Mengenal Ableisme, Sikap Diskriminasi dan Cara Pandang Keliru Terhadap Penyandang Disabilitas

Istilah ableisme masih asing di telinga sebagian orang, padahal praktik dari istilah ini banyak terjadi di tengah masyarakat.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 04 Nov 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2022, 10:00 WIB
Ilustrasi disabilitas
Ilustrasi disabilitas. Freepik.

Liputan6.com, Jakarta Istilah ableisme masih asing di telinga sebagian orang, padahal praktik dari istilah ini banyak terjadi di tengah masyarakat.

Ableisme mengacu pada sikap diskriminasi, bias, dan prasangka keliru terhadap penyandang disabilitas. Ini merupakan gagasan bahwa penyandang disabilitas kurang berharga dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki disabilitas. Padahal, perbedaan kemampuan adalah hal wajar yang terjadi di masyarakat.

Ableisme melanggengkan pandangan negatif tentang disabilitas. Ini membingkai seolah-olah orang non disabilitas adalah orang yang ideal sedangkan penyandang disabilitas adalah orang yang tidak ideal karena memiliki kelainan.

“Ini adalah bentuk penindasan sistemik yang memengaruhi orang-orang yang diidentifikasi sebagai penyandang disabilitas,” mengutip Medical News Today, Kamis (3/11/2022).

Ableisme terbagi dalam beberapa tipe. Tipe-tipe ini ada di berbagai tingkat masyarakat, termasuk tingkat-tingkat berikut:

- Tingkat institusional: Bentuk ableisme ini memengaruhi institusi. Contohnya adalah ableisme medis yang berakar pada gagasan bahwa disabilitas dalam bentuk apapun adalah masalah yang perlu diperbaiki.

- Tingkat interpersonal: Ini adalah ableisme yang terjadi dalam interaksi dan hubungan sosial. Misalnya, orangtua dari seorang anak berkebutuhan khusus (ABK) mencoba untuk menyembuhkan disabilitas anaknya ketimbang menerimanya.

- Tingkat internal: Ableisme yang terinternalisasi adalah ketika seseorang secara sadar atau tidak sadar percaya pada pesan berbahaya yang mereka dengar tentang disabilitas dan menerapkannya pada diri mereka sendiri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


3 Bentuk Ableisme

Ableisme juga bisa timbul dalam beberapa bentuk yang berbeda, termasuk:

- Hostile ableism: Ini termasuk perilaku agresif secara terbuka, seperti intimidasi, pelecehan, dan kekerasan.

- Benevolent ableism: Bentuk ablesime ini memandang penyandang disabilitas sebagai orang yang lemah, rentan, atau membutuhkan penyelamatan. Ini merendahkan dan melemahkan individualitas dan otonomi seseorang, memperkuat dinamika kekuasaan yang tidak setara.

- Ambivalent ableisme: Ini adalah kombinasi dari ableisme hostile dan benevolent. Misalnya, seseorang mengira penyandang disabilitas perlu dibantu dalam segala hal dan memberi bantuan tanpa diminta. Namun, bantuan tersebut tidak diterima oleh penyandang disabilitas tersebut karena ia bisa melakukannya sendiri. Orang yang hendak membantu itu pun tersinggung dan menghina penyandang disabilitas itu.


Contoh Ableisme

Hal penting yang perlu diperhatikan tentang ableisme adalah bahwa hal itu memengaruhi orang secara berbeda tergantung pada bagaimana orang lain memandang disabilitas mereka.

Misalnya, diskriminasi yang diterima penyandang disabilitas fisik berbeda dengan diskriminasi yang diterima penyandang disabilitas mental yang tidak terlihat.

Faktor-faktor yang dapat memengaruhi ini termasuk:

- Apakah disabilitas itu fisik atau kognitif

- Apakah suatu kondisi diketahui oleh masyarakat umum atau tidak

- Apakah memiliki riwayat stigma, karena hal ini dapat mengarah pada pengembangan mitos, stereotip, atau cercaan tertentu.

Contoh ableisme yang terjadi di masyarakat adalah:

- Menanyakan kepada penyandang disabilitas “Apa yang salah denganmu?”

- Mengatakan, "Kamu tidak terlihat cacat," seolah-olah ini adalah pujian

- Memandang penyandang disabilitas sebagai inspirasi untuk melakukan hal-hal yang khas seperti berkarier dengan asumsi disabilitas fisik adalah produk dari kemalasan atau kurang olahraga

- Menggunakan fasilitas umum yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas, seperti tempat parkir atau toilet

- Mempertanyakan apakah disabilitas yang disandang seseorang itu nyata atau hanya dibuat-buat.


Contoh yang Lebih Luas

Pada skala yang lebih besar, beberapa contoh ableisme meliputi:

- Bahasa Ableist: Ada banyak contoh ableisme dalam bahasa sehari-hari. Istilah seperti "bodoh" dan "lumpuh" pada awalnya digunakan untuk menggambarkan disabilitas. Namun, kini orang menggunakannya sebagai sinonim untuk "bodoh" atau "buruk". Orang juga menyalahgunakan kata-kata dengan cara yang meremehkan kondisi. Misalnya, seseorang mungkin berkata, “Saya sangat OCD.”

- Desain yang tidak dapat diakses: Merancang bangunan, ruang publik, produk, dan teknologi yang hanya melayani orang-orang yang tidak memiliki disabilitas adalah contoh dari ableisme. Ini termasuk situs web yang tidak memiliki fitur pembesaran teks, bangunan yang tidak memiliki tanjakan untuk kursi roda, dan trotoar dengan rintangan yang mempersulit perjalanan.

- Diskriminasi pendidikan: Sekolah yang menolak untuk mengakomodasi disabilitas, gagal memahami disabilitas, atau mencoba untuk “mengajar” anak agar tidak memiliki disabilitas adalah contoh dari ableisme dalam pendidikan. Misalnya, seorang guru menghukum seorang anak karena disleksia alih-alih menyesuaikan cara mengajar.

- Diskriminasi pekerjaan: Ablesime di tempat kerja dapat berupa pengabaian atas tindakan-tindakan intimidasi yang terjadi di lingkungan kerja. Artinya, orang yang mengintimidasi pekerja disabilitas tidak diberi hukuman sehingga intimidasi terus-menerus terjadi.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya