Liputan6.com, Jakarta Sejarah modern seringkali memperoleh sorotan terbesarnya dari kerajaan dan imperium kuno yang berpusat di sekitar Mediterania dan wilayah Bulan Sabit Subur. Meskipun pencarian kita akan sejarah dunia seringkali membawa kita ke kisah-kisah epik seperti Kekaisaran Romawi atau Kerajaan Mesir Kuno, sayangnya, banyak kerajaan yang tak kalah penting di Afrika seringkali diabaikan. Dalam konteks sejarah Barat, fokus sering kali terkonsentrasi pada peradaban-peradaban Eropa dan Asia, menyisihkan berbagai peradaban yang makmur dan maju di benua Afrika.
Dalam kenyataannya, Afrika memiliki sejarah yang sangat kaya dan beragam. Terdapat tujuh kerajaan dan kekaisaran di Afrika yang pantas mendapat perhatian lebih, mengingat kontribusi signifikan mereka dalam pembentukan jalur perdagangan, pembangunan kota-kota megah, serta pengembangan kekayaan dan budaya yang kompleks. Kehidupan masyarakat dan perkembangan ekonomi di benua ini telah memberikan kontribusi besar terhadap peradaban manusia secara keseluruhan, namun sayangnya, cerita-cerita ini terkadang belum mendapat tempat yang setimpal dalam catatan sejarah global.
Baca Juga
Dengan mengungkapkan sejarah tujuh kerajaan dan kekaisaran paling terkenal di Afrika, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang kompleksitas dan kekayaan budaya yang tumbuh subur di benua ini. Dari kota-kota perdagangan yang ramai hingga sistem pemerintahan yang maju, Afrika menawarkan panoramanya sendiri dalam melihat perkembangan peradaban manusia.Â
Advertisement
Warisan budaya dari kerajaan-kerajaan ini dapat mengembangkan pemahaman kita tentang peran Afrika dalam menjalin hubungan global dan memperkaya lanskap sejarah dunia. Berikut ulasannya dirangkum dari livescience.com!Â
7. Kerajaan Zulu
Kerajaan Zulu, tumbuh dari etnis Zulu di Afrika selatan, diperkenalkan oleh Shaka pada akhir abad ke-18 dan terus bertahan sebagai bagian integral dari Afrika Selatan modern. Sebagai anak tidak sah kepala suku Zulu, Shaka diasingkan di antara klan Mthethwa, di mana bakat militer dan kepemimpinannya berkembang. Mengenalkan tombak tikam dan formasi "bersayap," Shaka menjadi penguasa Mthethwa, memimpin 40.000 prajurit pada awal abad ke-19 dan mendominasi wilayah, termasuk Zulu.
Meskipun keberhasilan militer terus digunakan dalam Pertempuran Isandlwana dan Rorke's Drift melawan Inggris, Zulu mengalami penindasan dan perpecahan setelah kekalahan mereka pada tahun 1879. Segregasi dan apartheid pada abad ke-20 menimbulkan penderitaan tambahan, termasuk kekerasan etnis di tahun 1980an dan 1990an.
Pada abad ke-21, suku Zulu muncul sebagai entitas vital di Afrika Selatan modern, membentuk hampir seperempat dari populasi negara tersebut. Meskipun menghadapi sejarah kelam, mereka berhasil bangkit sebagai komunitas yang kuat, memberikan kontribusi signifikan pada perkembangan dan keberlanjutan negara, serta mempertahankan warisan dan budaya mereka. Masa kini, suku Zulu menjadi simbol keberlanjutan dan keberagaman dalam lanskap multi etnis Afrika Selatan.
Advertisement
6. Kerajaan Benin
Kerajaan Benin, berdiri di wilayah Nigeria selatan dari abad ke-12 hingga ke-19, juga dikenal sebagai Kerajaan Edo. Terlepas dari nama modern Republik Benin yang terletak di Teluk Benin, tidak ada hubungan langsung antara dua entitas ini. Kerajaan Benin mencapai puncaknya sebagai pusat pembelajaran dan perdagangan pada abad ke-17, tetapi ironisnya, pada periode ini, menjadi sumber utama budak untuk kolonisasi Amerika.
Pentingnya Kerajaan Benin tidak hanya terletak pada perdagangan dan kebudayaan, tetapi juga pada seni "perunggu" yang terkenal sejak abad ke-15. Terbuat dari manilla, cincin logam yang diimpor oleh Portugis, patung-patung ini menggambarkan tokoh-tokoh terkenal dengan gaya unik. Namun, pada tahun 1897, Inggris menaklukkan kerajaan ini, menyebabkan ribuan patung "perunggu Benin" dicuri dan diekspor ke seluruh dunia.
Sejak menjadi bagian dari kolonial Nigeria dan kemudian merdeka pada tahun 1960, Nigeria telah menyerukan pengembalian "perunggu Benin" ke negaranya. Ini mencerminkan upaya untuk mendukung warisan budaya dan sejarah mereka yang dicuri selama era penjajahan, mengingatkan kita akan kompleksitas warisan yang terkandung dalam koleksi seni tersebut.
5. Kerajaan Garamantes
Kerajaan Garamantes, yang berkembang di wilayah Fezzan barat daya Libya pada sekitar tahun 400 SM, terus menarik perhatian sejarawan dengan keunikan dan keberhasilannya. Meskipun awalnya dianggap sebagai kerajaan kecil, penelitian terkini telah mengungkapkan kompleksitasnya. Terdiri dari beberapa kota besar, Garamantes mengelola sistem irigasi revolusioner melalui "foggara" yang mengalirkan air dari akuifer terdekat di batu pasir gurun. Dengan fasilitas ini, mereka mampu bercocok tanam dan mempertahankan dominasi mereka di tengah padang pasir Sahara, sekaligus memperdagangkan barang-barang berharga seperti emas, gading, dan budak dari wilayah selatan.
Kekuatan Garamantes tidak hanya terletak pada keberhasilan ekonomi mereka, melainkan juga pada militer yang tangguh. Dengan pasukan terlatih yang dilengkapi kereta, kuda, dan unta, mereka melindungi jalur perdagangan mereka serta memperluas wilayah kekuasaan mereka. Meskipun demikian, kejayaan ini tidak berlangsung selamanya.Â
Pada abad kedua SM, permukaan air di akuifer menurun, menyebabkan penurunan sistem foggara, dan Garamantes mulai merasakan kemunduran. Meskipun keberadaan pemukiman Romawi baru di sepanjang pantai Afrika Utara menggantikan dominasi Garamantes, beberapa kota di Fezzan bertahan hingga setidaknya abad ke-11. Perjalanan sejarah Garamantes menjadi cermin kompleksitas peradaban kuno yang mampu bertahan dan berkembang di tengah tantangan lingkungan yang keras.
Advertisement
4. Kerajaan Zimbabwe
Kerajaan Zimbabwe, didirikan oleh suku Shona di Afrika tengah selatan sekitar tahun 1200, mencapai puncaknya hingga sekitar tahun 1600. Selama bertahun-tahun, pengetahuan tentang kerajaan ini terbatas pada reruntuhan di Zimbabwe Besar, yang terletak sekitar 165 mil selatan ibu kota modern Harare. Kota besar ini, dibangun tanpa mortar, adalah struktur batu terbesar di Afrika bagian selatan prakolonial, meliputi beberapa mil persegi dan menjadi rumah bagi sekitar 18.000 orang. Meskipun sebagian besar masih belum digali, penelitian terkini menunjukkan bahwa para pembangun kota berhasil mengatasi kekurangan air dengan menyimpannya di lubang bernama dhaka. Dengan mata air dan air hujan sebagai sumber kehidupan, kota ini menjadi tempat tinggal bagi elit penguasa, pemimpin agama, pengrajin, dan pedagang.
Innocent Pikirayi, seorang profesor arkeologi dan kepala Departemen Antropologi dan Arkeologi di Universitas Pretoria, mengungkapkan bahwa sistem irigasi canggih memungkinkan penanaman tanaman, dan Zimbabwe Raya menjadi pusat perdagangan emas, tembaga, dan gading dengan wilayah lain di Afrika dan Timur Tengah.Â
Meskipun telah mencapai kejayaan, kerajaan ini menghadapi nasibnya pada abad ke-15 ketika dikalahkan oleh kerajaan Mutapa yang bangkit, berbasis di utara Harare. Bangkitnya Mutapa menandai akhir dari era keemasan Zimbabwe, namun warisan budaya dan arsitektur mereka terus memikat dunia dengan keajaiban dan kompleksitasnya.
3. Kerajaan Kush
Kerajaan Kush, yang terletak di wilayah Sungai Nil di Nubia, sekarang Sudan utara dan Mesir selatan, memiliki sejarah yang panjang dan kompleks. Meskipun awalnya diperintah oleh Mesir, pada sekitar tahun 1070 SM, bangsa Kush meraih kemerdekaan dan mendirikan kerajaan sendiri. Antara tahun 712 hingga 664 SM, mereka memerintah Mesir sebagai dinasti ke-25 atau dinasti Nubia, tetapi kekuasaan mereka tergantung pada dominasi Asiria yang menempatkan rezim boneka di Mesir.
Amun dihormati sebagai dewa tertinggi oleh orang Kush, mirip dengan keyakinan Mesir kuno. Namun, mereka memiliki bahasa, etnis, dan budaya yang unik, termasuk sistem penulisan sendiri. Kerajaan Kush tumbuh dari kebudayaan Kerma, yang menduduki Nubia sekitar tahun 2500 SM. Setelah kekalahan mereka di Mesir, ibu kota Kerajaan Kush pindah ke Meroë, yang reruntuhannya dapat ditemukan sekitar 120 mil timur laut Khartoum di Sudan saat ini.
Pada abad keempat, Kerajaan Kush mulai mengalami kemunduran karena perubahan iklim yang mengakibatkan kekeringan. Pada akhirnya, suku Kushi terusir oleh suku Noba di wilayah tersebut. Akhir dari kerajaan ini datang pada sekitar tahun 330, ketika Meroë jatuh ke tangan tetangganya, Aksumites. Meskipun berakhirnya Kerajaan Kush sebagai entitas politik, warisan budaya dan sejarah mereka tetap memberikan wawasan tentang kompleksitas peradaban kuno di wilayah tersebut.
Advertisement
2. Kerajaan Aksum
Kerajaan Aksum, meskipun mungkin kurang dikenal saat ini, memegang peran sentral sebagai salah satu kerajaan terkuat di dunia kuno. Terletak di sepanjang Laut Merah di wilayah utara Etiopia, Eritrea, dan Yaman, Aksum menjadi pusat perdagangan yang menguasai gading, emas, rempah-rempah, dan tekstil dari abad pertama SM hingga abad kesembilan.
Kerajaan ini menjalin hubungan dagang yang kuat dengan Kekaisaran Romawi, menunjukkan kekayaan dan kekuatan mereka dalam arena perdagangan internasional. Meskipun kerajaan ini kurang dikenal, asal-usulnya bisa jauh lebih tua, mungkin bermula dari periode Pra-Aksumite sekitar tahun 1600 SM, di mana masa Aksumite mungkin hanya melibatkan pergantian ibu kota dari Yeha ke Aksum.
Suku Aksumite tidak hanya memiliki pengaruh ekonomi yang signifikan, tetapi juga mengembangkan sistem penulisan dan literatur mereka sendiri. Pada abad keempat, Aksum memegang peran bersejarah sebagai kerajaan pertama di Afrika yang memeluk agama Kristen. Meskipun belum diketahui dengan pasti mengapa perubahan ini terjadi, cerita tradisional mencatat bahwa raja Aksumite, Ezana, mengadopsi Kristen setelah mendengar dakwah dari seorang pemuda berbahasa Yunani bernama Frumentius yang terdampar di pantai.Â
Walau mengalami kemunduran setelah kekhalifahan Arab menguasai Laut Merah pada abad ketujuh, warisan agama Kristen Aksum tetap hidup dalam kerajaan-kerajaan berikutnya di wilayah tersebut.
1. Kekaisaran Mali
Kekaisaran Mali, yang menguasai sebagian besar Afrika Barat mulai tahun 1235, menandai era kejayaan yang luar biasa dalam sejarah benua itu. Pada abad ke-14, kekaisaran ini mencakup lebih dari 400 kota di wilayah yang mencakup Senegal, Gambia, Guinea, Guinea-Bissau, Pantai Gading, Ghana bagian utara, Mauritania bagian selatan, Mali, Burkina Faso bagian utara, dan Niger bagian barat. Hanya Kekaisaran Mongol dan Kekaisaran Inca yang dapat menandinginya dalam ukuran dan kekuatan pada waktu itu. Sayangnya, prestasi besar ini sering diabaikan dalam catatan sejarah.
Kekaisaran Mali tampaknya diperintah sebagai konfederasi wilayah, di mana masing-masing wilayah memiliki tingkat otonomi yang berbeda-beda. Beberapa wilayah dapat berfungsi secara praktis independen, sementara yang lain diperintah oleh gubernur yang ditunjuk. Fakta ini memberikan gambaran kompleksitas struktur pemerintahan dalam kekaisaran yang begitu luas ini.Â
Penguasa terkemuka Kekaisaran Mali, Mansa Musa, terkenal sebagai salah satu orang terkaya di dunia pada zamannya, terutama karena kendali mereka atas perdagangan emas di kawasan tersebut. Perjalanan Mansa Musa ke Kairo pada tahun 1324, saat dia menunaikan ibadah haji ke Mekah, membuatnya dikenal karena membawa sejumlah besar emas, bahkan menyebabkan depresiasi harga emas selama hampir dua dekade.
Meskipun mencapai puncak kejayaan pada abad ke-14, Kekaisaran Mali menghadapi tantangan serius setelah abad ke-15, terutama karena kendali mereka atas perdagangan emas yang menurun. Kemunduran ini menandai akhir dari salah satu kekaisaran paling kuat dan berpengaruh di Afrika Barat pada masa itu.
Advertisement
Negara negara di Afrika ada berapa?
Dengan jumlah penduduk 800 juta di 54 negara, Benua Afrika menjadi tempat untuk sepertujuh populasi di dunia. Dengan jumlah populasi 1,3 miliar orang, pada tahun 2018 Benua Afrika tercatat sebagai benua yang menyumbang populasi manusia di dunia sebanyak 16%.
Â
Apa saja negara benua Afrika Tengah?
Afrika adalah benua terbesar kedua di dunia setelah Asia dan kedua terbanyak penduduknya setelah Asia. Dengan luas wilayah 30.224.050 km² termasuk pulau-pulau yang berdekatan, Afrika meliputi 20,3% dari seluruh total daratan Bumi.
Â
Advertisement
Mengapa benua Afrika sering disebut sebagai benua hitam?
Benua Afrika sering disebut 'Benua Hitam' karena mayoritas penduduknya memiliki kulit berwarna hitam. Sebutan ini awal mulanya digunakan oleh masyarakat Prancis yang dahulu banyak menjajah Benua Afrika.
Â
Afrika dijuluki apa?
Selain disebut sebagai A Land of Great Diversity, Benua Afrika juga memiliki julukan lain, yaitu Benua Hitam. Alasan Benua Afrika disebut sebagai Benua Hitam karena suku asli benua ini berwarna hitam.
Â
Advertisement
Apa julukan negara Afrika?
Mulanya, julukan Benua Hitam dipelopori oleh bangsa Perancis yang dulunya menjajah Afrika. Istilah itu kemudian dipopulerkan oleh penjelajah Inggris, Henry M Stanley. Mereka menyebut Afrika sebagai Benua Hitam karena sebagian besar penduduknya berasal dari ras Negroid yang berkulit hitam