Suwardi: Saya Menjadi Petarung karena Kepepet, Nggak Ada Pilihan Lain

Saat melawan Erpinsyah, Suwardi secara mengejutkan melahirkan teknik kuncian baru yang diberi nama Wardicana.

oleh Rinaldo diperbarui 03 Nov 2023, 17:39 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2023, 08:00 WIB
suwardi
Juara Nasional tarung mixed martial arts (MMA), Suwardi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Jalan hidup memang tak ada yang tahu. Namun yang pasti, kesuksesan pastilah berangkat dari kerja keras. Hal itu pula yang diamini Suwardi, pria asal Magetan, Jawa Timur, yang kini menjelma menjadi petarung tangguh di ring octagon di mana namanya melegenda dalam ajang Mixed Martial Arts (MMA) Indonesia, One Pride.

Lahir pada 25 Desember 1984 di Desa Bogoarum, Kecamatan Plaosan, Magetan, Jawa Timur hidup Suwardi penuh warna. Sejak kecil, kehidupan anak pertama dari pasangan Giman dan Tarmi ini memprihatinkan mengingat orangtuanya tergolong kurang mampu. Alasan itu pula yang membuat dia rela untuk menempuh pendidikan hanya sampai SMP.

Tak banyak bekal yang dia dapat dari pendidikan tersebut. Hanya saja, sejak kecil dia menyukai olahraga bela diri dan sempat menimba ilmu silat di Persaudaraan Setia Hati Terate. Melihat tak ada yang bisa dijadikan sandaran hidup, Suwardi memutuskan untuk merantau ke Madura.

Tak banyak pilihan pekerjaan di Madura, Suwardi akhirnya memutuskan berjualan bakso. Awal tahun 2000, Suwardi memutuskan pindah ke Bogor, Jawa Barat dan bekerja di bengkel motor. Banyak pekerjaan yang kemudian dilakoni Suwardi seperti kuli pasar, penjaja minuman, tukang gali kabel hingga penjaga kos-kosan hingga akhirnya dia bersentuhan dengan dunia MMA.

Semuanya berawal ketika Suwardi mengantarkan temannya berlatih Brazilian Jiu-jitsu di daerah Mangga Besar, Jakarta Barat. Saat ditawari untuk berlatih, Suwardi menolak karena tak mampu membayar uang iuran. Melihat potensi Suwardi, pelatih pun memberi kelonggaran untuk berlatih tanpa membayar iuran namun harus membersihkan tempat latihan setiap hari.

Meski sudah menjadi atlet bela diri, penghasilan yang didapat belum memuaskan Suwardi dan dia memutuskan meninggalkan Jakarta untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit di Bogor. Namun, bekerja di perkebunan tak lantas membuat Suwardi meninggalkan latihan bela diri.

Langkah menuju petarung profesional Suwardi dimulai saat bergabung dengan Synergy Asta di Bogor. Sejumlah pertandingan dia jajal di Bandung dan Jakarta. Bahkan, Suwardi sempat menjadi Juara 1 Submission Challenge Bandung dan Juara 1 Submission Challenge ISC pada 2014.

Tahun 2016 kesuksesan itu datang. Ia melihat peluang lebih besar ketika mengetahui ada turnamen MMA tingkat nasional bertajuk One Pride MMA. Tanpa ragu, dia ikut audisi dan tampil gemilang serta keluar menjadi juara di kelas terbang setelah mengalahkan Rengga Raphael Richard di babak final One Pride MMA dalam tempo kurang dari satu menit.

Pada Februari 2019, Suwardi menorehkan catatan khusus di MMA Internasional dengan teknik barunya. Saat melawan Erpinsyah, Suwardi secara mengejutkan melahirkan teknik kuncian baru yang diberi nama Wardicana.

Hingga kini total Suwardi telah bertanding sebanyak 17 kali dengan catatan 14 kemenangan dan 3 kekalahan. Suami dari wanita bernama Rita ini juga tengah menunggu pertandingan berikutnya untuk mendapatkan Sabuk Abadi One Pride.

Di usianya yang menginjak 39 tahun, Suwardi mengaku belum mau untuk pensiun. Bahkan, ayah tiga orang anak ini baru saja mempertahankan gelar juara di final One Pride ke-72 MMA pada Sabtu 9 September 2023 lalu.

Lantas, apa alasan Suwardi belum mau turun dari octagon? Berikut petikan wawancara Ratu Annisaa Suryasumirat dengan Suwardi dalam program Bincang Liputan6.

 

Suka Menari dan Tak Suka Berkelahi

suwardi
Juara Nasional tarung mixed martial arts (MMA), Suwardi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Apakah benar Mas Suwardi suka dengan olahraga bela diri sejak kecil, khususnya pencak silat?

Kalau mau cerita sih sebenarnya nggak dari kecil saya suka bela diri ya, dari kecil itu saya lebih suka menari. Saya suka nari tradisional, suka ikut kejuaran-kejuaraan, event-event di kampung daerah Magetan. Sempat dimajuin juga sama sekolah dan sempat juara-juara juga.

Cuma dikarenakan anak-anak desa kami itu wajib harus ikut pencak silat jadi mau nggak mau dengan keterpaksaan pada saat itu, kelas 3 SD itu, saya masuk pencak silat, padahal saya nggak suka kekerasan gitu.

Tapi begitu masuk 2, 3 bulan, 4 bulan saya kok merasa jatuh cinta nih sama pencak silat. Ternyata nggak cuma seni gerak juga ternyata, karena di situ kita diajarin moral yang bagus juga.

Artinya, sejak kecil Mas Suwardi tidak termasuk anak yang bandel dan suka berkelahi?

Justru saya lebih banyak di-bully malah, karena nggak pernah namanya berkelahi, pokoknya saya lurus-lurus banget. Saya di-bully di sekolah sejak SD sampai SMP. Tapi ya dikarenakan orangtua sempat pesan jangan dibalas, biar Tuhan yang balas, ya sudah saya santai saja.

Begitu masuk ikut pencak silat juga saya dapat ilmu untuk gimana caranya kita mengendalikan diri dengan apa yang kita punya. Jadinya slow-slow aja, nggak ada bandel, saya baik banget dulu.

Kok ada yang berany mem-bully, kan mereka tahu Mas Suwardi ikut pencak silat?

Kan di tempat saya semuanya ikut pencak silat. Mungkin saya agak kurang nih ilmu pencak silatnya makanya mereka berani nge-bully saya. Mereka belum tahu saja sekarang kaya apa, ha..ha..ha..

Setelah jadi petarung MMA pernah tidak ketemu dengan mereka yang dulu mem-bully?

Sempat. Ada satu kejadian nih, dia sekarang seorang polisi. Terus dulu pernah saya dilempar batu, terus di-bully, ditendang. Pada saat saya juara MMA dia telepon, 'eh sorry ya dulu itu kita masih kecil'.

Saya prank aja kan, nggak terimalah, kita selesaikan saja sekarang kata saya, cuma ngetes doang. Tapi terakhir ketemu ya kita ngopi bareng, ketawa-ketawa gitu, ya senang aja lihat orang pucet gitu. Saya ngertilah itu kan kita masih kecil, belum dewasa, belum bisa ya mikir dewasa.

Lantas, bagaimana awalnya Mas Suwardi bisa bertarung di octagon MMA?

Sebenarnya nggak ada keinginan untuk masuk ke sana, karena pada saat saya memulai pencak silat saya tidak pernah ikut bertanding sekalipun, bahkan yang amatir sekalipun. Jadi saya tidak punya bekal bagaimana sih rasanya kita berkompetisi di arena melawan orang itu nggak pernah.

Kejadian tahun 2014, anak saya lahir kembar, cewek-cowok, itu kondisi ekonomi saya lagi jatuh-jatuhnya itu. Nah, di tahun 2015 ada audisi lewat sosmed, apa ini ya mungkin pintu rezeki saya gitu. Saya coba memberanikan diri masuk, nggak tahunya terpilih dengan modal yang apa adanya itu, dan alhamdulilah masuk di One Pride MMA.

Intinya sih garis besarnya karena kebutuhan, karena kepepet, nggak punya pilihan saya beranikan diri masuk ke sana demi menghidupi keluarga.

Saat pertama kali masuk octagon adakah perasaan takut, cemas, gelisah melihat lawan yang sudah profesional?

Saya sih nggak pernah takut melawan orang, tapi saya takut lawan kamera pada saat itu, karena kan banyak banget disorot kiri, kanan saya. Waduh, saya masuk TV nih, mana saya buluk gitu kan, pada saat itu kan saya sering banget dijuluki petarung kurang gizi karena kerempeng, kecil.

Ya, maklumlah belum ada modal waktu itu, jadi takut sama kamera. Yang kedua baru takut sama lawan, karena yang kita hadapi itu orang-orang yang sudah berpengalaman di bidang bela diri. Ya syukur ahamdulillah, pertandingan pertama itu saya menang dalam waktu 45 detik.

Wah cepat banget ya?

Melawan juara gulat nasional kalau nggak salah waktu itu, dari Semarang. Sempat kaget waktu itu, terus saya lihat di YouTube banyak yang nanya, siapa nih? Orang yang nggak pernah ikut kok tiba-tiba menang, dari mana? Camp mana? Terus kok namanya Becak Lawu, siapa ini?

Kenapa bisa dipanggil Becak Lawu?

Jadi pada saat pengambilan profil pertama kita di One Pride itu kan kita diwajibkan ngambil profil dengan gaya-gaya kita bertarung, terus harus wajib memberikan nama julukan. Saya bingung kan pada saat ditanya, eh nama julukannya apa gitu? Wah, apa ya?

Saya bingung karena nggak pernah punya julukan selama ini, masa saya Blacky gitu kan nggak mungkin kan. Nah, terus si kamerawannya bilang, biasanya tuh hewan-hewan buas katanya, contoh karena asal saya dari Gunung Lawu, Magetan, Macan Lawu atau Singa Lawu gitu.

Terus saya ngaca kan, nggak ada sangar-sangarnya ini, masa saya macan kayak gini kan, kebanting sama namanya. Terus saya keinget ada satu kendaraan ciri khas di lereng Gunung Lawu untuk mengangkut hasil bumi dari Gunung Lawu dibawa ke Pasar Plaosan, itu namanya Becak Lawu.

Jadi, ya oke saya ambil nama itu dengan tujuan ya mudah-mudahan saya menang, saya berhasil dan bisa menjuarai turnamen MMA ini, nama daerah saya juga naik, otomatis kan perekonomian orang juga naik karena destinasi wisata, Danau Sarangan, orang berbondong-bondong ke sana. Harapan kecilnya cuma itu.

Tapi ya jadi rusak pencarian Google, ketika orang mau nyari nama Becak Lawu asli kayak apa, yang keluar saya, apaan nih? Kendaraan apaan nih? Karena yang muncul wajah saya, ha..ha..ha..

Apakah benar Mas Suwardi pernah hampir ditolak oleh One Pride, kenapa?

Iya sempat ditolak, itu karena kesehatan ya, karena kan saya berangkat audisi itu naik sepeda dari Bogor ke Kelapa Gading. Itu tiga jam, tiga jam kita naik sepeda. Mungkin karena kecapean tes kesehatan saya nggak lolos.

Di situ yang saya merengek-rengek ke tim dokternya, ayo dok ini harapan saya untuk bisa berkarier di sini, harapan saya untuk bisa menafkahi keluarga saya gitu kan. Terus kata dokternya doa saja, istirahat sebentar ntar juga pulih bisa masuk.

Cuma di situ saya lihat waktunya sudah mepet banget, penutupan dan pendataan awal audisi nih. Saya masih belum stabil juga, tensinya tinggi banget lah. Kurang tidur, kurang istirahat, ya mungkin gizi buruk juga. Tapi pas di ujung-ujung waktu saya minta dites kembali, alhamdulillah berhasil lolos.

 

Teknik Wardicana dan Sabuk Abadi MMA

suwardi
Juara Nasional tarung mixed martial arts (MMA), Suwardi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Saat melawan Erpin Syah di tahun 2019, Mas Suwardi bikin heboh karena menciptakan teknik baru yang namanya Wardicana. Itu seperti apa dan bagaimana bisa membuat teknik tersebut?

Jadi kan sebenarnya itu kebiasaan pada saat latihan bersama teman-teman, entah itu di Neo sini ataupun di Asta Bogor. Saya ngulik, ngulik apa ya gerakan yang aneh yang nggak bisa dibaca sama lawan gitu kan. Saya coba ngulik ini bisa, coba itu bisa, oh ini gagal.

Saya coba praktekin ke teman latihan, sakit nggak, saya tanyain, wah iya nih, mantap nih. Nah, karena itu hal yang baru yang kita ciptain itu belum terdaftar namanya kita nggak tahu kan, ya sudah pokoknya teknik itu aja gitu.

Nah, pada saat fight saya hampir kena beruntun banyak pukulan masuk sampai berdarah juga saya. Saat posisi di bawah saya kena lututnya Erpin, nah langsung saya keinget sama teknik saya tuh. Wah, ini posisinya pas untuk pengambilan teknik itu. Ya saya ambillah teknik itu yang Wardicana itu.

Terus presenternya bingung tadi itu kemenangannya apa? Sama inspektur pertandingannya, Wardicana aja, apaan tuh? Jadi ya Americana yang ditemukan oleh Suwardi, katanya gitu. Oh ya sudah terserah gitu.

Jadi seperti itu dan heboh banget sampai Jiujitsu Time dari Amerika meliput semua, masuk berita yang heboh, sempat diwawancarai orang Singapura juga.

Basic-nya basic kuncian Americana, cuman kayak apa ya, saya modifikasi gitu. Karena biasanya orang kan ngambil pakai tangan, saya ngambil pakai kaki.

Kabarnya Mas Suwardi juga akan segera mendapat Sabuk Abadi MMA One Pride?

Satu pertandingan lagi kita kan dapat Sabuk Abadi, mungkin perkiraan antara Februari atau Maret tahun depan. Jadi ketentuan untuk mendapatkan Sabuk Abadi itu tiga kali kemenangan mempertahankan gelarnya gitu. Jadi ngeraih dulu nggak dihitung, habis itu putaran pertama dihitung satu, kedua dan ketiga.

Jadi harus memenangkan empat pertandingan sebenarnya ya? Yang satu cuma tiketnya?

Iya tiket masuknya. Cuman untuk masuk dapat tiket itu kan harus rebutan dengan banyak orang, sementara di kelas saya flyweight itu kelas neraka kan, belum pernah ada yang punya Sabuk Abadi, di tempat lain sudah ada itu.

Kenapa bisa dibilang kelas neraka? Apa karena lebih banyak petarungnya?

Satu itu, petarungnya banyak. Yang kedua rata-rata orang Indonesia kan di berat saya kan? di kisaran 56 atau berat harian mereka 60, itu sudah umum banget berat orang Indonesia. Jadi ya banyak banget orangnya di situ dan itu jago-jago semua, top-topnya Indonesia di sana.

Jadi sulit ya untuk mempertahankan gelar di kelas ini?

Iya sulit. Buktinya kan saya juara One Pride di season dua, terus kemudian sebelum dapat Sabuk Abadi kalah, itu saya mau nggak mau harus mengulang lagi dari awal.

Jadi harus berturut-berturut menangnya ya?

Saya dapat lagi, saya pertahanin, kalah lagi, berjuang lagi, baru sekarang ini mulai lagi, prosesnya dari 2016.

Bagaimana Mas Suwardi mempersiapkan diri untuk pertandingan berikutnya?

Dulu awal-awal sih bingung ya karena kita nggak tahu program atlet seperti apa. Tapi setelah berjalannya waktu, sekali dua kali pertandingan, saya ketemu dengan beberapa teman yang klop, yang klik, bisa saya ajak latihan bersama, kita buat program.

Pada saat training camp atau persiapan pertandingan kita tahu, oh yang disiapin itu ini, bulan pertama ini, bulan kedua ini, h-6 tuh ini gitu semuanya sudah tertata. Jadi, sudah tidak menemukan kesulitan lagi dan bisa menularkan ke anak-anak didik.

Menurut Mas Suwardi, apakah menjadi atlet MMA saat ini sudah bisa menjadi sandaran ekonomi?

Kalau cuman mengandalkan pertarungan MMA tok itu belum bisa. Terus ya kalau untuk yang punya nama, ya bukan nyombongin diri, kita sudah dapat kayak bintang iklan gitu, beberapa produk. Itu sih oke, tapi kan ada banyak banget petarung yang nggak bisa untuk kasar katanya menjual dirinya.

Dia tahunya cuman berantem saja gitu. Padahal ini kan sportainment, ada sisi sport-nya, ada sisi entertain-nya. Karena kita di sportainment mau tidak mau harus bisa menjual diri, karena kan ketika kita bisa menjual diri mungkin banyak banget produk-produk yang melirik kita ya itu jadi sumber tambahan penghasilan kita nantinya.

Artinya menjual diri ini seperti apa investasi yang perlu dilakukan? Apakah ambil kelas seperti kelas modeling kah atau public speaking gitu?

Nggak sih. Kalau saya sih lebih ke apa ya, kayak apa yang saya punya saya gali lebih dalam dan saya lap sampai mengkilat, kasar katanya seperti itu. Jadi karena saya seorang atlet, saya akan gunakan sosmed sebaik mungkin untuk bahan promosi saya. Entah itu dari sisi komedi saya, sisi edukasi saya atau sisi fight saya.

Di situ kalau kita bisa mengolah dengan baik ya kemarin buktinya pada saat saya kemarin bikin parodi saja yang nonton 1,8 juta kan, wah berhasil nih gitu. Nah berikutnya kan kita bisa kaya selipin produk atau gimana itu bisa, ya sisi jualannya di situ sih.

Merantau dan Menikah Muda

suwardi
Juara Nasional tarung mixed martial arts (MMA), Suwardi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Bisa diceritakan kehidupan Mas Suwardi sebelum mengenal MMA?

Saya cuma lulusan SMP dan tidak bisa meneruskan dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu, bisa dibilang kurang mampulah gitu, yang mengharuskan saya bekerja karena ada adik saya masih kecil ada 2 orang.

Saya kerja pada saat itu di Magetan dulu jadi tukang sol sepatu di sebuah industri kulit gitu. Terus kemudian dikarenakan wah kok kerja di kampung itu nggak ngumpul ya gitu kan, duitnya ya habis buat rumah, sudah duitnya nggak seberapa.

Akhirnya saya merantau ke Madura. Di sana saya jualan bakso ikut orang. Nah, setelah di Madura jualan bakso keliling pakai sepeda. Ya, suka dukanya banyaklah namanya juga kita kerja sama orang kan? Tidur kalau di Madura kan musalanya kan di depan rumah terus nggak ada pintunya gitu, kita tidur di situ.

Tiap hari selama dua tahun itu. Nah, lepas dari itu saya ke Surabaya, di sana jualan kayak minuman-minuman limun, terus ada jajanan-jajanan dari bis ke bis, terminal ke terminal gitu, kemudian ke pelabuhan. Pokoknya ikut-ikut ke bis kayak pedagang asongan gitu.

Setelah lepas dari situ balik lagi ke Magetan ngesol sepatu lagi, kemudian saya ke Cianjur jadi kuli pasar, itu sekitar umur 18 tahun. Setiap pagi, karena saya kerja di bos grosiran besar, jadi mengantarkan belanjaan ke toko-toko kelontong.

Nah dari situ ke Bogor, di sana kerja di bengkel AC mobil ikut saudara juga. Tapi ya namanya ikut saudara ya, kadang-kadang ya begitu. Tapi tetap harus bersyukur juga saudara sudah ngajarin saya bekal ilmu teknik yang sangat berguna pastinya kan.

Terus dari AC itu saya sempat kerja di Jakarta juga, di salah satu bengkel AC, kemudian sambil jagain kos-kosan.

Semua kerjaan kayak pernah ngerasain nih Mas Suwardi ya?

Ya, terutama yang kasar-kasar ya? Kemudian, pada saat di bengkel AC itu saya menikah, sekitar umur 19 tahun.

Muda banget ya?

Muda, kalau nggak salah tuh saya dapat uang Rp 5 juta dari borongan itu, saya nggak tahu mau ngapain uang nih. Wah, nikah ah gitu, enak saya gituin. Kayaknya istri saya ini habis putus sama cowoknya gitu, mau saja sama saya. Ayo gitu kan, ya sudah jadi deh, ha..ha..ha...

Pada saat di Jakarta itu saya bertemu dengan komunitas grappling. Oh ini kaya ilmu bagus banget nih, yang kepakai sampai sekarang ini pada saat saya fight. Yang ngajarnya bule namanya Nicole Hall.

Terus, saya kan cuma nganterin doang tuh karena kan saya lihat gila bayarannya mahal banget, nggak mampulah kita. Terus saya nanya, habis tuh dikasih diskon deh buat kamu katanya, tetap nggak kuat. Ya sudahlah, sini saja sambil bersih-bersih, habis tuh latihan selesai bersihin lagi katanya. Oke, siap. Kalau itu bisa.

Setiap datang tangan saya hitam-hitam kena oli kan disuruh bersihin dulu. Dari situlah kayak saya jatuh cinta sama yang namanya Brazilian Jiujitsu yang jadi ciri khas saya sampai sekarang.

Tapi pekerjaan kasar masih ada, saya jadi gali tanah. Saya sempat putus dari jiujitsu karena mau nggak mau punya keluarga, kita harus ngehidupin apalagi sudah punya anak kan?

Saya kerja serabutan dari tempat A ke tempat B banyak deh pokoknya itu, sampai dilempar ke Pekanbaru. Di sana gali-gali kabel kayak kabel-kabel optik itu yang kalau nggak salah itu satu meter 25 ribu.

Wah lengkap banget perjuangan Mas Suwardi. Dulu menikah umur 19 tahun, kenalan sama istri di mana dan kayak gimana ceritanya bisa kenal sama istri?

Karena saya nggak pernah pacaran, wah cantik nih, kayaknya oke nih. Coba tembak gitu, ngajak kenalan, selang seminggu terus saya ajak nikah mau dia.

Kenalnya berapa lama?

Cuma seminggu.

Seminggu kenal langsung ngajak nikah?

Iya.

Secepat itu bisa menggaet Mba Rita, apakah karena kharisma atau apa?

Nekat sih sebenarnya, bukan karisma, nekat. Cuma itu, pada saat kita menikah muda yang saya alami nih, berbagi pengalaman juga buat teman-teman, ternyata ya labil kitanya. Nggak yang sedewasa pada saat orang menikah di umur matang ya. Saya kan sempat cerai juga, tapi balik lagi.

Itulah dikarenakan kita nggak ada persiapan dan cuma wacana nikah saja, ternyata banyak hal yang harus kita pelajari pada saat menikah kan. Nggak cuma modal cinta, punya duit nikah, nggak tahunya harus punya sisi kedewasaan, pekerjaan yang mapan, penghidupan yang layak, yang wajib harus dikuasai si suami harus bisa itu kan, itu pelajaran buat kita semua sih. .

Lantas bagaimana tanggapan istri dengan profesi yang Mas Suwardi pilih?

Tadinya saya kan merahasiakan tentang apa yang saya lakuin, apa yang saya tanding itu kan saya rahasiain dan ternyata saya nggak tahu kalau ternyata ditayangkan di TV nasional. Jadi, itu kamu yang tanding katanya? Ah bukan, saya bilang gitu.

Ketika itu Mas Suwardi ngakunya kerja apa ke istri?

Pada saat itu kan saya kaya ngeborong ngecat, kuli bangunan gitu kan. Pas balik, kenapa wajah? Jatuh dari sepeda gitu kan, ngantuk saya gituin. Kok jatuh dari sepeda aneh bentuknya katanya gitu. Orang mah lecet itu, di sini, di sini, di sini. Ya, pokoknya jatuh deh saya bilang gitu kan. Oh, oke.

Ya mungkin nggak terlalu peduli juga, yang penting aman-aman saja. Begitu tahu ya saya baru jujur, sempat dilarang juga sih, karena kan siapa sih yang mau melihat suaminya mungkin kerjanya kayak gitu kan. Ya, kasar kata dia bahasa sayangnya gitulah.

Eh, begitu saya buktiin kalau nggak seseram yang kamu kira kok, ini lho saya bisa jaga diri, jenjang karier seperti ini dan bisa membuka peluang lain seperti ini, ini, ini, saya lihatin semuanya baru, oh silakan, tapi jangan lama-lama katanya.

Mungkin istri takut nanti ada cedera yang akan dialami oleh Mas Suwardi?

Mungkin dia takut kehilangan saya kan? Ha...ha...ha...

Kalau anak-anak sendiri bagaimana melihat bapaknya bertarung seperti itu?

Anak yang paling besar sih men-support, semuanya men-support, yang paling sering ikut saya pertandingan yang paling gede, karena kan usianya juga sudah boleh nonton di tempat, 17 tahun ke atas kan boleh nonton di sana.

Nah yang kecil-kecil ini nggak boleh nih, cuman saya lihat bakatnya kok ada di yang satunya gitu. Saya pengin ikut pertandingan silat, Ayah, kata dia. Oke Putri kecil Ayah, saya bilang gitu doang.

Anak saya yang pertama perempuan, yang kedua kembar kan cewek-cowok. Ya yang cowok demen bola. Tapi tetap saya bilang ke anak saya yang main bola itu, namanya Tristan.

Dek, lihat nih, saya lihatin tuh kayak ada bola dan kerusuhan dan orang berantem, semua akan combat sport pada waktunya, saya bilang. Lihat ujung-ujungnya berantem kan, berarti harus bisa berantem, Dek. Oh gitu ya, Yah? Iya, saya ajarin tinju mau.

Mendorong Anak untuk Sekolah Lebih Tinggi

suwardi
Juara Nasional tarung mixed martial arts (MMA), Suwardi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pendidikan Mas Suwardi hanya sampai SMP, bagaimana caranya mendorong anak-anak agar pendidikan mereka lebih baik dari ayahnya?

Pastinya kan kita akan kasih contoh-contoh orang-orang yang berprestasi, orang-orang yang sukses ya. Kalau mereka sukses biasanya kan dengan pendidikan yang bagus, pendidikan yang bagus otomatis kan jenjangnya juga bagus.

Ketika sekolah bagus pun juga harus dibarengi dengan dia sekolah yang pintar juga kan? Kalau pintar, berguna buat sekolahan, nanti diambil perusahaan-perusahaan besar mungkin, ya kita tetap kasih edukasi itu. Sama kita compare dengan keadaan saya itu. Ayah kan cuma kaya gini, jadinya cuma petinju doang.

Yang jelas mereka tentu sangat mengidolakan ayahnya?

Iya, si kembar itu mengidolain banget, di sekolah pun dia bilang ini anaknya Becak Lawu. Saya bilang jangan, itu nggak boleh, nanti takut orang-orang.

Bagaimana ketika anak Mas Suwardi mengatakan ayahnya meski cuma lulusan SMP bisa berprestasi, kenapa harus sekolah tinggi-tinggi?

Tetap kita jelasin juga bahwa dulu itu neneknya Dedek kurang mampu, jadi Ayah nggak bisa sekolah. Nah, sekarang Ayah kan mampu, Dedek harus bisa sampai mungkin S2 atau mungkin doktor, silakan gitu. Teman-teman sekolahnya juga pasti akan seperti itu. Oke sih, semangatnya sih oke.

Kemudian, Mas Suwardi kabarnya sekarang juga menjadi pelatih anaknya Raffi Ahmad dan Nagita Slavina nih. Bagaimana ceritanya, Mas?

Ceritanya itu, kemarin pada saat ada suatu kejadian, saya nggak tahu persisnya ya, katanya sih kena pukul Rafatharnya terus habis kena pukul Mama Giginya itu kayak panik gitu, panik, marah-marah mungkin trus nggak tahu ceritanya gimana, pokoknya cariin guru olahraga, guru tinju.

Jadi Mas Suwardi diminta mengajarkan ilmnu bela diri?

Kalau kemarin itu sih saya jelasin ke Aa Raffi sama Mama Giginya ya kita belajar ini buat building character saja. Nggak cuma kita bisa berantem tapi bisa ngendaliin diri dengan baik itu paling penting.

Jadi ketika kita bisa bela diri dengan baik, orang juga akan segan untuk mengganggu kita, itu sih. Nggak cuma Rafathar, juga ada beberapa artis kayak Dodit, Dewa Budjana kan sama, tapi mereka nggak tahu bukan buat berantem sih kayaknya, buat biar kuat kayaknya.

Sejauh ini bagaimana pola Mas Suwardi mengajarkan Rafathar?

Namanya anak-anak ya kita kan nggak bisa kita samain kayak kita melatih orang-orang dewasa yang harus A, B, C, D harus cepat bisa. Dunia anak kan dunia bermain, jadi benar-benar kita kemas secara naluriah anaknya biar berjalan, mainnya dapat dan latihan juga dapat. Jadi kayak dibikin fun, ada kayak bikin game-game kecil kayak lempar bola.

Berapa kali latihannya dalam seminggu?

Nggak pasti. Kadang-kadang kan dia juga lagi sibuk, sibuk dengan acara sekolahnya juga, Aa Raffi kadang-kadang lagi nggak ada. Tapi tetap kalau ada kesempatan berangkat ke Andara.

Katanya orang-orang yang bergelut di dunia bela diri itu sabar-sabar, apa benar, Mas?

Tergantung. Setelah saya mengerti nih, sampai sejauh ini biasanya orang-orang yang belajar striking itu lebih klotokan, lebih kurang sabar. Contoh belajar tinju, belajar Muay Thai lebih gampang emosian.

Tapi kalau kita belajar kayak Brazilian Jiujitsu, wrestling, gulat itu orangnya lebih humble malahan. Tapi kalau MMA lebih nunduk lagi dia. Jadi karakter bela diri itu nanti akan ada imbasnya ke orang.

Nah ini PR gurunya untuk selalu mengingatkan bahwa ya sudah kalau kalian belajar striking, tinju, Muay Thai, kickboxing dan lain, ingat ini bukan buat berantem, bukan emosi, paling seperti itu sih. Ingetin terus-terusan. Tapi memang bawaan kita panas, cowok hot.

Kenapa Mas Suwardi belum ada rencana untuk pensiun?

Saya sebenarnya sudah mengajukan pensiun dari dua tahun yang lalu, cuma ada beberapa teman-teman dari One Pride yang melarang, jangan dulu, kamu masih bagus, masih kuat, nanti kalau kamu pergi pada hilang sponsornya.

Oh ya sudah kalau gitu, saya ngeliat juga saya masih oke, masih enjoy ngelakuin pertandingan, ya sudah. Sambil menata beberapa pekerjaan untuk masa pensiun.

 

Cerita Ketika Pulang Kampung

suwardi
Juara Nasional tarung mixed martial arts (MMA), Suwardi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Apa aktivitas Mas Suwardi di waktu luang dengan keluarga?

Kalau sama keluarga sih ya biasanya kita kayak belajar bareng, bermain bareng. Kadang-kadang kayak edukasi anak, saya kan suka main bikin-bikin sesuatu kayak dari kayu, gergaji, saya ajarkan mereka.

Kadang-kadang meja nih, tolong bantuin Ayah. Kan mau tidak mau mereka merhatiin, oh begini cara bikin meja, cara bikin bangku, cara ngelas yang baik seperti ini, karena dasar saya kan teknik, otodidak ya bukan teknik di akademi, nggak gitu.

Rumah saya separuhnya saya yang bikin sendiri. Cicil pelan, pelan, pelan atap terakhir. Dari pondasi, cor tiang, bata, plester, kemudian saya pasang atapnya, bikin baja ringan sendiri, pasang genteng dulu.

Dari kapan bikinnya, dari awal menikah?

Nggak, habis menang One Pride 2016, cicil pelan-pelan. Pulang kerja bikin sendiri, santai saja saya ngabisin waktu saya di situ daripada saya keluyuran nggak jelas. Eh, jadi gitu, yang terakhir pasang keramik, sendiri semuanya.

Jadi kayak saya punya keluh kesah di luar, kayak keresahan saya pada saat kerja, saya lampiasin ke situ, ke hal-hal positif.

Pernah kejadian, kondisinya belum beres semuanya, lantainya belum dipasang keramik, besok Lebaran. Kata istri ini gimana nih besok Lebaran?

Sudah kamu tidur saja, pokoknya kamu bangun ini sudah kepasang semua, kata saya. Pas bangun sudah beres, itu saksi mata istri Saya. Habis itu saya nggak salat Id, saya tidur dah. Nggak kuat, ha..ha..ha..

Kan kalau kita serba bisa terus ngelakuin sesuatunya mampu kan nanti anak-anak kita juga akan niru kan. Oh, Ayah ini seperti ini, seperti ini, saya harus bisa ngelebihin Ayah. Patokan mereka harus lebihin saya kan.

Mas Suwardi masih suka pulang ke Magetan?

Suka, tapi kadang-kadang diam-diam.

Pulang diam-diam karena sudah terkenal ya?

Jadi kalau pulang, di kampung saya kan jarang yang pakai helm tuh, mereka naik motor seliweran kanan-kiri. Ya mungkin banyak yang tahulah, di kampung mana yang pakai helm sih. Saya sendiri pakai helm.

Bukannya sombong, kadang-kadang kalau kita nih dari titik satu ke titik yang kita tuju banyak berhentinya kan nggak nyampe-nyampe. Eh Mas Suwardi apa kabar? Foto, cekrek oke. Baru satu meter, eh Mas Suwardi gimana kabar?

Kalau di kampung kan harus benar-benar ngobrol kan dan ngobrol kan nggak bisa semenit dua menit, bisa lima menit, 10 menit walaupun cuman basa-basi. Makanya saya diam-diam kalau pulang.

Apalagi kalau sama dulur-dulur PSHT, Pencak Silat PSHT itu. Waduh, sudah kayak dukun saya nanti. Datang ke rumah 100 orang, 200 orang. Kan kasihan Emak saya bikin kopi terus.

Pernah tuh kejadian seperti itu?

Pernah kejadian dan setiap kali pulang pasti kejadian. Karena kita di PSHT punya rasa persaudaraan yang sangat kuat kan. Terbukti pada saat saya fight, mereka datang semua, seribu orang. Waktu lawan Rudy 10 ribu orang datang itu, memang solid kita.

Kejadian juga kadang-kadang sampai jam 3 pagi, saya ngantuk gitu. Ada satu orang yang nggak mau pulang, kenapa Mas? Dia bilang, saya tahu Mas Suwardi punya isian, katanya gitu. Isian apaan nih? Nah saya ada pisau, Mas, tolong diisi, Mas.

Pokoknya saya tahu Mas itu bukan orang sembarangan, kata dia. Saya bingung kan, ini mau gimana? Sudah jam setengah dua pagi nih, kalau Saya nggak ngambil tindakan dia nggak pulang nungguin.

Ya sudah saya ke dapur, saya bikin teh hangat saja tuh. Saya bilang, sudah saya isi, Mas. Dia kemudian pegang dan minum, wah rasanya beda, katanya ha..ha..ha.. Tersugesti dia.

Cuma saya takutnya dia cerita ke teman-temannya kan? Takutnya kan menjalar kemana-mana, dari mulut ke mulut, padahal nggak ngapa-ngapain kan, cuman saya pengen dia cepat pulang saja ya.

Ya itulah yang bikin saya kadang-kadang pulang tuh diam-diam. Bukannya maksud apa, kadang-kadang saya menjaga privasi Bapak-Ibu saya juga sih. Karena apa pun yang kita lakukan, kita pengen orangtua kita nyaman.

Mas Suwardi mungkin ada pesan untuk para Sahabat Liputan6.com yang terinspirasi ingin seperti Mas Suwardi yang sukses seperti sekarang?

Untuk teman-teman semua yang menyaksikan obrolan ini, generasi-generasi muda terutamanya, tetap bersemangat. Apa pun keadaan kalian, kalian bisa. Pokoknya jangan sampai keadaan yang buruk bikin kita nggak bisa ngapa-ngapain ya, tetap bisa.***

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya