Menyoal Radikalisme dan Maraknya Bentrok Massa

Salah satu persoalan klasik yang masih dihadapi oleh Indonesia yaitu masih adanya kelompok tertentu yang menolak ideologi negara.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Des 2013, 08:42 WIB
Diterbitkan 12 Des 2013, 08:42 WIB
bentrok-131212b.jpg
Citizen6, Jakarta: Salah satu persoalan klasik yang masih dihadapi oleh Indonesia yaitu masih adanya kelompok tertentu yang menolak ideologi negara dan kemudian melakukan perlawanan secaradiam-diam untuk mengubahnya dengan memanfaatkan momentum reformasi dan demokrasi beserta cover sebagai kegiatan pembinaan mental dan akhlak atau dalam rangka menjalankan perintah suatu agama.

Selain itu, bentrok massa yang mudah terjadi yang disebabkan karena persoalan sepele, juga menyebabkan kohesi sosial masyarakat akan semakin melemah dan ini akan menjadi titik masuk infiltrasi asing kesejumlah daerah di Indonesia. Aparat keamanan dana para intelijen yang ditempatkan di daerah tersebut dituntut keseriusannya untuk memonitor dan meredam kelompok radikal dan mudah pecahnya bentrok massa, jika tidak mau dinilai hanya "makan gaji buta".

Sejumlah kelompok radikal terus melakukan berbagai kegiatan untuk mewujudkan agendanya. Kegiatan yang dimaksud antara lain melakukan kajian rutin, mengadakan khitanan dan pengobatan gratis kepada masyarakat. Sementara di salah satu pondok pesantrsn di Labuhan Haji, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), mereka mengadakan latihan beladiri untuk i'dad, yang juga diisi dengan ceramah mengenai penolakan terhadap sistem Pemilu 2014.

Sedangkan di Desa Cibeber, Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat, juga diinformasikan bahwa jamaah Negara Islam Indonesia (NII) yang dipimpin salah seorang Camat NII Cikalong mengadakan tausiah rutin membahas kebenaran aqidah Islam dan hukumnya. Walaupun beberapa kelompok radikal terus melakukan kegiatannya, namun sedemikian jauh aktivitas mereka masih bersifat pembinaan internal dalam rangka memupuk aqidah, fanatis medan sikap-sikap militan.Aktivitas semacam ini tidak bisa dilarang, dibubarkan dan ditindak, karena secara hukum masih dalam batas-batas hak asasinya.

Secara politis mereka masih dalam batas-batas membina ideologi yang tidak dilarang atau menjadi musuh masyarakat, bahkan merupakan agama yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia. Secara ideologis merupaka keseimbangan aktivitas masyarakat yangb mengembangkan ideologi nasional yang di sana sini juga bisa bersifat militan serta ideologi komunis yang secara historis harus dilarang. Pembinaan watak-watak fanatik, miitan, dan radikal selama masih dalam tataran pembinaan internal bukan sebuah bentuk konspirasi yang bertujuan makar, masih sulit ditindak. Meskipun demikian, disetiap daerah aparatur teritorial harus mempunyai data dimana titik-titik potensial untuk terjadinya aksi-aksi radikal dalam masyarakat.

Bentrokan Massa

Kasus bentrokan yang dipicu masalah beragam masih terus terjadi dibeberapa daerah. Di awal Desember 2013 di Kelurahan Oepura, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, NTT, terjadi bentrok antar warga Kampung Kuanfau, mengakibatkan 1 warga tewas serta 3 unit motor dan mobilrusak. Insiden tersebut dipicu aksi penganiayaan sekelompok warga yang sedang mabuk saat berlangsungnya acara pesta pernikahan.

Sementaraitu, di Kecamatan Dolo Barat, KabupatenSigi, Sulawesi Tengah, terjadi bentrok antar warga Desa Pesaku dengan Desa Rarapadende, Kecamatan Dolo Barat, dipicu perselisihan antar kelompok pemuda. Dalam aksitersebut, sebuah bengkel milik warga dibakar massa. Sebelumnya di Surabaya, JawaTimur, sekitar 500 orang dari kelompok pesilat terlibat bentrok dengan sejumlah warga penjaga portal jembatan BranjanganBenowo, mengakibatkan 2 orang luka serta satu unit sepeda motor rusak.

Menurut penulis, didaerah-daerah yang secara tradisional masih kuat penghormatan terhadap masalah-masalah kepahlawanan/heroisme dan kehormatan atas idetitasnya masih sangat kuat, bentrok massa antar golongan sangat mudah terjadi. Sikap semacam itu sangat sensitif dan mudah merasa terhina apabila bergesekan dengan pihak lain.

Potensi bentrok massa antar kelompok menjadi lebih besar dengan munculnya isu-isu yang mudah menggugah kehormatan pribadi, misalnya gangguan terhadap wanita dari kelompok lain, konflik tapal batas desa, sesuatu monumen yang dimitoskan serta identitas-identitas lain yang erat dengan harga diri. Potensi konflik antar golongan di kota-kota besar juga masih potensial terjadi dengan motif-motif yang adakalanya tidak prinsip dan sepele, sehingga jelas sekedar pembelaan terhadap identitas diri dari sesuatu kelompok masyarakat. Sejauh ini mungkin diberbagai kota, eksistensi gang yang terkenal brutal dan kriminal telah menjadi sebab sesuatu aksi brutal yang klasik di kota tersebut, namun sebuah identitas yang luas eksistensinya dengan ciriciri brutal dan kriminal nampaknya belum ada dan harus secara cepat dieliminasi apabila ada gejala muncul ke arah terjadinya gang semacam itu. (mar)

Penulis
Titi Viorika (Penulis adalah peneliti muda Fordial, Jakarta)
Jakarta, titiviorxxx@gmail.com


Disclaimer

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Mulai 3 Desember sampai 13 desember 2013 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan "Terima Kasihku untuk 2013". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya