Liputan6.com, Jakarta Pulau Sumba sejak lama terkenal dengan keelokan alamnya, mulai dari pantai sampai gunung. Di Sumbawa terdapat puluhan pantai yang memukau, selain masih alami, pantai di Sumba juga mempunyai karakter khas yang tak dimiliki pantai lain. Danau Weekuri, Pantai Mandorak, Pantai Nihiwatu, Kampung Adat tarung, Pantai Marosi, Institut Kebudayaan dan Konservasi, Air Terjun Lapopu, Taman nasional Manupeu dan lainnya.
Adat dan budayanya pun tak kalah memukau. Salah satu yang terkenal adalah kain tenun ikat. Tenun ikat sumba mempunyai ciri khas dengan motif dan tekniknya yang cukup rumit. Untuk menghasilkan selembar kain tenun ikat memerlukan waktu satu sampai 24 bulan. Tergantung motif dan pewarnaanya.
Advertisement
Kain tenun ikat ini dulu hanya dipakai oleh para raja. Namun sekarang semua orang bisa memakai kain tenun ikat ini. Selain sebagai sarung, selimut juga untuk baju, tas, hiasan dinding, pasmina dan lainnya. Umumnya para pembuat kain tenun ikat ini adalah perempuan.
Dulu berkembang keyakinan, jika seorang pria menjadi penenun maka malapetaka akan terjadi. Siapa pun pria yang melanggar aturan itu alat kelaminnya tidak akan berfungsi. Namun ada seorang laki-laki yang berani melanggar aturan adat yang telah ratusan tahun dipercaya itu. Dia adalah Yustinus Wunang. Laki-laki dari kampung Dikawangu, di Sumba Timur ini mendobrak tabu tersebut, meski kedua orangtuanya melarangnya.
Laki-laki yang mempunyai galeri tenun ini mengungkapkan, selain ia sangat mencintai budayanya. Ia ingin berpartisipasi dalam melestarikan kain tenun yang kini makin banyak dikenal, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di beberapa negara.
Ia bercerita, keinginan menjadi penenun itu telah muncul sejak kecil, namun waktu itu jangankan menenun, melongok ke tempat para perempuan yang sedang menenun saja tidak boleh.
Bisa dikatakan ia baru saja mulai belajar menenun. Biasanya ia menenun kain untuk sarung. Kain tenun yang ia hasilkan sebenarnya lebih disukai pencinta kain tenun karena bentuk tenunannya yang lebih padat dibanding kain tenun yang dihasilkan oleh perempuan.
Kain-kain tenun yang ia hasilkan dipasarkan di galerinya yang berada di Pasar Inpres Matawai blok A1 No 27 Lantai dasar, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumba Timur. Galeri kain tenun tersebut ia namai Rihi Eti, diambil dari bahasa Sumba yang artinya murah hati. Para pembeli kain-kain tenunnya kebanyakan warga Sumba untuk keperluan adat, ada juga turis lokal dan asing yang jatuh cinta dengan keelokan tenun yang motifnya sangat filosofis ini..
Selain secara offline, Yustinus juga melayani pembelian online melalui akun Facebooknya, Di galerinya ia tak hanya menjual kain tenun sumba, namun juga tenun Ende, Maumere dan lainnya.
Berminat? Silakan langsung berbelanja.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6