rafinasi

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum bisa memastikan terjadinya kebocoran gula rafinasi impor sehingga bisa dijual bebas di pasaran.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Okt 2013, 20:15 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2013, 20:15 WIB
pabrik-gula-130723b.jpg
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum bisa memastikan terjadinya kebocoran gula rafinasi impor sehingga bisa dijual bebas di pasaran.

Gula rafinasi selama ini khusus diimpor untuk bahan baku industri makanan dan minuman di dalam negeri. Kini, ditengarai terjadi kebocoran gula rafinasi di pasaran sehingga merusak harga jual gula petani gula lokal.

"Bukan perembesannya tapi angka-angka industri akan kita hitung secara akurat lagi. Masalah perembesan kita akan ketat awasi. Nah ini sedang ada tim yang memverifikasi hitung lagi," ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto di Gedung DPR, Senin (7/10/2013).

Panggah menilai, dengan adanya isu kebocoran ini, Kemenperin selaku pemberi rekomendasi untuk SPI impor gula jenis ini belum berencana membatasi impor dalam rangka pemenuhan gula rafinasi untuk industri.

"Tapi kalau dari industri sendiri konsentrasinya pada konsumsi untuk industri makanan dan minuman. Saya fokus ke situ. Bukan pembatasan tapi kita hitung lagi," jelas dia.

Untuk mengantisipasi kebocoran ini, menurut dia, Kemenperin juga akan melakukan verifikasi kontrak-kontrak penjualan gula rafinasi ini.

Perihal sangsi yang akan dikenakan bila terbukti ada pelanggaran, akan dilihat terlebih dahulu tingkat pelanggarannya.

"Kita peringatkan, misalnya kalau bocor sekarung masak kita blacklist. Makanya kita lihat angkanya bocor seberapa. Kami dapat laporan dari Kemendag yang masih menerjunkan tim untuk audit. Kami bisa tidak memberikan rekomendasi. Paling ringan hanya diperingatkan atau pengurangan," kata dia.

Dia juga menjelaskan, realisasi dari rekomendasi impor gula jenis ini tidak akan mencapai 100% hingga akhir tahun ini.

"Tahun 2013 kan 2,7 juta ton. Januari-September realisasinya 70%-80%. Ini karena barangnya mesti harus dicari, terus kapalnya harus dicari, harganya cocok enggak. Akhir tahun enggak mungkin 100%," tandas dia. (Dny/Nur)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya