Citizen6, Denpasar: Indonesia adalah sebuah rumah ramah dengan beraneka ragam keluarga. Bisa dilihat di sekeliling kita, banyak keragaman yang membentuk harmoni, saling melengkapi, dan selalu ingin memperbaiki. Hal-hal itulah yang menjadikan rasa cinta kepada Indonesia tidak luntur sampai sekarang. Apabila diminta menguraikan dalam 6 alasan untuk cinta Indonesia, maka 6 alasan berikut ini diambil dari pengalaman saya selama 18 tahun di rumah ramah Indonesia.
Alasan pertama cinta Indonesia adalah Bali. Lahir dan hidup selama 18 tahun di Bali adalah pengalaman berharga untuk sadar bahwa Indonesia sangat kaya dan ramah. Bali adalah pulau kecil tetapi kaya budaya. Di sini, ada keramahan yang menyambut dan mengisi hari-hari. Selain itu, Bali memiliki berbagai budaya yang menarik untuk dipelajari, salah satunya adalah tariannya. Taksu atau yang biasa disebut kharisma atau inner beauty adalah satu hal yang khas untuk segala budaya yang ada di Bali. Semua artefak budaya yang ada memiliki cerita dan makna tertentu.
Alasan kedua adalah pangan lokalnya yang kaya. Indonesia sangat kaya pangan lokal. Berbagai sumber daya alam diolah untuk menjadi penganan yang bahkan dapat menjadi crri suatu daerah. Contohnya, Bali memiliki lawar dan sate lilit. Indonesia juga memiliki sekoteng, apem, otak-otak, cilok, onde-onde, arem-arem, ongol-ongol, dan masih banyak lagi yang lainnya. Semuanya memiliki cita rasa khas Indonesia. Tidak ada yang bisa mengalahkan pangan lokal dari negeri sendiri. Rasa cinta pangan lokal ini dapat diwujudkan dengan cara menjadi Locavore, yaitu satu konsep cinta pangan lokal yang tengah diteriakkan di Indonesia, salah satunya oleh Perhimpunan Indonesia Berseru.Â
Alasan ketiga adalah Universitas Indonesia. Di sini, tempat belajar dan juga tempat meningkatkan rasa nasionalisme. UI menjadi salah satu alasan mencintai Indonesia. Di sini para mahasiswa belajar kritis untuk Indonesia dan rasa nasionalis ditanamkan lebih dalam. Selain itu, Universitas Indonesia seperti miniatur Indonesia sendiri. Di sini mahasiswa dari berbagai daerah berkumpul, menyatukan tekad untuk belajar, dan meningkatkan nilai diri agar berguna untuk bangsa.
Â
Alasan keempat adalah komunitas anak muda. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pergerakan anak muda. Negeri ini memiliki banyak komunitas anak muda yang bergerak di berbagai bidang. Contohnya, HFHL Indonesia yang bergerak di bidang pangan sehat, Perhimpunan Indonesia Berseru yang bergerak di bidang pangan lokal, Anak Alam yang bergerak di bidang perjuangan hak-hak anak, Youth Corner Bali yang bergerak di bidang jejaring anak muda, dan masih banyak yang lainnya. Hal ini meningkatkan kembali rasa cinta kepada Indonesia yang memiliki banyak wadah untuk ekspresi anak muda. Pergerakan kaum muda sendiri menjadi pemicu kreativitas, inovasi, dan ekspresi untuk peningkatan kualitas hidup di Indonesia.
Â
Alasan kelima mencintai Indonesia adalah rumah belajar. Banyak rumah belajar tersebar di Indonesia. Di sini terlihat keramahan Indonesia untuk anak-anak yang ingin belajar. Terlebih lagi, rumah belajar yang dilengkapi buku bacaan dan terbuka untuk umum. Banyak anak-anak yang kurang beruntung secara akademis dapat tetap belajar disini. Selain itu, cukup banyak rumah belajar yang didirikan atas inisiatif pribadi atau kelompok tanpa campur tangan pemerintah, seperi Rumah Belajar Nusantara di Depok, Rumah Belajar Lentera di Bali, dan masih banyak lagi. Hal ini menandakan masyarakat Indonesia masih peduli pendidikan anak-anak dan memanfaatkan hal-hal di dekat mereka untuk meningkatkan peluang untuk belajar.
Alasan keenam mencintai Indonesia adalah hadirnya seorang anak bernama Bebas. Anak ini adalah salah satu murid di Sanggar Belajar Pasar Badung, Bali. Ia tidak dapat bersekolah karena keterbatasan ekonomi. Umur Bebas sekitar 5 tahun. Banyak hal yang penulis pelajari dari Bebas. Suatu hari, ia dibagikan makan siang, tetapi makan siang itu malah dimasukkan dalam plastik. Saat itu, ia berkata ingin memberi makan siang itu pada ibunya saja. Padahal saat itu, Bebas belum makan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki generasi yang santun dan sayang kepada orang tua. Ini adalah contoh hal sederhana tetapi mengajarkan kita untuk mengingat orang tua.
Mencintai Indonesia tidak perlu teori. Kita hanya perlu melihat ke bawah, kaki kita sedang berpijak di tanah yang rela kita injak. Kita hanya perlu menengadah, di sana ada langit negeri beriklim tropis yang rela berbagi oksigen setiap saat. Rumah ramah Indonesia adalah milik kita untuk dijaga. (Ni Putu Putri Puspitaningrum/mar)
Ni Putu Putri Puspitaningrum adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat akun Twitter: @_putripuspita dan Facebook: NP Putri Puspitanningrum, dan email: putripuspitaningrum@gmail.com
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Alasan pertama cinta Indonesia adalah Bali. Lahir dan hidup selama 18 tahun di Bali adalah pengalaman berharga untuk sadar bahwa Indonesia sangat kaya dan ramah. Bali adalah pulau kecil tetapi kaya budaya. Di sini, ada keramahan yang menyambut dan mengisi hari-hari. Selain itu, Bali memiliki berbagai budaya yang menarik untuk dipelajari, salah satunya adalah tariannya. Taksu atau yang biasa disebut kharisma atau inner beauty adalah satu hal yang khas untuk segala budaya yang ada di Bali. Semua artefak budaya yang ada memiliki cerita dan makna tertentu.
Alasan kedua adalah pangan lokalnya yang kaya. Indonesia sangat kaya pangan lokal. Berbagai sumber daya alam diolah untuk menjadi penganan yang bahkan dapat menjadi crri suatu daerah. Contohnya, Bali memiliki lawar dan sate lilit. Indonesia juga memiliki sekoteng, apem, otak-otak, cilok, onde-onde, arem-arem, ongol-ongol, dan masih banyak lagi yang lainnya. Semuanya memiliki cita rasa khas Indonesia. Tidak ada yang bisa mengalahkan pangan lokal dari negeri sendiri. Rasa cinta pangan lokal ini dapat diwujudkan dengan cara menjadi Locavore, yaitu satu konsep cinta pangan lokal yang tengah diteriakkan di Indonesia, salah satunya oleh Perhimpunan Indonesia Berseru.Â
Alasan ketiga adalah Universitas Indonesia. Di sini, tempat belajar dan juga tempat meningkatkan rasa nasionalisme. UI menjadi salah satu alasan mencintai Indonesia. Di sini para mahasiswa belajar kritis untuk Indonesia dan rasa nasionalis ditanamkan lebih dalam. Selain itu, Universitas Indonesia seperti miniatur Indonesia sendiri. Di sini mahasiswa dari berbagai daerah berkumpul, menyatukan tekad untuk belajar, dan meningkatkan nilai diri agar berguna untuk bangsa.
Â
Alasan keempat adalah komunitas anak muda. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pergerakan anak muda. Negeri ini memiliki banyak komunitas anak muda yang bergerak di berbagai bidang. Contohnya, HFHL Indonesia yang bergerak di bidang pangan sehat, Perhimpunan Indonesia Berseru yang bergerak di bidang pangan lokal, Anak Alam yang bergerak di bidang perjuangan hak-hak anak, Youth Corner Bali yang bergerak di bidang jejaring anak muda, dan masih banyak yang lainnya. Hal ini meningkatkan kembali rasa cinta kepada Indonesia yang memiliki banyak wadah untuk ekspresi anak muda. Pergerakan kaum muda sendiri menjadi pemicu kreativitas, inovasi, dan ekspresi untuk peningkatan kualitas hidup di Indonesia.
Â
Alasan kelima mencintai Indonesia adalah rumah belajar. Banyak rumah belajar tersebar di Indonesia. Di sini terlihat keramahan Indonesia untuk anak-anak yang ingin belajar. Terlebih lagi, rumah belajar yang dilengkapi buku bacaan dan terbuka untuk umum. Banyak anak-anak yang kurang beruntung secara akademis dapat tetap belajar disini. Selain itu, cukup banyak rumah belajar yang didirikan atas inisiatif pribadi atau kelompok tanpa campur tangan pemerintah, seperi Rumah Belajar Nusantara di Depok, Rumah Belajar Lentera di Bali, dan masih banyak lagi. Hal ini menandakan masyarakat Indonesia masih peduli pendidikan anak-anak dan memanfaatkan hal-hal di dekat mereka untuk meningkatkan peluang untuk belajar.
Alasan keenam mencintai Indonesia adalah hadirnya seorang anak bernama Bebas. Anak ini adalah salah satu murid di Sanggar Belajar Pasar Badung, Bali. Ia tidak dapat bersekolah karena keterbatasan ekonomi. Umur Bebas sekitar 5 tahun. Banyak hal yang penulis pelajari dari Bebas. Suatu hari, ia dibagikan makan siang, tetapi makan siang itu malah dimasukkan dalam plastik. Saat itu, ia berkata ingin memberi makan siang itu pada ibunya saja. Padahal saat itu, Bebas belum makan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki generasi yang santun dan sayang kepada orang tua. Ini adalah contoh hal sederhana tetapi mengajarkan kita untuk mengingat orang tua.
Mencintai Indonesia tidak perlu teori. Kita hanya perlu melihat ke bawah, kaki kita sedang berpijak di tanah yang rela kita injak. Kita hanya perlu menengadah, di sana ada langit negeri beriklim tropis yang rela berbagi oksigen setiap saat. Rumah ramah Indonesia adalah milik kita untuk dijaga. (Ni Putu Putri Puspitaningrum/mar)
Ni Putu Putri Puspitaningrum adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat akun Twitter: @_putripuspita dan Facebook: NP Putri Puspitanningrum, dan email: putripuspitaningrum@gmail.com
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.