Perjalanan Bima Kurniawan, Penyandang Tunanetra yang Jadi Guru SMA

Memiliki hambatan penglihatan atau tunanetra tak menghentikan langkah Bima Kurniawan untuk tetap menjalankan profesinya sebagai guru SMA.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 15 Mar 2021, 18:00 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2021, 18:00 WIB
[Fimela] Ilustrasi Sekolah
Ilustrasi Sekolah | pexels.com/@pixabay

Liputan6.com, Jakarta Memiliki hambatan penglihatan atau tunanetra tak menghentikan langkah Bima Kurniawan untuk tetap menjalankan profesinya sebagai guru SMA.

Pria yang kini tinggal di Bekasi, Jawa Barat ini mengidap glaukoma sejak lahir dan menyebabkan tunanetra di mata kanannya. Menurutnya, glaukoma adalah penyebab kebutaan terbanyak kedua setelah katarak.

“Kebutaan saya terjadi pada 2003 setelah operasi pertama sehingga mata kanan jadi buta total, tapi masih memiliki penglihatan di mata kiri,” ujar Bima kepada kanal Disabilitas Liputan6.com, ditulis Senin (15/3/2021).

“Pada 2016 saya operasi kedua yang menyebabkan mata kiri jadi low vision, tidak bisa melihat jelas tapi masih bisa melihat cahaya,” tambahnya.

Sebelum penglihatannya memburuk, pada 2011 ia mengikuti tes guru honorer yang diberikan sekolah dan dinyatakan lolos. Hingga kini, ia masih menjadi guru bahasa Perancis di SMA 68 Jakarta.

Menurutnya, ada dua faktor yang membuat ia lolos seleksi dan mengalahkan 4 orang saingannya. Pertama, saat itu sekolah sedang membutuhkan guru pria karena aktivitas belajar yang sangat padat. Kebetulan dari 5 orang pelamar, hanya ada dua orang pria termasuk Bima. Faktor kedua, IPK Bima lebih besar ketimbang pria tersebut.

“Setelah seleksi, tes, dan pertimbangan dua faktor itu, akhirnya saya diterima menjadi guru.”

Simak Video Berikut Ini

Rintangan Jadi Guru Tunanetra

Tak dapat dimungkiri, banyak rintangan yang dilalui Bima sebagai guru dalam masa peralihan dari tunanetra sebelah menjadi low vision.

Bahkan, saat sebelah matanya masih berfungsi pun ia mengalami kesulitan ketika beraktivitas di malam hari.

“Namun yang penting, walaupun kita penyandang disabilitas, tapi kita bisa melakukan segala sesuatu seperti orang pada umumnya tetapi jika diberikan akomodasi.”

Di sekolah, Bima mengaku tidak menggunakan tongkat karena ia sudah mengenal lingkungan sekolah dengan sangat baik. Misal, di mana letak kelas, belokan, hingga letak tangga.

“Hal yang paling menyulitkan saya ketika mengajar pastinya saat pengawasan, itu membutuhkan indera penglihatan. Untuk penyandang disabilitas netra pasti dalam proses pengawasan itu akan terjadi hambatan.”

Namun, kesulitan tersebut tidak dirasakan Bima saat penyampaian materi. Pasalnya, materi pengajaran sudah didapatkannya seiring mengenyam pendidikan dan pengalaman mengajar yang lama sehingga tidak mengurangi kualitas pengajaran pada peserta didik.

“Sehingga untuk profesionalitas yang berkaitan dengan kompetensi penyampaian materi, disabilitas netra itu tidak ada masalah,” tutupnya.  

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya