Liputan6.com, Jakarta - Suatu negara akan dikatakan berjalan dengan baik apabila di negara tersebut terdapat suatu wilayah atau daerah teritorial yang sah. Pada teritorial ini nantinya akan terdapat suatu pemerintahan yang sah diakui dan berdaulat, serta diberikan kekuasaan yang sah untuk mengatur para rakyatnya.
Kekuasaan yang sah, artinya bahwa pemerintah yang berdaulat, merupakan representasi dari seluruh rakyat dan menjalankan kekuasaan atas kehendak rakyat. Kekuasaan itu sendiri adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dan lain sebagainya) sesuatu.
Advertisement
Baca Juga
Dalam hal ini pemerintah menjalankan kekuasaan atas kehendak rakyat, artinya bahwa berdasarkan konsensus yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah disepakati bahwa rakyat memberikan wewenang kepada pemerintah untuk memerintah, mewakili dan mengurus urusan pemerintahan.
Pembagian atau pemisahan kekuasaan sering dikenal dengan istilah Trias Politica. Konsep Trias Politica pertama kali dikemukakan oleh John Locke, seorang filsuf Inggris yang kemudian Trias Politica dikembangkan oleh Montesquieu dalam bukunya yang berjudul “L’Esprit des Lois.”
Dikutip dari buku "Trias politica dalam struktur ketatanegaraan Indonesia: kekuasaan presiden antara tak terbatas dengan tidak tak terbatas" karya Romi Librayanto, Trias Politica berasal dari bahasa Yunani yaitu “Tri” yang berarti tiga, “As” yang berarti poros/pusat, dan “Politica” yang berarti kekuasaan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa dari Trias Politica adalah suatu ajaran yang mempunyai anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari 3 (tiga) macam kekuasaan, yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Kekuasaan Legislatif adalah membuat undang-undang, kekuasaan Eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-undang, dan kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. Indonesia sendiri juga sebagai negara demokrasi yang merupakan salah satu negara yang menganut konsep Trias Politica ini.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penerapan Trias Politica di Indonesia
Berikut ini adalah penjelasan terkait penerapan Tris Politica di Indonesia berdasarkan setiap pembagian kekuasaannya:
- Kekuasaan Legistatif: Kekuasaan legislatif sendiri adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Terdapat 3 lembaga yang diberi kewenangan legislatif di Indonesia, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
- Kekuasaan Eksekutif: Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan roda pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan ini dipegang oleh Presiden. Namun mengingat kegiatan menjalankan undang-undang tidak mungkin dijalankan seorang diri, oleh karenanya Presiden memiliki kewenangan untuk mendelegasikan tugas eksekutif kepada pejabat pemerintah lainnya yang turut membantu Presiden, yakni para menteri.
- Kekuasaan Yudikatif: Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya atau sederhananya adalah kekuasaan kehakiman.
Advertisement
MPR Sebut Kedaulatan Pangan Harus Diwujudkan Bersama Hadapi Perubahan Geopolitik Dunia
Kondisi politik dunia yang sarat perubahan menuntut anak bangsa bersama-sama tidak sekadar berjuang mewujudkan ketahanan pangan, namun harus mewujudkan kedaulatan pangan.
Demikian hal itu diutarakan Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Pra-Rakernas Partai NasDem bertema Bagaimana Pengaruh Geopolitik dan Geostrategi Dunia Terhadap Pangan Nasional yang digelar secara hibrida oleh Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP Partai NasDem, Rabu (8/6/2022).
"Memaknai dinamika peran Indonesia dalam konstelasi ekonomi dan politik dunia, diperlukan jaminan agar upaya pemulihan ekonomi nasional, jaminan ketahanan pangan dan energi, bisa terlaksana dengan baik," kata dia.
Diskusi yang dimoderatori Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Internasional, Martin Manurung itu menghadirkan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional/Lemhanas RI Andi Widjajanto, Kepala Badan Kebijakan Fiskal/BKF, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.
Selain itu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid, Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia/Aptindo, Franciscus Welirang, dan Akademisi dan Pengamat Pertanian, Bustanul Arifin sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha /KPPU RI, Ukay Karyadi, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional / BPKN) RI, Rizal E. Halim, Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi Partai NasDem Yessy Melania, Ketua Kelompok Fraksi / Kapoksi Partai NasDem di Komisi XI DPR RI, Fauzi H Amro sebagai penanggap.
Menurut Lestari, optimisme untuk mewujudkan kedaulatan pangan harus terus dibangun lewat penerapan langkah-langkah strategis agar mampu mengakselerasi pencapaian tersebut.
Rerie, sapaan akrab Lestari, mengutip pernyataan Bung Karno, saat peletakan baru pertama Fakultas Pertanian Universitas Indonesia pada 27 April 1957, yang menegaskan bahwa persoalan pangan adalah persoalan hidup matinya suatu bangsa.
Rerie menilai, pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina berdampak meningkatnya ancaman pada sektor vital setiap negara, termasuk sektor pangan nasional.
Mengantisipasi dampak tersebut, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, membutuhkan gerak bersama, searah dan tanpa kompromi untuk menjawab tantangan itu.
"Apalagi, pandemi juga menyasar ketahahan suatu negara dalam bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan," kata dia.