Liputan6.com, Jakarta Setiap umat beragama memiliki hak yang sama untuk mendapatkan aksesibilitas beribadah tak terkecuali umat penyandang disabilitas. Seperti pendapat Frans Susanto, seorang juru penerjemah bahasa isyarat di Gereja Katedral Jakarta. Menurutnya, umat dengan disabilitas butuh aksesibilitas untuk mendapatkan manfaat rohani yang sama seperti umat yang lain.
“Ibadah rutin setiap hari Minggu yang ada penerjemahnya ya di sini saja. Belakangan ada gereja yang lain tapi tidak serutin di sini,” kata Frans ketika ditemui di Gereja Katedral, Rabu (25/12/2019).
Baca Juga
Ia menambahkan, teman tuli yang dilayani tidak hanya datang dari daerah Jakarta saja. Mereka datang dari Tangerang, Depok, Bogor, dan Bekasi. Walaupun jauh, mereka tetap datang ke Katedral demi memenuhi kebutuhan rohani karena di daerah mereka belum ada penerjemah bahasa isyarat seperti di Katedral.
Advertisement
“Puji Tuhan, trennya sangat positif dalam dua tiga tahun terakhir cukup banyak gereja-gereja yang lain di luar Katolik yang sudah menyediakan aksesibilitas untuk teman berkebutuhan khusus terutama tuli. Mereka memang mencontoh dari sini, mereka memanggil relawan penerjemah,” kata Frans.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Pola Pikir Inklusif
Hingga kini tenaga penerjemah bahasa isyarat masih sangat kurang. padahal kebutuhannya banyak. Terkait hal ini, Frans sempat melakukan sosialisasi ketika diundang ke beberapa gereja. Di sana ia tidak berceramah, melainkan melakukan ibadah bersama rekan-rekan tuli dan membantu mereka mendengarkan firman Tuhan.
Di Gereja Katedral sendiri, selain ada juru penerjemah, kini sudah ada juga bidang miring atau ramp untuk pengguna kursi roda. Katedral juga sudah dilengkapi dengan toilet yang aksesibel. Sebulan lalu, tepatnya pada Hari Disabilitas Internasional, teman netra sudah dapat merasakan fasilitas kitab suci huruf timbul atau Braille dari Katedral bekerja sama dengan Lembaga Daya Dharma atau LDD.
“Ini hanya sebagian kecil saja umat beriman yang memperjuangkan aksesibilitas dalam beribadah. Saya melihat umat agama lain pun sama, Muslim, Hindu, Budha. Contoh ada enggak salat Jumat yang difasilitasi penerjemah? Itu masih susah juga,” kata Frans.
Frans berharap, mulai tahun depan gereja dan juga tempat peribadatan yang lain mulai peka dengan umatnya yang memiliki kebutuhan khusus. Ia juga berpesan agar setiap orang memiliki pemikiran inklusif dan sadar disabilitas.
“Pola pikir inklusif harus dimiliki setiap orang. Yang ingin menuju kebahagiaan surgawi bukan hanya saya sendiri loh masih ada sodara-sodara beriman yang lain juga. Masalahnya apa kita fokus ke pahala diri sendiri atau mengajak mereka,” pungkas Frans.
Advertisement