Regulator Uni Eropa Peringatkan Terkait Risiko Kripto

Regulator akan memiliki kekuatan untuk melarang atau membatasi platform kripto jika terlihat tidak melindungi investor dengan benar.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 14 Jul 2022, 10:22 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2022, 10:22 WIB
Crypto Bitcoin
Bitcoin adalah salah satu dari implementasi pertama dari yang disebut cryptocurrency atau mata uang kripto.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Otoritas Sekuritas dan Pasar Eropa (ESMA) Verena Ross mengatakan, jatuhnya pasar kripto harus menjadi pelajaran peringatan bagi investor. Dia mencatat ada pertanyaan nyata tentang apakah banyak aset kripto akan bertahan.

Verena Ross telah memperingatkan investor tentang investasi cryptocurrency setelah pasar kripto kehilangan 70 persen nilainya, Financial Times melaporkan pada Minggu, 10 Juli 2022. Dia menekankan, tidak ada prospek bailout Eropa untuk investor kripto out-of-pocket.

"Kami sudah memperingatkan awal tahun ini, tentang risiko serius yang diambil investor ritel untuk berinvestasi di beberapa aset kripto,” katanya, dikutip dari Bitcoin.com, Kamis (14/7/2022).

ESMA akan bertanggung jawab untuk melisensikan penyedia layanan aset kripto seperti yang baru-baru ini disepakati di Brussels sebagai bagian dari perjanjian sementara pada proposal Markets in Crypto-Assets (MiCA). Kesepakatan itu akan mulai berlaku dari pertengahan 2023 dan memiliki periode implementasi 18 bulan.

Regulator akan memiliki kekuatan untuk melarang atau membatasi platform kripto jika terlihat tidak melindungi investor dengan benar, atau mengancam integritas pasar atau stabilitas keuangan.

Ross menyatakan, keprihatinan tentang investor kecil yang kehilangan uang, dengan alasan pasar kripto global telah menyusut lebih dari 70 persen pada tahun lalu. Pada Mei, cryptocurrency terra (LUNA) dan stablecoin terra usd (UST) runtuh, memusnahkan banyak investor. 

"Saya pikir ada pertanyaan nyata tentang apakah banyak dari (aset kripto) ini akan bertahan,” ungkapnya.

Ketua Komisi Sekuritas dan Pertukaran AS (SEC), Gary Gensler, memperingatkan pada Mei setelah runtuhnya LUNA dan UST banyak token kripto akan gagal.

"Saya berharap beberapa investor ini akan melihat ini dan akan mengambil pelajaran peringatan setidaknya untuk memikirkan berapa banyak uang mereka yang mereka investasikan dalam jenis aset ini,” kata Ketua ESMA.

 

 

 

Kripto Berisiko dan Spekulatif

Aset Kripto
Perkembangan pasar aset kripto di Indonesia. foto: istimewa

Kemudian, pada Maret, ESMA dan regulator keuangan Eropa terkemuka lainnya memperingatkan konsumen banyak aset kripto sangat berisiko dan spekulatif, mencatat investor menghadapi kemungkinan nyata kehilangan semua uang yang diinvestasikan jika mereka membeli aset ini.

"Kami semua mengatakan bahwa ini adalah sesuatu yang saat ini tidak diatur, bukan sesuatu di mana ada kontrol atas penyedia. Kami tahu ada banyak penipuan dan pemasaran agresif yang terjadi,” ujar dia.

Bulan lalu, presiden Bank Sentral Eropa (ECB), Christine Lagarde, memperingatkan bahwa aset kripto dan keuangan terdesentralisasi (defi) dapat menimbulkan risiko stabilitas keuangan. 

"Ini terutama akan terjadi jika pertumbuhan pesat pasar dan layanan aset kripto berlanjut dan keterkaitan dengan sektor keuangan tradisional dan ekonomi yang lebih luas diintensifkan,” tegasnya.

Lalu, pada Senin, Dewan Stabilitas Keuangan (FSB) mengumumkan akan menyampaikan laporan yang menguraikan kerangka peraturan yang kuat untuk aset kripto kepada menteri keuangan G20 dan gubernur bank sentral pada Oktober.

Pasar Kembali Koreksi, Ini Sentimen yang Bayangi Kripto

Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)
Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)

Sebelumnya, pergerakan pasar kripto sepekan terakhir cukup bervariasi. Hal ini juga terjadi indeks saham Amerika Serikat (AS) dan aset kripto terlihat berjaya pekan lalu, tetapi pada Senin, 11 Juli 2022, kripto terpantau kembali melemah. 

Trader Tokocrypto, Afid Sugiono mengungkapkan, ada beberapa penyebab yang membuat pasar kripto kembali tertekan.

Nilai Bitcoin (BTC) merosot 3,44 persen dalam sehari terakhir dengan nilai di USD 20.563 atau sekitar Rp 307,8 juta per keping. Kemudian, nilai Ethereum (ETH) juga ambles 3,37 persen ke USD 1.149 per keping di waktu yang sama. Dari pergerakan ini investor terlihat menjauh dari aksi price actions di akhir pekan lalu.

"Investor menjadi ragu-ragu kembali melakukan aksi beli, setelah melihat data ketenagakerjaan AS terbaru, di mana tingkat pengangguran pada Juni sebesar 3,6 persen, tidak berubah dari Mei lalu dan sesuai dengan perkiraan. Data tersebut bisa mendorong The Fed untuk mengerek suku bunga acuannya lebih tinggi untuk meredam inflasi,” ungkap Afid kepada Liputan6.com, Senin, 11 Juli 2022.

Efek domino dari kenaikan suku bunga acuan The Fed adalah meningkatkan tingkat imbal hasil instrumen berpendapatan tetap. Hasilnya, selera investor kripto dan saham juga bisa semakin pudar, sehingga menyebabkan penurunan nilai.

"Di samping itu, terlihat dari data on-chain exchange, banyak investor yang terlihat buru-buru menjual asetnya dan melakukan aksi ambil untung setelah melihat aset kripto reli di akhir pekan lalu,” ujar Afid.

Sentimen di Pasar Kripto

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Sentimen pekan ini, tampaknya investor akan memilih wait and see menanti perilisan data inflasi AS Juni pada Rabu, 13 Juli 2022. Implikasinya, harga-harga pasar kripto kemungkinan masih bakal bergerak stagnan sepanjang pekan ini.

Mengingat tekanan makroekonomi masih cukup tinggi pekan ini, Afid mengatakan investor bisa berharap harga-harga aset kripto akan melakukan retest level support-nya berulang kali. Sepertinya, penguatan Bitcoin akan sangat rapuh.

"Nilai BTC pun sejatinya belum mencapai titik bottom yang sebenarnya, yakni di kisaran USD 11.000 hingga USD 12.000 per keping. Level support utama BTC masih di USD 17.000, jika bitcoin jatuh lebih dalam, akan menjadi sinyal yang kuat menuju titik bottom dalam waktu dekat,” ujar Afid

Oleh karena itu, menurut Afid, investor diharapkan tidak perlu panik dan tetap tenang untuk mengatur strategi investasinya menggunakan Dollar Cost Averaging (DCA) karena kondisi yang belum stabil.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya