Mochamad Iriawan: Tragedi Kanjuruhan Menyedihkan dan Kelam Sekali, Saya Sangat Terpukul

Keputusan mengejutkan diambil Iriawan dengan memastikan dirinya tidak akan mencalonkan diri lagi untuk posisi yang sama pada periode 2023-2027.

oleh Rinaldo diperbarui 15 Feb 2023, 14:02 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2023, 07:00 WIB
bule
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Tak banyak polisi yang punya pengalaman seperti Komisaris Jenderal (Purn) Mochamad Iriawan. Tak hanya dikenal matang di bidang reserse kriminal, pria kelahiran Jakarta, 31 Maret 1962 ini pernah menjabat sebagai kapolda di tiga wilayah berbeda.

Perwira tinggi lulusan Akpol 1984 ini saat menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya pernah menangani kasus kontroversial pembunuhan berencana pengusaha Nasrudin Zulkarnaen yang melibatkan Ketua KPK kala itu, Antasari Azhar.

Sejak itu, perjalanan kariernya terus mananjak. Ia kemudian ditugaskan menjadi Kapolda Nusa Tenggara Barat pada 2012 dan berselang setahun menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat pada akhir 2013.

Dari Kapolda Jawa Barat, Iriawan ditarik ke Mabes Polri. Ia diberi tugas sebagai Kadivkum Polri dan berlanjut sebagai Kadivpropam Polri. Tak lama kemudian, pada 2016 ia diangkat menjadi Kapolda Metro Jaya.

Dalam tugas barunya, Iriawan ikut turun ke lapangan dan terlibat secara langsung dalam pengamanan aksi damai 4 November 20016 yang menuntut penahanan Gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia pun menjadi garda terdepan pengamanan Jakarta yang sedang menggelar hajatan Pilgub DKI 2017.

Usai memimpin kepolisian di wilayah Ibu Kota, Iriawan kemudian menjabat Asisten Kapolri Bidang Operasi dan Sekretaris Utama Lemhannas. Kenyang dengan pengalaman di kepolisian, pada 18 Juni 2018, Iriawan dilantik Mendagri Tjahjo Kumolo sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat menggantikan Ahmad Heryawan hingga 5 September 2018.

Dunia baru kembali didapat Iriawan ketika dia memenangkan pemilihan Ketua Umum PSSI dalam Kongres Luar Biasa PSSI di Hotel Shangri-La Jakarta pada 2 November 2019. Atas kemenangan itu dia didapuk sebagai Ketua Umum PSSI periode 2019–2023.

Namun, impian Iriawan menyelesaikan tugasnya di PSSI dengan mulus menjadi buyar akibat terjadinya tragedi memilukan di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu (1/10/2022). Dalam peristiwa yang disebut Tragedi Kanjuruhan tersebut sebanyak 132 nyawa melayang dalam kerusuhan di dalam stadion.

Meski sudah minta maaf dan berjanji mengusut kasus tersebut, Iriawan tetap didesak untuk mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban. Selain itu, desakan untuk digelarnya Kongres Luar Biasa PSSI mengemuka yang akhirnya diputuskan bakal digelar pada 16 Februari 2023.

Keputusan mengejutkan diambil Iriawan dengan memastikan dirinya tidak akan mencalonkan diri lagi untuk posisi yang sama pada periode 2023-2027. Hal itu disampaikan Iriawan usai Kongres Biasa PSSI 2023 di Jakarta, Minggu (15/1/2023).

Lantas, apa pengalaman berkesan yang didapat Iriawan selama memimpin PSSI dan apa yang akan dilakukan seorang Iwan Bule setelah tidak lagi menjabat?

Berikut petikan wawancara Mochamad Iriawan dengan Marco Tampubolon dalam program Bincang Liputan6.

 

 

Dari Polisi ke Sepakbola

bule
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelum menjadi Ketua Umum PSSI, sebenarnya seperti apa sosok Mochamad Iriawan atau Iwan Bule?

Mungkin publik juga tahu saya berkarier di kepolisian, dari bawah, tentu dari letnan dua sampai terakhir pensiun pangkat bintang tiga. Saya banyak bertugas di reserse.

Di Polda Metro dulu ramai-ramai kasus Pak Antasari Azhar kan, itu saya ketua tim penyidikannya. Terus pernah juga membawa pulang Gayus Tambunan yang dari Singapura itu, saya kombes waktu itu menjabat Wakil Direktur Kamtranas di Bareskrim Polri.

Setelah itu saya sempat menjadi kapolda, bahkan tiga kali. Di NTB, Jawa Barat, dan di Metro Jaya. Di Metro Jaya yang ramai waktu itu, pengamanan 212 dan 411, yang waktu itu ada isu Surat Al-Maidah yang penistaan agama dari Pak Ahok tempo hari yang ramai sekali itu.

Kabarnya Bapak memang berasal dari keluarga polisi?

Kebetulan Ayah saya polisi juga, saya mengikuti jejak Ayah saya, sekarang anak saya juga polisi juga. Ada tiga sekarang yang jadi polisi, menantu satu. Mungkin begitulah kalau melihat bapaknya atau kakeknya jadi ikut semua. Malah saya arahkan ke beberapa bidang lain dia tetap larinya ke polisi lagi, polisi lagi.

Bapak sendiri berasal dari Jawa Barat?

Iya, saya orang Jawa Barat. Saya besar di Bandung. Lahirnya di Jakarta, di Tanah Abang. Jadi Alhamdulillah saya pernah jadi Kapolda Jawa Barat dan Kapolda Metro Jaya, tempat saya lahir dan saya dibesarkan. Ibu orang Sukabumi, ayah saya orang Kuningan, lama di Bandung dari umur 3 tahun sampai dengan lulus SMA.

Nah, Bapak juga akrab disapa Iwan Bule, bagaimana ceritanya?

Nama saya Mochamad Iriawan, tapi panggilan kecilnya Iwan, ada panggilan kecil, jadi Mochamad Iriawan Iwan. Soal panggilan Bule mungkin itu karena memang perawakan saya yang tinggi, besar, putih. Memang ada faktor keturunan juga dari kakek saya.

Kakek saya menikah dengan Nenek saya, Kakek saya orang Jerman, menikah dengan nenek saya orang Indonesia, turun ke Ibu saya jadi ada 50 persen. Kemudian Ibu saya menikah dengan orang Indonesia asli turun ke saya, jadi ada 25 persen. Jadi masih adalah 'bulenya', ha...ha...

Kalau mengenal sepak bola sejak kapan?

Saya dari kecil hobi sepakbola, dari TK malah, SD, SMP. Sempat main di klub junior di Bandung, Sidolig waktu itu ya, sayapnya Persib lah gitu.

Kemudian, dulu kan di belakang rumah saya ada lapangan bola, namanya Lapangan Lodaya, itu dipakai oleh Pop, satuan olahraga Polri. Jadi latihannya di situ. Jadi saya sehari-hari bisa main bola, setiap saatlah.

Tapi enggak dilanjutkan?

Saya waktu itu mau terus menggeluti sepakbola, tapi Ibu saya bilang harus fokus sekolah aja. Mungkin Ibu saya punya pertimbangan lain. Saya memang selalu mengikuti apa yang jadi arahan orangtua, khususnya Ayah dan Ibu saya.

Punya klub favorit dong, Pak?

Tentu ada. Yang lokal Persib pasti. Kalau yang luar Liverpool

Bapak kemudian menjadi Ketua Umum PSSI melalui KLB tahun 2019. Bapak ketika itu menang secara aklamasi dengan angka mutlak. Apa yang Bapak janjikan ke pemilik suara saat itu?

Kita yakinkan saja bahwa saya menjadi Ketua Umum dibantu oleh teman-teman Exco lainnya untuk lebih memajukan sepakbola itu saja. Jadi kepada mereka saya sampaikan bahwa kita punya program, baik tim nasional, kompetisi maupun industri itu semuanya harus berjalan dan saya banyak roadshow ke teman-teman pemilik suara, pada voter di seluruh Indonesia, baik Asprov, Liga 1, 2, 3 menyampaikan visi-misi.

Tapi saya lebih banyak bertanya tentang masalah. Apa yang terjadi di klub, kenapa, dan termasuk jadwal kompetisi. Kemudian apa namanya, kesejahteraan wasit salah satunya. Kemudian lain-lain, apa yang masih belum ditindaklanjuti oleh federasi. Saya minta masukan dari mereka.

Saat itu apa yang menjadi mayoritas keluhan klub-klub?

Banyak, ada beberapa hal. Kalau ada pertandingan, piala-piala mungkin yang harusnya cepat hadiah diberikan lambat, itu masukan. Sertifikat-sertifikat kepelatihan telat, banyak kan gitu. Wasit juga memang waktu itu hanya Rp 3 juta sekali memimpin, tapi saya tingkatkan Rp 10 juta.

Ketika terpilih sebagai Ketua Umum PSSI, apa yang paling utama ingin Bapak benahi?

Ada dua hal sebetulnya. Yang pertama adalah Timnas kita harus bunyi. Harus bunyi itu harus betul-betul bisa memberikan kebanggaan kepada rakyat Indonesia. Karena sekali lagi sepakbola dan Timnas alat pemersatu bangsa, ya. Kalau sudah Timnas main, tidak ada lagi suku, bangsa, golongan, semua pakai Garuda.

Bahkan para suporter klub yang sering berhadapan jadi satu. Jadi itu saya sampaikan. Jadi Timnas kita harus betul-betul bisa memberikan kontribusi. Yang sekarang saya lakukan itu ya, bukan saya sebenarnya, saya hanya bagian kecil, partikel kecil, yang mendorong mereka tentunya dibantu oleh semua ya.

Di sana pemain lebih dominan, pelatih, manajer, sampai kitman, tukang pijat itu lebih dominan dari saya. Tapi saya concern kepada mereka, sehingga mereka tempatkan pelatih itu sebagai adik saya, seperti Shin Tae-yong dan pemain itu sebagai anak saya, saya ayahnya. Jadi semua kepentingan mereka harus saya akomodir.

Prioritas kedua?

Masalah kompetisi. Kompetisi kita harus baik benar, bersih, enak ditonton. Karena alhamdulilah, suka tidak suka, boleh tanya di kompetisi di Asia ini kita cukup naik level profesionalnya. Ya permainannya, penampilannya, kemudian wasitnya pun kan jauh lebih baik. Kita lakukan peningkatan sejahteraan wasit dari Rp 3 juta ke 10 juta. Boleh ditanya di level kompetisi di Asia, kita levelnya naik. Bisa ditanya itu.

Terus kemudian, itu parameternya dari apa? Dari pemain, pemain mahal. Sekarang di industrinya jelas meningkat. Sekarang valuasi Liga 1 tuh tinggi. Dulu Liga 2 hanya 2, 3, 4 miliar, sekarang hampir 12 ke atas dan dimiliki oleh beberapa orang yang memang tadinya tidak pernah akan menyangka mereka ada di bola.

Seperti Raffi Ahmad, Atta Halilintar, Baim Wong, (Prilly) Latuconsina. Berarti ada hal yang menarik sehingga dia berbisnis di situ. Ada hal menarik di sepakbola, kenapa? Mungkin dia percaya, kan gitu. Silakan tanyakan kenapa dia ekspansi ke sepak bola. Itulah beberapa pencapaian yang alhamdulillah bisa kita lakukan.

Lantas, bagaimana Bapak melihat hubungan antara sepakbola dan industri?

Jadi peningkatan profesionalisme dalam kompetisi itu pasti akan meningkatkan sponsor, menghasilkan uang, kan gitu. Disitulah industri bergerak. Sekali lagi, marwah sepakbola adalah kompetisi. Kalau kompetisi tidak jalan maka berhenti ekosistem itu.

Disitulah bergerak uang, karena menurut Lembaga Pengkajian Ilmu Ekonomi UI, kalau kompetisi berhenti itu Rp 4 triliun uang kita tidak bergulir. Itu dikaji secara teori ilmu kelimuan ya.

Mendorong Kompetisi di Tengah Pandemi

bule
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Harusnya Bapak bekerja selama empat tahun, dari 2019 sampai 2023. Tapi pandemi membuat semua kegiatan terhenti. Apa yang terjadi?

Kita memang harus berhadapan dengan Covid-19. Tanggal 2 November 2019 saya dilantik jadi Ketua Umum PSSI, langsung saya berangkat ke Filipina 22 hari mendampingi anak-anak Timnas SEA Games di sana. Alhamdulillah, meskipun tidak berhasil, kita dapat runner up ya, itu saya tungguin.

Itu bentuk tanggung jawab saya kepada Timnas meskipun saya masih dinas jadi Sestama, masih dinas di Lemhannas. Saya izin ke Gubernur Lemhannas Pak Agus Widjojo, sekarang Beliau jadi Duta Besar Indonesia di Manila, Filipina.

Saya bilang, Pak mohon dengan hormat, kami harus nungguin mereka, karena mereka memerlukan kehadiran orangtuanya di sana sebagai dorongan semangat dan kita mengakomodir apa kesulitannya. Alhamdulillah, saya terima kasih kepada mantan Gubernur Lemhanas yang mengizinkan saya. Itu bentuk tanggung jawab saya pada Timnas.

Bagaimana ketika Covid-19 membuat aktivitas sepakbola berhenti?

Ketika itu kita mulai fokus kepada kompetisi Liga 1-2. Musim 2020-2021 waktu itu kick off 29 Februari 2020 di Stadion Bung Tomo Surabaya, Liga 1 jalan. Alhamdulillah, karena saya berjanji ke publik kick off tanggal 29 Februari. Alhamdulillah sesuai dengan janji.

Kemudian Liga 2 pada 14 Maret, itu 14 hari setelah Liga 1, itu di Balikpapan. Itu kick off jam 7 malam, jam 9 saya dapat kabar dari Pak Menpora bahwa pemerintah meminta semua kegiatan olahraga diberhentikan karena situasi Covid. Bahkan malam itu sudah ada salah satu menteri di kabinet yang terjangkit Covid-19.

Saya kaget, kok bisa berhenti sepak bola ya? Kan kita nggak pernah tahu juga apa itu Covid-19 waktu itu. Virus atau bakteri semacam apa nggak ngerti kita. Tapi ya tanggal 16 saya berhentikan, padahal Liga 2 sudah banyak main di Papua segala macam. Saya berpikir, waduh ini berhenti sepakbola sampai kapan?

Jadi setelah 16 Maret kita membuat surat edaran seluruh Indonesia kalau kompetisi diberhentikan. Kita berpikir, waduh ini sampai kapan? Ternyata memang panjang dan kita harus memilih karena alasan kemanusiaan lebih tinggi.

Habis itu kita tahu bahwa dari berhentinya kompetisi itu membuat banyak sekali kesulitan dari stakeholder sepakbola, baik pemain, pelatih, wasit, semualah ya, pasti hidupnya dari sepakbola mereka.

Kompetisi berhenti, bagaimana dengan PSSI sendiri sebagai organisasi, apakah juga terdampak?

Alhamdulilah, semua pegawai tidak ada yang di-PHK. Tetap jalan meskipun work from home ya. Tapi ada juga sebagian kecil waktu itu masih, bukan lockdown, PPKM lah ya waktu itu, berhenti. Tapi tidak ada yang diberhentikan.

Itu bentuk tanggung jawab Ketua Umum dan teman-teman yang menjabat. Ya kita berusaha bagaimana biar tetap masih ada. Kantor kan juga nyewa kan, tetap dibayar.

Dananya dari mana, Pak?

Rahasia dong, ha...ha...

Lantas apa langkah yang dilakukan PSSI terkait dengan kompetisi?

Kita berusaha meyakinkan pemerintah bahwa kompetisi harus bergulir. Kalau Timnas saya meminta ke pemerintah, tolong dibantu Timnas yang under 20 yang tahun 2001 tadinya akan main dan dimundurkan, tetap latihan dalam situasi Covid dan mereka bisa latihan ke Kroasia, keluar ya.

Timnas kita harus jalan karena mereka harus bertanding nanti di World Cup. Kita cari polanya bagaimana. Sampai enam kali lah saya meyakinkan pemerintah, ya dengan susah payah, dengan meyakinkan bahwa ini harus jalan. Ya memang sulit, semuanya kan memang berhenti.

Saya bilang pembinaan ini kalau berhenti dalam satu tahun sama dengan satu generasi hilang, itu teorinya. Tapi ya semua juga berhenti. Tapi maksud saya kan di tempat lain masih jalan, seperti Vietnam, Thailand kan jalan. Tapi ya kita harus mengikuti sistem pemerintah Indonesia dan kebijakannya.

Dengan susah payah akhirnya alhamdulilah Pak Menpora, tentunya atas izin Presiden akhirnya mengizinkan pramusim, pramusim itu sebelum kompetisi, itu Piala Menpora. Dengan format bagaimana menghadapi kompetisi saat Covid, itu tiap hari antigen, dua hari sekali PCR, pemasukan tidak ada, kita bayar. Di kontrak tidak ada membayar swab dan antigen. Tapi di lapangan bayar itu. Itu betul-betul masa sulit yang luar biasa.

Sampai akhirnya Liga 1 bergulir?

Dengan sistem yang waktu itu bubble, pelan-pelan sampai ada penonton dan sebagainya. Alhamdulillah, jadi satu tahun empat bulan lah otomatis sebetulnya roda bergulirnya sepakbola Indonesia.

Selama satu tahun empat bulan, apa saja catatan prestasi atau rapor hijau PSSI?

Alhamdulillah ya, dalam situasi yang sulit setelah Covid, kita terus mengawal Timnas kita. Ada beberapa pencapaian atau hasil yang luar biasa. Tentunya bukan saya, sekali lagi saya pasti partikel terkecil lah ya, memberikan semangat.

Jadi pencapaian yang membanggakan antara lain Timnas senior kita lolos Piala Asia, yang sudah 17 tahun tak kita dapatkan. Mereka cukup membanggakan, 17 tahun lho. Kemudian Timnas kita juga rangking FIFA-nya naik dari 179 saat menjabat saya Desember 2019 sampai Desember kemarin 2022 itu 151. Berarti ada loncatan 28 negara kita loncatnya.

Dalam catatan 10 tahun terakhir ini baru yang pertama gitu. Kemudian Timnas wanita juga 33 tahun tidak pernah lolos Piala Asia, alhamdulilah lolos. Kemudian juga U-20 yang sekarang sedang bersiap Piala Asia juga lolos. Dan kemarin AFF U-16 Iqbal cs itu, juga berhasil membawa Piala AFF ya.

Kehadiran Shin Tae-yong juga menjadikan Timnas Indonesia punya warna baru?

Ya salah satunya pelatih menentukan dan pemain tentunya.

Trofi, Jersey dan Fairmont

bule
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dengan semua capaian tadi, artinya tinggal raihan trofi yang belum didapatkan?

Ya kalau saya dihitung dengan masa kerja cuma 1 tahun 4 bulan masih bisa begitu, kembali lagi bahwa sepakbola ini proses, dikatakan trust the process, butuh proses ya. Butuh proses mungkin 4-5 tahun ke depan, kan Vietnam juga 10 tahun menyiapkan, Thailand 15 tahun.

Makanya saya mengimbau kepada publik, suporter ya mohon bersabar. Semuanya juga ingin baik, ingin mencapai hasil yang maksimal, ingin membawa juara. Jadi kasih anak-anak space untuk berproses. Karena kita lihat pemain kita sudah mulai oke-oke lah ya. Kelihatan kan dari postur, bodinya, mentalnya, fisiknya sudah mulai kan?

Memang harus digembleng, dari usia dini, dari 16 kemudian 20, nanti 23, kemudian ke senior itu berkesinambungan. Ini pemain kan banyak nih, Marselino, Ronaldo Kwateh, sekarang ada di luar. Ini lama-lama tambah bagus lah mereka.

Kabarnya jersey Timnas kita sekarang buatan lokal?

Saya memang ingin memajukan UMKM yang ada di kita ya, karena Pak Presiden pernah menyampaikan arahan kan, lebih baik memakai produk lokal yang tentunya tidak kalah dengan produk luar kan. Saya membuat kontrak untuk baju atau jersey Timnas kita dengan produk lokal yang tadinya memang luar ya.

Ternyata produk lokal tidak kalah bersaing dan bagus. Saya mengubah dari beberapa produk luar menjadi produk Indonesia Mills. Saya tidak kenal juga.

Awalnya itu proses bidding ya, Pak?

Ya, dari beberapa produk ya. Dan saya meminta untuk yang betul-betul pabriknya di Indonesia dan pegawainya Indonesia. Ya dapat pabriknya di Indonesia, pegawai orang Indonesia, kantor Indonesia. Dan sekarang ternyata yang dipakai oleh Timnas kan nggak kalah bersaing dan dipakai juga oleh salah satu klub di luar. Saya dengar beberapa klub di luar memesan itu, ya alhamdulillah.

Bagaimana Bapak membangun huhungan dengan para pemain?

Pemain itu kan anak-anak ya. Umurnya ada yang 16 ada yang 23. Ya meskipun 30 kan itu anak saya. Anak saya yang tertua umur 36. Jadi kalau Marc Klok itu ya kaya anak saya lah. Saya harus memposisikan itu kepada mereka agar mereka nyaman, agar mereka benar-benar total kepada tugasnya selaku pemain Timnas.

Jadi itu saya lakukan, saya akomodir kekurangan mereka seperti apa, transportasi, akomodasi, kemudian juga jersey-nya. Sekarang bisa 11 pasang mereka punya. Dan kalau mereka sudah mungkin ada TC ada 30 pemain kemudian hanya dipanggil 23 sisanya tidak terpanggil itu dibawa bajunya.

Mungkin dulu tidak begitu, mungkin ya, tapi yang jelas itu pada zaman saya. Saya tidak menyampaikan sebelum saya. Jadi kemudian tidurnya sekarang di Fairmont lho. Fairmont adalah salah satu hotel termahal, terbagus di Indonesia dan di Jakarta.

Dan kemarin juga sempat dicarterin pesawat kalau nggak salah?

Oh ya, kemarin kita carterin pesawat. Saya ingin memberikan kenyamanan kepada mereka. Meskipun tidak berhasil lolos, tapi kan kita maksimal dari federasi. Itulah care kita kepada mereka.

Sementara Vietnam di sini yang setelah main home ya, mereka belum nyampe, kita sudah nyampe gitu. Yah memberikan kebanggaan lah bahwa itulah yang dilakukan Federasi Sepakbola Indonesia.

Ketika gagal meraih prestasi, bagaimana Bapak menghadapi para pemain?

Pasti mereka tetap harus semangat, karena ini bukan segalanya, bukan akhir segalanya. Masih ada hari esok yang kamu harus lebih baik dari sekarang. Jadikan suatu pembelajaran, kemudian jadikan satu evaluasi sehingga mereka nanti akan lebih baik.

Jadi harus melakukan itu, karena tidak boleh mereka kita jatuhkan mentalnya. Justru kita harus tetap berikan apresiasi. Yang namanya sepakbola kan belum tentu berhasil semua.

Cerita Iwan Bule di Malam Tragedi Itu

bule
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kapan Bapak pertama kali mendengar Tragedi Kanjuruhan?

Saya di Jakarta dan sedang mengikuti pertandingan liga. Saya melihat juga ketika itu laga sudah selesai. Saat babak terakhir itu Persebaya sudah menang kan, jadi saya tinggalkan ke kamar mandi karena saya mau shalat.

Tiba-tiba Wakil Ketua Umum telepon saya bahwa ada kejadian orang meninggal enam. Enam, saya kaget, kok banyak sekali gitu, ada apa? Sampai akhirnya ditelepon lagi. Kemudian 12, 28,38, wah ada apa? Saya tanya, terus dan muncul video, sudah ramai di medsos.

Waduh, saya bilang, saya harus langsung berangkat. Malam itu kalau pesawat langsung berangkat saya berangkat mungkin. Baru pagi saya berangkat pada pesawat pertama ke Malang, kemudian kita langsung ke rumah sakit, langsung ke Kanjuruhan melihat apa yang terjadi.

Ya tentunya itu bentuk tanggung jawab saya, saya berada di tengah-tengah mereka dalam kedukaan, meskipun saya disampaikan oleh istri saya, oleh anak saya, Pak, jangan berangkat Pak, Bapak dari sini saja, karena situasinya kan sedang sedih di sana.

Saya bilang, Nak, Papa harus di sana. Papa harus berada di tengah-tengah saudara Papa yang kedukaan karena bentuk tanggung jawab Papa sebagai ketua federasi. Meskipun kejadian itu kan sebetulnya saya di Jakarta, itu kejadian di Malang, tapi kan itu bentuk tanggung jawab saya memberikan dukacita mendalam.

Kan enggak mungkin ada apa-apa juga, toh mereka Saudara-saudara kita, malah saya diterima baik oleh keluarga korban. Saya tahlilan sampai hari ketujuh di sana. Saya ke rumah sakit, kemudian saya melihat ke Kanjuruhan. Jadi itulah, saya memang tidak banyak bicara di media, karena saya pikir tidak eloklah situasi dalam keadaan duka saya terlalu banyak nongol. Yang penting saya ada di sana.

Kemudian hari kedelapan saya baru balik ke Jakarta. Kita memikir apalagi langkah kita yang harus dilakukan. Makanya itulah bentuk tanggung jawab saya berada di sana, semaksimal mungkin saya lakukan, karena kejadian sudah terjadi, korban meninggal sudah ada.

Ya itu tentu terpukul saya, saya sedih sekali, waduh kok bisa terjadi ini. Waduh betul-betul itu kelam sekali, betul-betul menyedihkan dan saya terpukul sekali waktu kejadian itu ya.

Menurut Bapak penyelesaian dari tragedi ini sudah on the track?

Saya pikir kalau domain itu sudah di penegak hukum ya, kalau saya bertanggung jawab selaku ketua federasi, saya sudah lakukan transformasi sepakbola. Bagaimana memperbaiki semua sektor yang masih kurang di dalam sepakbola ini. Kan dari FIFA sudah ada pendampingan.

Waktu itu kan ada desakan mundur kepada saya. Saya bukan tidak ingin meninggalkan jabatan, jabatan itu amanahlah. Apa sih artinya jabatan ketua umum? Nyawa kita pun dipanggil hari ini juga nggak bisa nolak kan?

Tapi saya ingin menyelesaikan tugas saya di mana saya harus tanggung jawab, ini organisasi besar, bukan organisasi kecil lho. Jadi saya harus nakhodai sampai selesai betul-betul sesuai dengan aturan yang ada.

Yang nantinya kan diminta KLB saya lakukan itu kan. Kalau mundur itu bukan menyelesaikan masalah, itu menurut saya pengkhianat, pengecut, pecundang menurut saya, jadi saya hadapi.

Termasuk dengan menghadapinya melalui KLB?

Kalau nantinya KLB ya saya lakukan itu, itu proses kan, kalau mundur saya nggak gentle menurut saya, justru saya harus hadapi ini. Saya memimpin transformasi sepakbola dibantu oleh semua, kementerian- kementerian terkait termasuk Polri, maka menghasilkan stadion harus direnovasi, kan ada tuh.

Kemudian, jadwal kompetisi harus diatur lagi, kan sudah ada tuh. Kemudian juga safety and security itu harus dilakukan, ada perubahan sekarang, Perpol Nomor 10 Tahun 2022, itu kan berarti transformasi sepakbola.

Kemudian juga suporter harus bisa memperbaiki apa yang selama ini masih banyak kekurangannya. Suporter tentu ada oknum, tidak semua suporter gitu. Itu bentuk tanggung jawab saya. Saya memutuskan KLB itu bentuk tanggung jawab juga.

Bahwa ada pasal yang mengatakan dari TGPF bahwa kalau federasi tidak KLB maka kompetisi tidak jalan. Saya lebih memilih jabatan saya, daripada kompetisi nggak jalan. Artinya untuk kepentingan lebih besar kan, enggak masalah.

Saya sampaikan pada saat rapat akan kita perjuangkan KLB. Saya bilang ini kan jabatan hanya titipan saja. Kita lebih mementingkan masalah yang lebih besar. Karena kalau berhenti kompetisi maka ekosistem tidak jalan. Marwah sepakbola di kompetisi.

Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada sepakbola. Hampir 120 ribu orang hidup menggantungkan dari sepakbola. Masa harus saya pertahankan jabatan ini demi itu? Nggak boleh dong, kan gitu.

Ketika Exco mengusulkan KLB, Bapak sama sekali tidak menolak?

Saya termasuk salah satu yang mengusulkan KLB lho. Jadi setelah itu kita putuskan KLB. Jadi itulah bentuk keinginan saya supaya kompetisi ini bergulir.

 

Saya Tidak Mencalonkan Diri Lagi karena...

bule
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Apa yang membuat Bapak akhirnya memutuskan untuk tidak mencalonkan lagi di KLB PSSI?

Saya pikir saya sudah cukup.

Baru bisa bekerja 1 tahun 4 bulan lho, Pak?

Saya kan beragama Islam, saya istikharah. Jadi saya minta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa, yang tertinggi. Jadi ya petunjuknya sudah, serahkan kepada yang lain, mungkin saya sudah cukup, begitu.

Ini jadi fakta menarik sebenarnya, Pak. Bapak diangkat lewat KLB, berhenti juga di KLB. Dan KLB yang sekarang digelar usai Tragedi Kanjuruhan, bagaimana Bapak melihatnya?

Tragedi Kanjuruhan bagi saya sebagai warga negara yang baik, harus mengikuti proses yang ada. Saya kan sempat diperiksa kan? Diperiksa sebagai saksi. Justru saya senang karena disitulah membuat saya betul-betul menjadi warga negara yang baik.

Meskipun saya mantan polisi, mantan jenderal, tapi saya hadir. Saya membuktikan, dua kali. Jadi clear kan? Sekarang proses persidangan juga sudah ada. Ya mungkin publik bisa melihat.

Kemarin tanggal 14 Januari saya sampaikan tidak maju. Saya bilang beri kesempatan saya sebulan dua hari, saya akan mengawal ini untuk bisa nanti ada KLB dengan aman, lancar, kondusif, terkendali dan menghasilkan pemimpin sesuai dengan harapan publik dan mungkin voter-voter yang ada, itu harus saya jaga.

Sosok calon Ketua Umum seperti apa yang berpotensi membawa PSSI menjadi lebih baik?

Saya rasa semua calon baik ya untuk bisa jadi Ketua Umum. Yang terpenting mereka harus bisa meyakinkan nanti para voter bahwa apa yang jadi visi-misi masing-masing calon Ketua Umum itu diterima. Itu saja.

Kalau saya sendiri kan tidak ada pekerjaan lain selama menjadi Ketua Umum PSSI, jadi totalitas kepada kegiatan yang office kantoran ya. Kalau pas tugas mungkin tidak, tapi saya bisa pergi setiap saat lihat liga, Timnas, rapat, dan sebagainya. Saya pikir harus fokus ya, harus fokus. Tapi ya pasti bisa Beliau-Beliau membagi waktu lah.

Namun saya sampaikan, saya tidak sempurna mengurus federasi, pasti ada yang bagus, ada yang tidaknya, kan bisa dilihat mana yang bagus ditingkatkan, mana yang belum harus betul-betul pula diangkat.

Selain itu, harus tulus ikhlas mengurus sepakbola ini. Kemudian jangan pernah, jangan pernah kenal lelah karena cukup capek ya. Tapi ya kalau kita lakukan dengan enjoy, dengan hati gembira ya terlalui juga ya, alhamdulillah.

Dari banyak legacy yang sudah Bapak tinggalkan, apa yang paling Bapak harapkan untuk dilanjutkan kepengurusan berikutnya?

Mungkin yang belum tercapai adalah adanya training center atau pemusatan latihan. Beberapa bulan lalu sebelum kejadian Kanjuruhan, saya sudah menghadap Pak Presiden dan Beliau menyampaikan akan memberikan bantuan kepada Federasi PSSI untuk menyiapkan lahan di IKN seluas 50 hektare, itu ideal sekali dan Beliau akan membangun tujuh stadion untuk tempat latihan dan fasilitas lainnya.

Ya sekali lagi terima kasih kepada Pak Presiden, Beliau yang concern, betul-betul luar biasa pada sepakbola. Instruksi Presiden yang keluar dalam olahraga hanya sepakbola. Inpres Nomor 3 Tahun 2019 dan Beliau pada saat akan melantik menteri-menteri kepada Pak Zainudin Amali menyampaikan jangan lupa Pak Zainudin Amali sepakbolanya.

Jadi harus dimanfaatkan atensi Beliau kepada sepakbola yang masih betul-betul belum tercapai dalam kepengurusan saya yaitu tempat training center atau training camp. Mudah-mudahan bisa terealisir.

Terakhir Pak, setelah tidak lagi di PSSI apa kegiatannya nih? Apa benar mau maju di Pilkada Jabar?

Kalau bisa saya melamar jadi wartawan, ha...ha...

Benar nih ggak ada rencana terjun ke dunia politik, Pak?

Biarkan waktu berlalu, nanti apa pun perintah yang diberikan oleh negara maupun oleh rakyat saya siap melaksanakan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya