Liputan6.com, Jakarta Kadang, kita merasa kesal dengan pasangan. Saat ingin curhat, tanggapan mereka justru bikin tambah emosi. Nada bicara berubah, dan tiba-tiba, kita merasa tidak penting.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Percakapan yang tadinya biasa, pelan-pelan berubah jadi pertengkaran. Kalimat yang keluar bisa terdengar seperti ancaman hubungan. Tanpa sadar, kita sedang mengatakan sesuatu yang terdengar seperti ingin putus.
Sikap seperti itu sering dianggap sepele, padahal bisa berdampak besar. Nada tinggi, sarkasme, dan kalimat ambigu bisa memicu rasa takut pada pasangan. Jika tak diantisipasi, hubungan bisa makin retak.
Daripada menyesal setelah semuanya terlanjur rusak, lebih baik kenali tanda-tanda awalnya. Artikel ini membahas lima sikap yang sering dianggap biasa, padahal diam-diam menyiratkan keinginan untuk mengakhiri hubungan. Plus, cara menghadapi dan menggantinya dengan sikap yang lebih membangun.
Berikut selengkapnya dirangkum Liputan6.com dari Your Tango, Jumat (25/4/2025).
1. Kalimat “Saya sudah selesai!” yang bikin ambigu
Saat emosi memuncak, kalimat "Saya sudah selesai!" sering dilontarkan tanpa pikir panjang. Masalahnya, pasangan bisa bingung selesai dengan argumen atau selesai dengan hubungan? Kalimat ini menciptakan ketidakpastian yang membuat pasangan merasa tak aman.
Lebih baik gunakan kalimat yang jelas seperti, "Ini makin panas. Mari kita istirahat." Kalimat ini memberi sinyal bahwa Anda masih peduli, hanya butuh waktu. Jadi tak menimbulkan kesan ancaman.
Advertisement
2. Ucapan “Aku keluar dari sini!” yang bikin panik
Saat seseorang mengatakan "Aku keluar dari sini!", pasangan langsung merasa terancam. Ini bukan cuma soal pergi dari ruangan, tapi bisa terasa seperti meninggalkan hubungan. Sistem saraf pasangan akan bereaksi karena rasa takut ditinggalkan.
Sebaliknya, katakan "Saya tidak tahan berdebat lagi. Saya akan tenang dan kembali untuk bicara." Ini menunjukkan niat untuk meredakan konflik, bukan kabur. Pasangan pun bisa lebih tenang dan tidak defensif.
3. Ancaman “Saya ingin bercerai!” yang meledak dari emosi
Kalimat ini sering muncul saat emosi sudah mentok. Padahal, banyak orang mengucapkannya bukan karena benar-benar ingin, tapi karena merasa frustrasi. Sayangnya, dampaknya bisa sangat besar dan melukai hati pasangan.
Coba ganti dengan "Saya begitu marah sampai-sampai saya hendak mengatakan hal-hal yang tidak saya maksud!" Ini jujur, tapi tidak menyakiti. Pasangan tetap merasa dihargai walau Anda sedang kesal.
Advertisement
4. Kalimat “Aku pergi!” yang memutus komunikasi
Saat satu pihak mengatakan “Aku pergi!”, itu bisa terasa seperti meninggalkan segalanya. Komunikasi langsung berhenti, dan pasangan ditinggal dalam ketidakpastian. Ini memperburuk suasana yang sudah tegang.
Lebih bijak jika Anda berkata, "Aku mencintaimu, tetapi aku tidak bisa melakukan ini sekarang." Ini menunjukkan bahwa perasaan tetap ada, hanya butuh waktu untuk menenangkan diri. Hubungan pun tidak terasa seperti sedang digantung.
5. Ucapan “Aku tidak tahan lagi!” yang terdengar seperti menyerah
Kalimat ini sering jadi tanda bahwa seseorang merasa kewalahan. Namun di telinga pasangan, ini bisa terdengar seperti titik akhir. Padahal, niatnya mungkin hanya butuh jeda. Katakan saja, "Tunggu, saya perlu bernapas sekarang." Sederhana tapi efektif. Ini memberi ruang tanpa menimbulkan ketakutan akan perpisahan.
Advertisement
Cara Mengantisipasi Hal-hal yang Terasa Seperti Putus Cinta
Ketika emosi meluap, otak kita berubah mode dari "terhubung" jadi "bertahan hidup". Saat itu, semua sinyal bahaya—nada tinggi, gerakan cepat, kata-kata kasar—langsung mengaktifkan sistem pertahanan diri. Kita jadi lebih reaktif dan kehilangan empati. Maka penting untuk menyadari bahwa ketegangan bukan karena pasangan jahat. Tapi karena tubuh kita merasa tidak aman. Menyadari hal ini bisa bantu kita lebih tenang dan objektif dalam menanggapi konflik.
Tahu kapan harus jeda, bukan kabur
Daripada meledak dan pergi begitu saja, penting untuk memberi tahu bahwa Anda butuh waktu. Komunikasi tetap dijaga agar pasangan tidak merasa ditinggal. Kata-kata yang jelas bisa mencegah kesalahpahaman. Contoh kalimat seperti, “Saya butuh waktu untuk tenang, nanti kita lanjut bicaranya,” bisa menyelamatkan situasi. Pasangan tetap merasa dihargai meski Anda sedang butuh jarak.
Diskusikan kata-kata yang bikin salah paham
Setelah konflik mereda, duduk dan bicarakan kata-kata yang terdengar seperti "Saya ingin putus". Validasi perasaan masing-masing, jangan langsung membantah. Ini langkah awal menghentikan pola pertengkaran yang berulang. Dengan komunikasi yang sabar dan jujur, hubungan bisa lebih kuat. Kita belajar mengenali batasan, kata-kata yang menyakitkan, dan cara saling memahami lebih baik.
