Liputan6.com, Jakarta Hari Pendengaran Sedunia jatuh setiap 3 Maret. Untuk memperingati hari ini, Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (Perhati-KL) memberi penjelasan soal penyebab gangguan pendengaran.
Menurut Ketua Umum Perhati-KL Indonesia dr. Yussy Afriani Dewi, Sp.T.H.T.B.K.L, penyebab utama gangguan pendengaran adalah Tuli kongenital, infeksi telinga atau congek, Tuli akibat bising, Tuli karena faktor usia, dan Tuli karena kotoran telinga. Dan, 60 persen gangguan dengar disebabkan oleh sesuatu yang bisa dicegah.
“Pencegahan dilakukan dengan identifikasi sedini mungkin pada berbagai kelompok usia,” ujar Yussy, mengutip laman Sehatnegeriku, Minggu(5/3/2023).
Advertisement
Deteksi dini pendengaran yang paling pertama adalah skrining pada bayi baru lahir dan bawah lima tahun (Balita). Bisa pula dilakukan skrining pada anak dan pra usia sekolah, pada individu terpapar bising atau zat kimia yang terus-menerus, dan pada individu terpapar obat ototoksik. Pasalnya, beberapa obat dapat menyebabkan gangguan dengar. Terakhir, bisa dilakukan pula pada lanjut usia (lansia).
Sedangkan upaya untuk menjaga kesehatan pendengaran dapat termasuk:
- Deteksi dini adanya gangguan pendengaran
- Menghindari kebisingan
- Pola hidup bersih dan sehat
- Memerhatikan kebersihan liang telinga
- Tidak minum obat ototoksik dalam jangka panjang tanpa konsultasi dengan dokter.
“Hindari membersihkan telinga sendiri, hindari mengorek-orek telinga, hindari penggunaan earphone dengan volume keras dalam waktu lama,” ucap Yussy.
Bisa Disebabkan Lingkungan Kerja
Selain itu, gangguan dengar bisa disebabkan oleh lingkungan kerja yang bising.
Perwakilan dokter dari Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki) dr. F. Handoyo, MPH Sp.OK menjelaskan kebisingan di tempat kerja dapat menyebabkan gangguan kesehatan bila kebisingan melampaui 85 desibel selama 8 jam terus-menerus setiap hari.
Kebisingan tersebut dapat berasal dari mesin, peralatan kendaraan, dan proses industri.
“Gangguan pendengaran akibat bising yaitu ketulian bersifat sementara atau permanen. Jadi tidak langsung Tuli tetapi bertahap, pelan-pelan pendengarannya menurun dan bisa pulih lagi. Namun jika tidak diatasi segera dapat mengakibatkan ketulian permanen,” ungkap dr. Handoyo.
Advertisement
Pencegahan Primer dan Sekunder
Pencegahan gangguan pendengaran di tempat kerja, lanjutnya, dapat dilakukan secara primer dan sekunder.
Lebih lanjut dijelaskan, pencegahan primer dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan termasuk kesehatan pendengaran calon karyawan. Selanjutnya dilakukan pencegahan sekunder dengan pemeriksaan kesehatan tahunan.
Peningkatan Layanan Skrining Telinga
Sejauh ini, pemerintah menargetkan peningkatan layanan kesehatan telinga dan pendengaran pada bayi baru lahir di 2030 sebanyak 20 persen.
Begitu pula bagi masyarakat dewasa dengan gangguan dengar yang menggunakan alat bantu dengar dan implan. Pemerintah sama-sama menargetkan 20 persen peningkatan layanannya."
“Dan menurunkan 20 persen angka infeksi telinga kronis dan gangguan dengar pada anak sekolah usia lima sampai sembilan tahun.”
Advertisement