Citizen6, Kulonprogo, Yogyakarta: Pembangunan Bandara Nyi Ageng Serang di enam desa di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo menuai protes dari hampir sebagian besar warga yang harus merelakan tanahnya untuk pembangunan bandara Internasional Nyi Ageng Serang. Keenam desa yang rencananya akan terkena penggusuran proyek bandara Internasional Nyi Ageng Serang tersebut adalah Desa Glagah, Desa Palihan, Desa Jangkaran, Desa Sindutan, Desa Temon Kulon, Desa Kebonrejo.
Bandara Internasional Nyi Ageng Serang tersebut rencananya akan dibangun diatas lahan seluas 637 ha, digunakan sebagai penerbangan skala internasional. Sedangkan, bandara Adi Sucipto yang sudah ada di DIY rencananya akan diperuntukkan sebagai penerbangan Angkatan Udara.
Di balik rencana Pemerintah yang akan membangun bandara Internasional Nyi Ageng Serang, ternyata terdapat polemik yang terjadi antara warga masyarakat dengan pemerintah dan PT Angkasa Pura. Menurut salah satu pejabat desa di mana desanya akan mengalami penggusuran mengatakan bahwa sebagian besar warga di enam desa tidak setuju dengan pembangunan bandara. "Sebenarnya sebagian besar warga di enam desa yang akan mengalami penggusuran tidak setuju dengan rencana pembangunan bandara, tapi berita di media seringkali menyebutkan hal yang berlawanan bahwa warga menanti adanya rencana pembuatan bandara". Berita yang ada di media tentunya tidak mempedulikan suara rakyat kecil yang menjerit terhadap rencana pembangunan bandara Internasional Nyi Ageng Serang.
Bagaimana tidak, sebagaian besar warga di enam desa yang akan mengalami penggusuran bekerja sebagai petani dan pekebun, jika proyek bandara tersebut benar-benar terealisasikan lantas bagaimana dengan pekerjaan sebagain besar warga daerah sini. Lalu mengenai jaminan untuk bekerja di bandara bagi warga yang mengalami penggusuran, ada masalah yang mengganjal yaitu apakah warga yang sudah lanjut usia memiliki kesempatan untuk bekerja di bandara? Lalu posisi apakah yang bisa ditempati oleh warga daerah yang terkena penggusuran?
Selain itu, kekesalan juga dialami oleh warga hal itu dipicu oleh keluarnya IPJ (Ijin Penetapan Lokasi) oleh Pemerintah tanpa memberitahu dan mendiskusikan kepada warga yang merupakan pemilik tanah. Pemerintah juga sudah membuat cetak biru bandara serta patok-patok bandara tanpa mendiskusikan kepada warga. Lalu jika seperti itu, sampai manakah pengakuan terhadap hak warga?
Untuk melampiaskan kekesalannya, warga membuat sebuah kelompok yang bernama WTT (Wahana Tri Tunggal) yaitu kelompok masyarakat yang menolak pembangunan bandara. WTT ini memiliki tuntutan agar pemerintah membatalkan rencana pembangunan bandara, hal itu karena warga merasa sudah makmur dan tentram dengan berpofesi sebagai petani dan pekebun. Sebagai wujud nyata penolakan WTT terhadap rencana pembangunan bandara Nyi Ageng Serang, maka mereka membuat tulisan yang berisi penolakan pembangunan bandara dalam bentuk spanduk atau pun menggunakan media lain seperti tampah. Beberapa tulisan yang terlalu keras mengkritik Pemerintah diduga telah dicabut oleh pejabat terkait. Kita hanya bisa berdoa semoga Pemerintah bisa mendengarkan aspirasi rakyat kecil dan melibatkan rakyat dalam setiap pengambilan keputusan. (bnu)
Penulis:
Anjar Mukti Yuni P
Yogyakarta, anjarxxxxx@ymail.com.
Baca Juga:
Gudeg Yu Djum, Kenikmatan Kuliner Khas Yogya
Restoran Unik dengan Menu `Masturbasi` Hingga `Gigolo`
Pesona Karang Pantai Kukup
Bandara Internasional Nyi Ageng Serang tersebut rencananya akan dibangun diatas lahan seluas 637 ha, digunakan sebagai penerbangan skala internasional. Sedangkan, bandara Adi Sucipto yang sudah ada di DIY rencananya akan diperuntukkan sebagai penerbangan Angkatan Udara.
Di balik rencana Pemerintah yang akan membangun bandara Internasional Nyi Ageng Serang, ternyata terdapat polemik yang terjadi antara warga masyarakat dengan pemerintah dan PT Angkasa Pura. Menurut salah satu pejabat desa di mana desanya akan mengalami penggusuran mengatakan bahwa sebagian besar warga di enam desa tidak setuju dengan pembangunan bandara. "Sebenarnya sebagian besar warga di enam desa yang akan mengalami penggusuran tidak setuju dengan rencana pembangunan bandara, tapi berita di media seringkali menyebutkan hal yang berlawanan bahwa warga menanti adanya rencana pembuatan bandara". Berita yang ada di media tentunya tidak mempedulikan suara rakyat kecil yang menjerit terhadap rencana pembangunan bandara Internasional Nyi Ageng Serang.
Bagaimana tidak, sebagaian besar warga di enam desa yang akan mengalami penggusuran bekerja sebagai petani dan pekebun, jika proyek bandara tersebut benar-benar terealisasikan lantas bagaimana dengan pekerjaan sebagain besar warga daerah sini. Lalu mengenai jaminan untuk bekerja di bandara bagi warga yang mengalami penggusuran, ada masalah yang mengganjal yaitu apakah warga yang sudah lanjut usia memiliki kesempatan untuk bekerja di bandara? Lalu posisi apakah yang bisa ditempati oleh warga daerah yang terkena penggusuran?
Selain itu, kekesalan juga dialami oleh warga hal itu dipicu oleh keluarnya IPJ (Ijin Penetapan Lokasi) oleh Pemerintah tanpa memberitahu dan mendiskusikan kepada warga yang merupakan pemilik tanah. Pemerintah juga sudah membuat cetak biru bandara serta patok-patok bandara tanpa mendiskusikan kepada warga. Lalu jika seperti itu, sampai manakah pengakuan terhadap hak warga?
Untuk melampiaskan kekesalannya, warga membuat sebuah kelompok yang bernama WTT (Wahana Tri Tunggal) yaitu kelompok masyarakat yang menolak pembangunan bandara. WTT ini memiliki tuntutan agar pemerintah membatalkan rencana pembangunan bandara, hal itu karena warga merasa sudah makmur dan tentram dengan berpofesi sebagai petani dan pekebun. Sebagai wujud nyata penolakan WTT terhadap rencana pembangunan bandara Nyi Ageng Serang, maka mereka membuat tulisan yang berisi penolakan pembangunan bandara dalam bentuk spanduk atau pun menggunakan media lain seperti tampah. Beberapa tulisan yang terlalu keras mengkritik Pemerintah diduga telah dicabut oleh pejabat terkait. Kita hanya bisa berdoa semoga Pemerintah bisa mendengarkan aspirasi rakyat kecil dan melibatkan rakyat dalam setiap pengambilan keputusan. (bnu)
Penulis:
Anjar Mukti Yuni P
Yogyakarta, anjarxxxxx@ymail.com.
Baca Juga:
Gudeg Yu Djum, Kenikmatan Kuliner Khas Yogya
Restoran Unik dengan Menu `Masturbasi` Hingga `Gigolo`
Pesona Karang Pantai Kukup
Disclaimer:
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com
Advertisement
Mulai 16 Desember sampai 27 Desember 2013 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.