Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa membantah pernyataan Menteri Perindustrian MS Hidayat yang memperkirakan nilai akuisisi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sekitar US$ 558 juta.
Padahal pemerintah sendiri baru akan menyepakati bersama soal angka pengambilalihan mayoritas saham Inalum pada Senin (21/10/2013) ini.
"Angka US$ 558 juta itu bukan jalan tengah, keliru. Kita tidak boleh mengatakan bernegosiasi karena nilai akuisisi tidak boleh berdasarkan negosiasi atau nilai tengah. Kita berpegang pada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," ungkap dia saat ditemui sebelum Rakor Inalum di kantornya, Jakarta, Senin (21/10/2013).
Lebih jauh dia mengatakan, nilai buku dari PT Nippon Asahan Aluminium (NAA) sebesar US$ 626 juta sedangkan patokan harga BPKP sebesar US$ 424 juta, sehingga terjadi selisih yang cukup besar.
Jika dirinci secara lebih jelas, Hatta bilang, selisih terbesar itu terjadi karena ada revaluasi aset termasuk perhitungan pajak, keuntungan (profit) serta depresiasi nilai tukar rupiah yang sudah masuk dalam revaluasi tersebut.
"Semua memang harus ada ukurannya.Perhitungan NAA juga benar, BPKP juga benar. Masalahnya revaluasi aset ini masuk atau tidak, itu saja. Tapi pada kenyataannya revaluasi sudah terhadi dan berdasarkan nilai buku sudah jelas," tukasnya.
Perbedaan tersebut sepertinya membuat bingung pemerintah apakah akan dibawa pada tahapan arbitrase atau tidak.
"Saya belum tahu, nanti kita dengarkan laporan terakhir. Tapi dengan pihak Jepang sudah selesai, cuma masalahnya ada di revaluasi," papar Hatta.
Sebelumnya, Hidayat memperkirakan, nilai akuisisi produsen aluminium itu sebesar US$ 558 juta. "Lebih kurang US$ 558 juta sesuai dengan perhitungan, yang disepakati bersama, tetapi itu dihitung oleh Kementerian Keuangan dan BPKP," katanya.
Jika proses penyelesaian akuisisi ini sampai melalui pengadilan arbitrase, Hidayat memperkirakan Indonesia harus mengeluarkan dana lebih dari US$ 700 juta.
"Sekarang (angka US$ 558 juta) bukan menaikan, tapi dulu memang ada beberapa opsi dan itu (US$ 558 juta) dihitung oleh Kemenkeu dan di dalamnya juga ada dana cash kita," ucap dia. (Fik/Nur)
Padahal pemerintah sendiri baru akan menyepakati bersama soal angka pengambilalihan mayoritas saham Inalum pada Senin (21/10/2013) ini.
"Angka US$ 558 juta itu bukan jalan tengah, keliru. Kita tidak boleh mengatakan bernegosiasi karena nilai akuisisi tidak boleh berdasarkan negosiasi atau nilai tengah. Kita berpegang pada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," ungkap dia saat ditemui sebelum Rakor Inalum di kantornya, Jakarta, Senin (21/10/2013).
Lebih jauh dia mengatakan, nilai buku dari PT Nippon Asahan Aluminium (NAA) sebesar US$ 626 juta sedangkan patokan harga BPKP sebesar US$ 424 juta, sehingga terjadi selisih yang cukup besar.
Jika dirinci secara lebih jelas, Hatta bilang, selisih terbesar itu terjadi karena ada revaluasi aset termasuk perhitungan pajak, keuntungan (profit) serta depresiasi nilai tukar rupiah yang sudah masuk dalam revaluasi tersebut.
"Semua memang harus ada ukurannya.Perhitungan NAA juga benar, BPKP juga benar. Masalahnya revaluasi aset ini masuk atau tidak, itu saja. Tapi pada kenyataannya revaluasi sudah terhadi dan berdasarkan nilai buku sudah jelas," tukasnya.
Perbedaan tersebut sepertinya membuat bingung pemerintah apakah akan dibawa pada tahapan arbitrase atau tidak.
"Saya belum tahu, nanti kita dengarkan laporan terakhir. Tapi dengan pihak Jepang sudah selesai, cuma masalahnya ada di revaluasi," papar Hatta.
Sebelumnya, Hidayat memperkirakan, nilai akuisisi produsen aluminium itu sebesar US$ 558 juta. "Lebih kurang US$ 558 juta sesuai dengan perhitungan, yang disepakati bersama, tetapi itu dihitung oleh Kementerian Keuangan dan BPKP," katanya.
Jika proses penyelesaian akuisisi ini sampai melalui pengadilan arbitrase, Hidayat memperkirakan Indonesia harus mengeluarkan dana lebih dari US$ 700 juta.
"Sekarang (angka US$ 558 juta) bukan menaikan, tapi dulu memang ada beberapa opsi dan itu (US$ 558 juta) dihitung oleh Kemenkeu dan di dalamnya juga ada dana cash kita," ucap dia. (Fik/Nur)