Rupiah Terpuruk, Pengusaha Kain Tenun Putar Otak Tak Naikan Harga

Semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat pengusaha kain tenun harus memutar otak.

oleh Septian Deny diperbarui 27 Des 2013, 12:52 WIB
Diterbitkan 27 Des 2013, 12:52 WIB
131027akain.jpg
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat pengusaha kain tenun harus memutar otak untuk tetap menjaga harga jual kain asli Indonesia tersebut tak naik.

Salah satu pengusaha kain tenun, Wignyo Rahardi mengatakan penguatan dolar ini sangat berpengaruh karena bahan baku berupa benang sutera masih banyak diimpor dari China, sedangkan produksi dalam negeri tidak ada.

"Penguatan dolar pengaruh karena harga benangnya sudah pakai dolar, besarnya tergantung kenaikan kalau dulu saya beli masih Rp 9.000 per dolar sekarang sudah Rp 12 ribu, tetapi kenaikan harga jual kan tidak ikuivalen dengan kenaikan dolar, kalau dolar naik sekian mungkin harga benang naik sekian," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Jumat (27/12/2013).

Dia menjelaskan, untuk menjaga peminat kain ini, dirinya sebisa mungkin berupaya untuk tidak menaikan harga kain untuk konsumen kelas menengah ke bawah yang membeli kain produksinya dengan harga yang terjangkau.

Ini dilakukan dengan hanya menaikan harga produk kain dengan kualitas terbaik dan memang ditujukan untuk konsumen kelas atas.

"Jadi saya mensubsidi biaya produksi untuk produk yang Rp 95 ribu ini misalnya, dari produk lain yang harganya bisa dinaikan lebih mahal. Jadi untuk konsumen yg kelasnya menengah tetap tidak keberatan, dan yang kelas atas juga bisa tetap membeli. Tapi itu (kain untuk konsumen kelas atas) juga pantas untuk dijual mahal karena ada suatu yang baru & berbeda," tutur dia.

Sementara untuk tahun depan, dengan masih melemahnya rupiah ditambah lagi dengan adanya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang rata-rata sebesar 30%-40% serta rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) bagi industri, Wignyo memperkirakan akan menaikan biaya produksi usahanya sebesar 20%.

"Itu naiknya besar, cuma saya mau naikan harga jual juga pilih-pilih. Misalnya kalau harga kain yang paling murah biasanya Rp 95 ribu tadi, kalau saya naikan sangat sensitif, tapi kalau saya buat motif baru dan saya jual dengan harga yang baru juga tidak ada masalah," tandas dia. (Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya