Liputan6.com, Jakarta Senin pagi, 21 April 2025, dunia berduka. Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik meninggal dunia di Casa Santa Marta pada pukul 07.35 waktu setempat. Paus tutup usia pada umur 88 tahun.
"Dengan rasa duka mendalam, saya harus umumkan wafatnya Bapa Suci kita," Fransiskus, ujar Camerlengo Kardinal Kevin Farrell dari Kamar Apostolik. Seluruh hidupnya diabadikan untuk melayanai Tuhan dan Gereja-Nya.
Baca Juga
Sejak 14 Februari 2025, Paus Fransiskus menjalani perawatan di Rumah Sakit Poliklinik Agostino Gemelli karena bronkitis. Kondisinya memburuk pada 18 Februari setelah didiagnosis menderita pneumonia bilateral, infeksi serius yang menyerang kedua paru-paru secara bersamaan. Kondisi ini menyebabkan peradangan pada kantung udara di paru-paru atau alveoli, yang terisi cairan. Setelah menjalani perawatan selama 38 hari, Paus Fransiskus sempat kembali ke Vatikan. Namun, takdir berkata lain.Â
Advertisement
Pneumonia Sebabkan Disabilitas Jangka Panjang
Pneumonia, infeksi paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur, ternyata menyimpan ancaman serius yang tak boleh dianggap remeh. Lebih dari sekadar batuk dan demam, pneumonia dapat menyebabkan disabilitas jangka panjang, baik fisik maupun kognitif, yang berdampak signifikan terhadap kualitas hidup penderitanya. Siapa pun berisiko terkena pneumonia, namun beberapa kelompok rentan seperti bayi, lansia, dan individu dengan sistem imun lemah, memiliki risiko lebih tinggi mengalami komplikasi serius.
Dampak pneumonia terhadap disabilitas sangat bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan infeksi, kondisi kesehatan individu, dan akses terhadap pengobatan yang tepat. Penanganan pneumonia yang terlambat atau tidak adekuat dapat memicu komplikasi serius yang berujung pada disabilitas permanen. Oleh karena itu, pencegahan dan deteksi dini sangat penting untuk mengurangi risiko disabilitas akibat pneumonia.
Advertisement
Disabilitas Fisik Akibat Pneumonia
Pneumonia parah dapat menyebabkan kelemahan otot yang signifikan, membuat aktivitas sehari-hari menjadi sulit. Sesak napas kronis dan nyeri dada berkepanjangan juga sering dialami, membatasi kemampuan berjalan, menaiki tangga, atau bahkan melakukan pekerjaan rumah tangga. Studi menunjukkan korelasi antara keterbatasan aktivitas dan kematian akibat pneumonia, terutama pada wanita lanjut usia.
Kelemahan otot ini bukan hanya sebatas rasa lelah biasa, tetapi dapat mengganggu aktivitas dasar sehari-hari. Kondisi ini dapat berlangsung lama, bahkan setelah infeksi pneumonia sembuh. Oleh karena itu, rehabilitasi medis sangat penting untuk membantu pemulihan fungsi otot dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Penting untuk diingat bahwa dampak disabilitas fisik akibat pneumonia dapat bervariasi. Beberapa pasien mungkin mengalami pemulihan yang cepat, sementara yang lain mungkin membutuhkan waktu lama dan perawatan intensif untuk kembali beraktivitas normal.
Dampak Tak Kasat Mata Pneumonia
Pada beberapa kasus, terutama pada lansia atau individu dengan sistem imun lemah, pneumonia dapat menyebabkan gangguan kognitif yang serius. Kebingungan, penurunan kesadaran, dan bahkan kerusakan otak permanen dapat terjadi sebagai komplikasi pneumonia. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan dan dapat berdampak besar pada kehidupan sehari-hari.
Gangguan kognitif ini dapat meliputi kesulitan berkonsentrasi, mengingat informasi, dan mengambil keputusan. Kondisi ini dapat berlangsung lama dan memerlukan rehabilitasi kognitif untuk membantu memulihkan fungsi otak. Studi menunjukkan bahwa gangguan kognitif merupakan faktor risiko kematian akibat pneumonia.
Penting untuk segera mencari pertolongan medis jika mengalami gejala gangguan kognitif setelah menderita pneumonia. Diagnosis dan penanganan yang tepat dapat membantu meminimalkan dampak jangka panjang gangguan kognitif tersebut.
Advertisement
Komplikasi Pneumonia
Pneumonia dapat memicu berbagai komplikasi serius yang berpotensi menyebabkan disabilitas jangka panjang. Salah satu komplikasi yang paling berbahaya adalah gagal napas, yang dapat menyebabkan kebutuhan akan ventilator dan oksigen jangka panjang, serta kelemahan otot pernapasan yang menetap.
Komplikasi lainnya termasuk gagal jantung, yang terjadi karena jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah yang kekurangan oksigen. Gagal ginjal juga dapat terjadi akibat infeksi yang menyebar ke aliran darah (bakteremia). Abses paru dan efusi pleura merupakan komplikasi lain yang dapat menyebabkan nyeri dada kronis dan sesak napas.
- Gagal napas
- Gagal jantung
- Gagal ginjal
- Abses paru
- Efusi pleura
Â
Pneumonia dan Disabilitas pada Pasien Stroke
Pasien stroke memiliki risiko lebih tinggi terkena pneumonia, khususnya pneumonia aspirasi. Pneumonia aspirasi terjadi ketika makanan, air liur, atau asam lambung terhirup ke paru-paru, menyebabkan infeksi. Kondisi ini dapat menyebabkan disabilitas yang lebih parah karena pasien stroke seringkali sudah memiliki keterbatasan fisik dan kognitif.
Disfagia, atau kesulitan menelan, merupakan faktor risiko utama pneumonia aspirasi pada pasien stroke. Disfagia membuat pasien lebih rentan terhadap aspirasi dan infeksi paru-paru. Oleh karena itu, penanganan disfagia sangat penting untuk mencegah pneumonia dan mengurangi risiko disabilitas pada pasien stroke.
Perawatan dan rehabilitasi yang komprehensif sangat penting bagi pasien stroke untuk meminimalkan risiko pneumonia dan komplikasi lainnya. Pemantauan ketat dan intervensi dini dapat membantu mencegah disabilitas yang lebih parah.
Advertisement
Pencegahan Disabilitas Akibat Pneumonia
Pencegahan pneumonia sangat penting untuk mengurangi risiko disabilitas. Vaksinasi terhadap pneumonia (pneumococcal vaccine dan influenza vaccine) sangat dianjurkan, terutama untuk kelompok rentan seperti bayi, lansia, dan individu dengan sistem imun lemah.
Selain vaksinasi, menjaga kesehatan tubuh juga sangat penting. Konsumsi makanan bergizi, olahraga teratur, dan istirahat cukup dapat membantu memperkuat sistem imun. Menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan secara teratur, juga dapat membantu mencegah infeksi.
Pengobatan dini sangat penting jika mengalami gejala pneumonia. Jangan menunda untuk berkonsultasi dengan dokter jika mengalami gejala seperti batuk, demam, sesak napas, dan nyeri dada. Pengelolaan penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit jantung juga penting untuk mengurangi risiko pneumonia. Hindari paparan asap rokok untuk melindungi kesehatan paru-paru.
