Liputan6.com, Jakarta Pornografi adalah industri benilai jutaan dolar di Jepang. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Jepang memproduksi 30.000 film biru setiap tahunnya. Mereka yang pernah menonton film porno produksi Jepang pasti tahu hal yang khas dalam film dewasa produksi Jepang, adalah pemeran wanita dengan suara desahan yang melengking, berlebihan, dan terkadang seperti suara anak kecil menangis yang dibuat-buat.
Baca Juga
Advertisement
Ada latar belakang budaya yang tersembunyi di balik suara-suara tersebut dalam film dewasa di Jepang. Bagi masyarakat Jepang, sesuatu yang berbau pornografi dapat berkaitan dengan fantasi seksual. Ada anggapan umum di Jepang bahwa perempuan harus tampak seperti polos dan enggan melakukan aktivitas seksual.
Melansir Nextshark (26/1/2018), para wanita dalam tokoh sengaja dibuat seperti tak berdosa layaknya anak kecil. Oleh karena itu, tokoh wanita dalam film dewasa Jepang sengaja didandani dan digambarkan dengan pakaian dan riasan yang membuat mereka terlihat imut dan muda.
Selain itu, suara rengekan yang melengking memang dibuat agar terdengar seperti anak-anak atau anak sekolahan.
"Aku harus memainkan isyarat memalukan seperti pura-pura menangis dan takut. Itu dilakukan untuk membuat pria menjadi bersemangat. Ada hal-hal seperti itu dalam kenyataannya," ujar pemain film dewasa Jepang, Erika Nishimori seperti dikutip dari Vice. Suara-suara seperti itu menurutnya merupakan bagian dari pekerjaannya.
Â
Peran wanita dilihat sebagai penurut atau patuh
Suara tangisan dan erangan seperti menunjukan penolakan dan keengganan juga sengaja ditunjukkan, agar meningkatkan fantasi machismo atau kejantanan dan kegagahan dari seorang pria.
Ide tersebut muncul untuk menunjukan bahwa dalam seks, perempuan seolah-olah menolak tetapi menginginkannya. Dalam budaya Jepang, peran wanita dilihat sebagai pihak yang patuh, penurut, dan taat. Adapun pria dianggap sebagai pihak yang selalu mendominasi.
Tema umum yang dibingkai oleh tokoh wanita dalam film dewasa Jepang, bisa menunjukan bahwa mereka terlihat pemalu dan enggan. Bujukan atau kekuatan pria yang memaksa dalam adegan seks, direspon dengan tangisan atau rengekan dari wanita. Itulah yang ingin ditonjolkan pada penonton.
Masyarakat Jepang kini sudah semakin modern. Pemikiran tersebut sudah mendapatkan banyak kritik. Namun, pihak industri film dewasa masih menyosor target penonton yang berfantasi ria dengan budaya submisif terhadap wanita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Â
Â
Advertisement