Liputan6.com, Jakarta - Di sebagian keluarga, interaksi antara remaja dan orang tua seringkali tidak produktif. Terlalu sering, orang tua tidak memercayai anak remaja mereka (biasanya dengan alasan yang baik). Dan juga sebaliknya, anak-anak mereka tidak memercayai orang tuanya.
Akibatnya, baik orang tua maupun remaja menderita. Orang tua mungkin merasa sedih karena mereka tidak lagi memiliki masukan yang berarti dalam kehidupan anak-anak mereka. Dan para remaja tidak memiliki kesempatan untuk mengambil manfaat dari nasihat orang tua mereka.
Baca Juga
Seorang terapis, Ran D Anbar, dikutip melalui Psychology Today pada Senin (14/11/2022), ketidakpercayaan di antara anggota keluarga dapat dimulai dengan miskomunikasi kecil dan kemudian berkembang, terkadang memuncak pada hubungan yang rusak dan tidak dapat diatasi.
Advertisement
Apalagi jika sudah menggunakan perasaan emosional verbal maupun non-verbal, maka susah untuk diatasi. Ketika orang tua tenggelam dalam emosi dan mulai menyerang secara verbal, itu bisa membuat remaja kewalahan.
Hal ini dapat menyebabkan mereka menutup diri secara emosional dan tidak dapat menerima apa yang orang tua katakan. Mereka bahkan mungkin berpura-pura itu bukan masalah besar padahal dalam dirinya ia menahan untuk tidak meluapkan kekesalannya.
Kemungkinan besar ketika anak remaja menentang atau menghalangi orang tua, itu karena mereka dipicu oleh kritik dan kemudian menjadi reaktif sendiri.
Itulah sebabnya mencoba berdiskusi antara anak dan orang tua tentang ketidaktepatan perilaku mereka keduanya masih dalam keadaan emosi, mungkin bukan salah satu cara yang tepat.
Pesan yang Tepat, Waktu yang Salah
Begitu orang tua mulai mengoreksi anak dengan cara yang kuat, kemungkinan mekanisme pertahanan mereka mulai bekerja dan mereka mulai menghalangi apa yang orang tua katakan.
Hal tersebut normal, karena ini adalah cara untuk melindungi diri mereka sendiri ketika seseorang mengatakan hal-hal negatif kepada mereka.
Namun, akibatnya dapat membuat orang tua tidak berdaya untuk menyampaikan maksudnya pada saat itu. Sayangnya, itulah saat-saat ketika orang tua ingin sekali memberi tahu mereka pendapat tentang mengapa perilaku mereka tidak pantas dan tidak dapat diterima.
Namun sayangnya, waktu yang tidak tepat jika ingin menyampaikan sesuatu kepada mereka yang mana dalam kondisi emosional.
Dalam hal ini, sebenarnya remaja itu harus bisa mendengar orang tua tanpa merasa terancam atau perlu membela diri.
Hal ini bisa dicapai, namun, butuh waktu yang tepat untuk mengatakannya dengan kepala dingin. Saat orang tua merasa anak dalam bahaya atau terlibat dalam perilaku yang tidak dapat diterima, mereka juga menjadi aktif secara emosional. Itu berarti kecenderungan alami orang tua untuk segera menangani masalah tersebut.
Lantas, bagaimana cara yang tepat untuk membangun hubungan baik antara orang tua dan remaja? Simak tipsnya:
Advertisement
1. Dengarkan Satu Sama Lain
Terkadang, anggota keluarga terlihat satu sama lain seolah-olah mereka bertindak tidak rasional.
Penting untuk mengadakan diskusi yang tenang ketika keduanya sudah sama-sama kepala dingin setelah perbedaan pendapat. Di mana, orang tua dan remaja dapat menjelaskan alasan pengambilan keputusan mereka.
Strategi mendengarkan satu sama lain dapat bermanfaat selama interaksi yang mana pendengar mengulangi pemahaman mereka tentang apa yang baru saja dikatakan oleh pembicara.
Jika pembicara merasa tidak didengar dengan baik, mereka diberi kesempatan untuk menjelaskan kembali.
Selama diskusi semacam itu, remaja sering menyadari bahwa mereka belum sepenuhnya memikirkan konsekuensi dari keputusan mereka, tetapi begitu mereka didorong untuk memikirkan suatu situasi, mereka menemukan solusi untuk berbuat lebih baik di masa depan.
Kadang kala pun, orang tua menyadari bahwa masalah muncul kepada anak mereka karena orang tua tidak mengekspresikan diri mereka dengan jelas atau memberikan tanggapan yang ambigu yang disalahartikan oleh anak mereka.
2. Sadarilah bahwa Ingatan Itu Tidak Sempurna
Terkadang, ketika orang tua dan anak sedang mengalami situasi yang ricuh, maka akan ada permasalahan masa lalu lainnya yang ikut terbawa. Dan tidak selamanya perkataan atau perilaku yang di masa lalu itu dapat diingat 100 persen akurat.
Ketika kita berpikir kita memiliki ingatan yang jernih tentang suatu peristiwa, penelitian telah menunjukkan bahwa akurasi kita biasanya sangat terbatas.
Untuk mengisi kekosongan, pikiran bawah sadar kita mengisi memori dengan elemen-elemen yang mungkin tidak terjadi tetapi kita anggap masuk akal.
Jadi, selain meninjau video suatu peristiwa (yang dapat dilakukan oleh peneliti), kita tidak memiliki cara untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Oleh karena itu, pentingnya mendorong remaja dan orang tua untuk menghindari berdebat tentang apa yang terjadi di masa lalu, karena tidak ada pihak yang harus yakin bahwa ingatan mereka benar.
Advertisement
3. Saling Menghormati dan Percaya Satu Sama Lain
Terkadang, orang tua jatuh ke dalam perangkap mengatakan kepada anak remaja mereka, “harus hormat kepada orang tua”. Sementara itu, banyak dari orang tua ini memperlakukan anak-anak mereka dengan kecurigaan dan ketidakpercayaan di hampir setiap situasi.
Dengan dinamika seperti itu, anak-anak terkadang menyerah untuk bersikap jujur karena mengira mereka tidak akan dipercaya apa pun yang mereka katakan.
Membiarkan remaja untuk menghadapi konsekuensi dari keputusan mereka yang kurang optimal adalah metode parenting yang sangat efektif, meskipun butuh waktu lama untuk menghargai pemahaman.
Di sisi lain, ketika orang tua memaksa anak mereka untuk membuat pilihan yang bertentangan dengan keinginan mereka, remaja biasanya memfokuskan energi emosional mereka untuk membenci orang tua mereka daripada belajar bagaimana membuat pilihan yang lebih baik.
Dengan kesabaran dan pemahaman yang lebih baik, orang tua dan remaja dapat menjalin hubungan yang memungkinkan pengasuhan positif terus berlanjut hingga masa dewasa muda dan seterusnya.