Tak Ada Pengecualiaan buat Freeport soal Ekspor Mineral Mentah

Pemerintah dan Freeport tengah mencari titik temu supaya perusahaan raksasa tambang itu bersedia menaati UU Minerba.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Feb 2014, 16:41 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2014, 16:41 WIB
freeport-produksi130605c.jpg
Pemerintah bakal kembali mempertimbangan keberatan pengenaan Bea Keluar (BK) hingga 60% sampai 2016 jika perusahaan pertambangan, termasuk Freeport Amerika Serikat (AS) berkomitmen membangun pabrik pemurnian (smelter) di Indonesia.

Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan, pemerintah dan Freeport tengah mencari titik temu supaya perusahaan raksasa tambang itu bersedia menaati Undang-undang (UU) Minerba Nomor 4 Tahun 2009 selama kurun waktu tiga tahun.

Dia juga menerangkan, pemerintah mendengar dan memperhitungkan permintaan Bos Freeport AS Richard Adkerson terkait keberatannya terhadap kebijakan pemberlakuan BK yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

"Kita ingin komitmen dia (Freeport) membangun smelter dinyatakan dulu. Pemerintah tetap memberikan komitmen untuk tempo 3 tahun membangun smelter dan kita akan mempertimbangkan keberatan soal BK," tegas dia di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (6/2/2014).

Diskusi seputar kewajiban pembangunan smelter oleh Freeport, kata Hidayat, telah dibahas berjam-jam sehingga pemerintah mengetahui persis masalah apa saja yang memberatkan perusahaan tersebut. Freeport, juga mengingatkan pemerintah bahwa kewajiban baru itu tak tercantum dalam kontrak karya (KK).

"Tapi saya juga ingin mengingatkan dia, kita punya UU baru yang harus dipertimbangkan. Jadi daripada melakukan polemik hukum, lebih baik kita mencari solusi yang bisa berjalan dan bisa diadopsi kedua pihak," tegas Hidayat.

Dia mengatakan, Freeport belum akan menggunakan jalur arbitrase untuk menyelesaikan keberatan pemberlakuan aturan BK.

"Itu (arbitrase) adalah pilihan terbuka sengketa korporasi dengan pemerintah serta korporasi dan korporasi. Freeport sendiri tidak akan menggunakan arbitrase sepanjang masih ada jalan keluar antara kedua belah pihak," jelas dia.

Namun Hidayat menyebut, pemerintah tetap akan melanjutkan aturan BK sesuai amanah UU. Sebab, BK bertujuan untuk menghambat perusahaan tambang melakukan ekspor bahan mentah secara besar-besaran.

"Pelaksanaan UU (bangun smelter) dalam tempo 3 tahun dan kalau sudah dibangun maka BK tidak akan dikenakan lagi," tukasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Chatib Basri menegaskan pengenaan BK akan berlaku bagi perusahaan tambang yang tak membangun smelter.

"Saya mesti bilang berapa kali sih, kalau tidak bangun smelter ya kena BK. Pokoknya bangun smelter sesederhana dan segampang itu. Apa gunanya BK dikenakan ke orang yang mau bangun smelter, nanti tidak fair," ucapnya. (Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya