Waspada Bahaya Brain Hacking melalui Disinformasi

Fenomena disinformasi dapat disebut dengan brain hacking yang melibatkan eksploitasi kelemahan otak dan psikologi manusia untuk mempengaruhi persepsi dan keputusan.

oleh Anasthasia Yuliana Winata diperbarui 15 Mei 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2023, 18:00 WIB
Ilustrasi diri sendiri, percaya diri, berpikir
Ilustrasi diri sendiri, percaya diri, berpikir. (Photo by Vanessa Garcia : https://www.pexels.com/photo/photo-of-man-in-deep-thoughts-6325894/)

Liputan6.com, Jakarta - Di era internet dan teknologi, banyak orang telah mengakses internet sehari-hari. Tidak heran karena internet terfasilitasi dengan fitur, media, dan konten yang memenuhi kebutuhan manusia.

Namun, jangan sampai terlena dengan kenyamanan yang diberikan internet karena tidak semua hal yang ada itu positif. Salah satu hal yang perlu diwaspadai adalah narasi atau cerita yang mungkin mengandung hoaks, misinformasi, dan disinformasi. 

Melansir dari themayor.eu, cerita mampu menarik perhatian dan menimbulkan respons emosional seseorang. Hal ini membuktikan bahwa otak manusia rentan dimanipulasi. Terlebih di era media sosial dan komunikasi saat ini hoaks sering kali ditemukan.

Tidak hanya  hoaks, disinformasi yang dibuat dan disebarkan untuk memanipulasi kepercayaan, perilaku, dan identitas seseorang juga menjadi masalah.

Fenomena disinformasi dapat disebut dengan brain hacking yang melibatkan eksploitasi kelemahan otak dan psikologi manusia untuk mempengaruhi persepsi dan keputusan.


Menyasar Kerentanan Seseorang

Psikolog
Ilustrasi layanan psikologi. Credits: pexels.com by cottonbro

Istilah brain hacking berasal dari ilmu komputer yang digunakan untuk menggambarkan proses eksploitasi kerentanan (hacking) dalam sistem komputer. Seiring perkembangan jaman, istilah ini mulai digunakan untuk menggambarkan penggunaan teknologi dan metode lain untuk memanipulasi sikap dan kognisi manusia salah satunya yaitu brain hacking.

Tak seperti hacking pada komputer, brain hacking bekerja ketika kita mendengar cerita yang menyentuh ketakutan atau keinginan seseorang. Ini dapat mengaktifkan emosi dan mengesampingkan pemikiran rasional.

Brain hacking kerap menimbulkan kekhawatiran terkait privasi, persetujuan, dan manipulasi terhadap individu dan kelompok. Terlebih brain hacking dengan disinformasi yang direncanakan oknum untuk memenuhi kepentingan agenda kelompoknya. 

Lebih lanjut, brain hacking dengan disinformasi sangat berbahaya karena menyerang kerentanan seseorang dan mengeksploitasi bias kognitif, sehingga membuat seseorang kesulitan untuk membedakan fakta dan fiksi. 


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya