Pemerintah diminta serius untuk meningkatkan produksi garam nasional. Hal itu karena selama ini program swasembada garam yang didengungkan oleh pemerintah hanya sebatas mencukupi untuk kebutuhan tumah tangga.
Ketua Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI), Jakfar Sodikin mengatakan, harga garam petani dinilai kian memprihatinkan. Sekalipun pemerintah telah penetapkan harga pokok penjualan (HPP) terhadap garam konsumsi, namun harga beli garam petani justru terus merosot.
"Misalnya kalau pemerintah sudah ditetapkan harga belinya Rp 700 per kilogram (kg), Perusahaan Nasional (PN) Garam jangan membeli seharga Rp 300 per kg dengan berbagai macam alasan seperti kotor dan sebagainya. Kami meminta pemerintah untuk segera menegakkan aturan terkait harga penetapan pemerintah terhadap garam," ujar Jakfar saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Senin (10/2/2014).
Turunnya harga garam petani ini, lanjut Jakfar, memang diakui akibat kualitasnya yang lebih rendah dibanding garam impor, sehingga tidak memenuhi standar garam untuk kebutuhan industri. Namun seharusnya pemerintah dapat turun tangan untuk memperbaiki kualitas garam ini.
"Memang perlu diakui bahwa kualitasnya kurang, tetapi kenapa tidak membantu memberi biotekstil untuk mengatasi tambak para petani agar kualitas garamnya bertambah, jadi harganya bisa naik," kata Jakfar.
Dia menjelaskan, untuk kualitas produksi garam nasional terbagi atas beberapa tingkatan yaitu garam berteknologi geomembran (garam geo) dengan kualitas terbaik, garam premium, garam putih super, garam kualitas 1 (K1), garam kualitas 2 (K2), dan garam K3.
Pemerintah telah menetapkan harga patokan garam K1 yakni Rp 750 per kg, dan garam K2 Rp 550 per kg. Garam K1 dan K2 merupakan garam yang paling banyak dihasilkan oleh petani. (Dny/Ahm)
Baca juga:
Setelah 40 Tahun, Akhirnya RI Bisa Swasembada Garam
Klaim Indonesia Swasembada Garam Dipertanyakan
Produksi Garam Indonesia Merosot Gara-gara Kemarau Basah
Ketua Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI), Jakfar Sodikin mengatakan, harga garam petani dinilai kian memprihatinkan. Sekalipun pemerintah telah penetapkan harga pokok penjualan (HPP) terhadap garam konsumsi, namun harga beli garam petani justru terus merosot.
"Misalnya kalau pemerintah sudah ditetapkan harga belinya Rp 700 per kilogram (kg), Perusahaan Nasional (PN) Garam jangan membeli seharga Rp 300 per kg dengan berbagai macam alasan seperti kotor dan sebagainya. Kami meminta pemerintah untuk segera menegakkan aturan terkait harga penetapan pemerintah terhadap garam," ujar Jakfar saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Senin (10/2/2014).
Turunnya harga garam petani ini, lanjut Jakfar, memang diakui akibat kualitasnya yang lebih rendah dibanding garam impor, sehingga tidak memenuhi standar garam untuk kebutuhan industri. Namun seharusnya pemerintah dapat turun tangan untuk memperbaiki kualitas garam ini.
"Memang perlu diakui bahwa kualitasnya kurang, tetapi kenapa tidak membantu memberi biotekstil untuk mengatasi tambak para petani agar kualitas garamnya bertambah, jadi harganya bisa naik," kata Jakfar.
Dia menjelaskan, untuk kualitas produksi garam nasional terbagi atas beberapa tingkatan yaitu garam berteknologi geomembran (garam geo) dengan kualitas terbaik, garam premium, garam putih super, garam kualitas 1 (K1), garam kualitas 2 (K2), dan garam K3.
Pemerintah telah menetapkan harga patokan garam K1 yakni Rp 750 per kg, dan garam K2 Rp 550 per kg. Garam K1 dan K2 merupakan garam yang paling banyak dihasilkan oleh petani. (Dny/Ahm)
Baca juga:
Setelah 40 Tahun, Akhirnya RI Bisa Swasembada Garam
Klaim Indonesia Swasembada Garam Dipertanyakan
Produksi Garam Indonesia Merosot Gara-gara Kemarau Basah