Liputan6.com, Jakarta Pemberontakan PKI nyaris tak pernah absen dari perkembangan dunia sastra modern. Seperti tidak bisa move on, beberapa karya sastra asli Indonesia bahkan sampai sekarang, masih banyak yang mengusung latar pemberontakan G30 SPKI. Beberapa karya berikut di antaranya ditulis oleh penulis-penulis muda Indonesia yang mungkin tidak sempat merasakan zaman kelam itu. Namun, di antaranya juga ada sastrawan-satrawan senior yang sudah lebih dulu mengulas latar 1960-an. Berikut novel best seller penulis Indonesia seputar G30SPKI.
Ronggeng Dukuh Paruk
1. Ronggeng Dukuh Paruk
Ronggeng Dukuh Paruk merupakan sebuah novel yang ditulis oleh penulis Indonesia asal Banyumas, Ahmad Tohari, dan diterbitkan pertama kali tahun 1982. Novel ini bercerita tentang kisah cinta antara Srintil, seorang penari ronggeng, dan Rasus, teman sejak kecil Srintil yang berprofesi sebagai tentara. Ronggeng Dukuh Paruk mengangkat latar Dukuh Paruk, desa kecil yang dirundung kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan. Latar waktu yang diangkat dalam novel ini adalah tahun 1960-an yang penuh gejolak politik. Novel ini sangat melegenda. Novel ini sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan diadopsi menjadi film layar lebar berjudul “Sang Penari”.
Advertisement
Pulang
2. Pulang
Pulang merupakan sebuah novel memikat dengan latar belakang politik pasca-1965 dan berpuncak pada reformasi 1998. Penulisnya adalah Laila S. Chudori. Laila banyak menulis tentang mereka yang tersisih dari Republik: para eksil dan keturunannya yang ditampik, tapi tak pernah lelah mencari makna tentang bagaimana mencintai sebuah negeri bernama Indonesia. Novel ini merupakan salah satu novel yang lahir akibat pemberontakan G30SPKI.
Amba
3. Amba
Untuk membaca Amba mungkin akan membutuhkan waktu dan energi yang lumayan besar. Pasalnya, novel ini terkesan rumit dan membingungkan. Kisah dalam novel ini cenderung lebih padat dan kompleks. Akan tetapi, jika kamu membacanya dengan cermat, maka akan menemukan ketertarikan. Novel ini mengangkat soal cinta, sejarah, dan politik berlatar 1965. Novel ini pun mendunia. Bahkan penulisnya, Laksmi Pamuntjak, mendapat penghargaan sebagai keynote speaker di festival buku terbesar di Jerman.
Advertisement
Cantik itu Luka
4. Cantik itu Luka
Sama halnya dengan Amba, novel Cantik itu Luka juga ditulis oleh sastrawan muda Indonesia. Dengan riset yang matang dan gaya penceritaan yang dibumbui unsur-unsur magis, Cantik itu Luka meraih beberapa penghargaan. Novel ini juga mengusung latar pemberontakan 1965.
Gadis Kretek
5. Gadis Kretek
Barangkali novel Gadis Kretek ini yang sepertinya agak gampang dipahami, dibanding novel-novel yang mengusung tema PKI sebelumnya. Novel ini bahkan mungkin bisa dibaca sekali duduk. Awalnya novel ini bercerita tentang pabrik rokok atau kretek kemudian merembet ke latar 1965 yang membuat kehidupan para tokoh berubah.
Sebenarnya masih banyak novel-novel Indonesia yang mengusung latar belakang G30SPKI. Pasalnya, diakui atau tidak, PKI telah mencatatkan sejarahnya sendiri di masa berdirinya Republik tercinta ini dan tema soal PKI akan selalu menarik untuk dibicarakan.
Advertisement