Liputan6.com, Jakarta - Sebagian masyarakat Indonesia kembali memperingati Hari Disabilitas Internasional atau HDI 2023.
Di perayaan kali ini, isu diskriminasi masih menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat berkebutuhan khusus.
Baca Juga
Menurut Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Guru Tunanetra Inklusif (IGTI) Bima Kurniawan, perilaku diskriminatif memainkan peran yang sangat signifikan. Terutama dalam membatasi atau bahkan menghilangkan hak-hak penyandang disabilitas di berbagai sektor.
Advertisement
Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada pertengahan tahun 2022, total penduduk Indonesia mencapai 275,77 juta jiwa. Dengan sekitar 22,97 juta jiwa atau sekitar 8,5 persen dari total tersebut merupakan penyandang disabilitas.
Dalam sektor pekerjaan, jumlah penyandang disabilitas yang dilibatkan dalam lapangan kerja baru mencapai sekitar 780 ribu orang, atau sekitar 0,23 persen dari total angkatan kerja.
Data statistik juga menunjukkan bahwa persentase anak penyandang disabilitas usia sekolah, khususnya di rentang usia 5-19 tahun, sekitar 3,3 persen dari jumlah penduduk usia sekolah tersebut. Yaitu sekitar 66,6 juta jiwa, yang setara dengan sekitar 2.197.833 jiwa.
Meskipun demikian, data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) per Agustus 2021 menunjukkan data yang memprihatinkan.
Jumlah peserta didik penyandang disabilitas yang mengikuti pendidikan formal hanya mencapai 269.398 anak. Setara dengan 12,26 persen dari total peserta didik disabilitas yang seharusnya mendapatkan layanan pendidikan. Baik di Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun jalur inklusif.
“Artinya, angka ini menunjukkan bahwa proporsi penyandang disabilitas yang menerima pendidikan formal masih terbilang sangat rendah dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya dilayani,” kata Bima kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan tertulis, Minggu, 3 Desember 2023.
Tantangan Penyandang Disabilitas Berikutnya
Tantangan berikutnya, lanjut Bima, dapat dianalisis melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 815 Tahun 2023. Mengenai hasil monev sarana dan prasarana ramah kelompok rentan tahun 2023.
Keputusan tersebut menekankan kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan publik untuk memberikan perlakuan khusus kepada kelompok rentan. Dengan menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai pada unit pelayanan publik.
Tujuan dari keputusan ini adalah untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik, terutama dalam penyediaan fasilitas yang ramah terhadap kelompok rentan. Sayangnya, hasil pemantauan dan penilaian menunjukkan bahwa realisasi dari kebijakan tersebut masih sangat jauh dari harapan.
Advertisement
Aksesibilitas Belum Optimal dalam Berbagai Sektor
Lebih lanjut, Akademisi Universitas Trunojoyo Madura itu menambahkan, lembaga penyelenggara di sektor kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan kesejahteraan sosial masih belum optimal dalam hal akomodasi dan aksesibilitas.
Hal ini menjadi perhatian, mengingat sudah tujuh tahun sejak Undang-Undang tentang penyandang disabilitas disahkan. Ini adalah waktu yang cukup panjang untuk melakukan perbaikan dan peningkatan yang signifikan di ruang pelayanan publik yang ramah untuk semua.
“Kembali kita harus mengingat dan merujuk kerangka formil, untuk memperkuat hak-hak penyandang disabilitas dalam berbagai sektor pembangunan berkelanjutan. Dan mencegah timbulnya perilaku diskriminatif yang berpotensi merugikan mereka,” ujar Bima.
Hak Disabilitas Telah Diatur Undang-Undang
Pelaksanaan, pemberian, dan penikmatan hak-hak disabilitas telah diatur secara tegas oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 2016.
Dalam sektor pendidikan, Pasal 10 menegaskan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas. Ini mencakup:
- Hak mendapatkan pendidikan bermutu pada berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus.
- Memiliki kesamaan kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan.
- Kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan bermutu di berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
- Selain itu, pasal ini juga menegaskan hak mendapatkan akomodasi yang layak bagi peserta didik disabilitas.
Di sektor pekerjaan, Pasal 11 merinci hak-hak penyandang disabilitas, termasuk hak memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi dari pihak pemerintah, pemerintah daerah, atau sektor swasta.
Hak yang dijamin meliputi:
- Upah setara dengan tenaga kerja non-disabilitas.
- Akomodasi yang layak di lingkungan kerja.
- Perlindungan dari pemutusan hubungan kerja berdasarkan alasan disabilitas.
- Akses kepada program kembali bekerja dan penempatan kerja yang adil dan proporsional.
Hak lainnya mencakup peluang untuk pengembangan karier, kemungkinan untuk memajukan usaha sendiri, serta keterlibatan dalam kegiatan wirausaha, pengembangan koperasi, dan pendirian usaha pribadi.
Advertisement