Asal Usul Bahasa Isyarat: Sejak Kapan Digunakan?

Mengupas sejarah terciptanya bahasa isyarat serta tokoh-tokoh yang berperan penting dibaliknya.

oleh Fariza Noviani Abidin diperbarui 15 Mar 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2024, 13:00 WIB
20160925-Hari Tuli Internasional-Jakarta
Belajar bahasa isyarat (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bahasa isyarat adalah bahasa yang menggunakan gerakan tangan, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh untuk berkomunikasi, telah menjadi bagian penting bagi komunitas tunarungu dan tunarungu wicara.

Selama berabad-abad sebelum ditemukan bahasa isyarat, komunitas tunarungu telah mengalami marginalisasi. Keyakinan bahwa bahasa hanya bisa dipelajari dengan mendengar mendiskriminasi mereka. Filsuf Yunani kuno, Aristoteles, bahkan menyatakan bahwa "Pria yang tuli dalam semua kasus juga bisu."

Di bawah hukum Romawi, orang yang lahir tuli tidak diberikan hak untuk menandatangani wasiat karena mereka "dipresumsikan tidak memahami apa pun; karena tidak mungkin bagi mereka untuk belajar membaca atau menulis." Pandangan ini menghambat kemajuan dan hak-hak komunitas tunarungu.

Komunitas tunarungu telah lama terbelenggu oleh prasangka dan stigma. Pada masa lampau, orang-orang tunarungu sering dianggap tidak mampu belajar. Hal ini menyebabkan mereka terpinggirkan dari masyarakat dan tidak memiliki akses pendidikan yang layak.

Dilansir dari National Geographic, perlawanan terhadap prasangka ini dimulai pada zaman Renaissance. Tokoh penting yang mempelopori perubahan ini adalah Pedro Ponce de León, seorang biarawan Benediktin dari Spanyol pada abad ke-16. Dialah yang pertama kali dikreditkan dengan penciptaan bahasa isyarat formal untuk penyandang gangguan pendengaran.

Meskipun ide Ponce de León bukanlah hal yang benar-benar baru, karena beberapa budaya, seperti Indian Asli Amerika dan para biarawan Benediktin, telah menggunakan isyarat tangan untuk berkomunikasi, kontribusinya tetap sangatlah penting. Upayanya membuka jalan bagi pengakuan bahasa isyarat sebagai bahasa yang sah dan efektif untuk komunitas tunarungu.

Awal Mula Terbentuknya Bahasa Isyarat

Pada abad ke-16, Pedro Ponce de León, seorang biarawan Benediktin dari Spanyol, terinspirasi oleh praktik para biarawan yang menggunakan isyarat tangan untuk berkomunikasi dalam keheningan biara.

Ia mengadaptasi gerakan-gerakan ini untuk menciptakan metode pengajaran bagi orang tuli. Karyanya membuka jalan bagi sistem-sistem bahasa isyarat yang digunakan di seluruh dunia saat ini.

Seorang klerikus, imam, dan ahli bahasa Spanyol lainnya, Juan Pablo Bonet, melanjutkan penelitian Ponce de León tentang metode komunikasi baru. Ia mengkritik metode brutal yang digunakan untuk membuat orang tuli berbicara, seperti memasukkan mereka ke dalam tong besar dengan suara bergemuruh. Bonet berpendapat bahwa metode ini tidak manusiawi dan tidak efektif.

Pada tahun 1620, Bonet menerbitkan karya pertamanya tentang pendidikan bagi orang dengan gangguan pendengaran. Ia mengusulkan agar orang tuli belajar mengucapkan kata-kata dan membangun frasa-frasa yang bermakna.

Ia menciptakan "alfabet demonstratif", sebuah sistem manual di mana tangan kanan membuat bentuk-bentuk untuk mewakili setiap huruf. Sistem ini didasarkan pada notasi musik Aretina dan mirip dengan alfabet bahasa isyarat modern.

Pendekatan Bonet menggabungkan oralisme (menggunakan suara) dengan bahasa isyarat. Walaupun begitu, sistem ini masih memiliki tantangan, terutama untuk istilah abstrak dan bentuk tak berwujud seperti konjungsi.

Penyempurnaan Bahasa Isyarat

Pada tahun 1755, Charles-Michel de l'Épée, seorang pastor Katolik Prancis, menorehkan sejarah dengan mendirikan metode edukasi komprehensif bagi kaum tuli. Upayanya ini berujung pada pendirian sekolah umum pertama untuk anak-anak tuli, yaitu Institut Nasional untuk Bisu di Paris.

Para siswa yang datang dari berbagai penjuru Prancis membawa serta isyarat yang mereka gunakan untuk berkomunikasi di rumah. Épée mengadaptasi isyarat-isyarat ini dan menambahkan alfabet manualnya sendiri, menciptakan kamus isyarat.

Ia berpegang teguh pada keyakinannya bahwa bahasa isyarat harus menjadi bahasa yang lengkap, dan sistemnya pun cukup kompleks untuk mengekspresikan preposisi, konjungsi, dan elemen tata bahasa lainnya.

Berkat dedikasi dan karyanya, Épée dikenal sebagai bapak kaum tuli dan mendirikan 21 sekolah.

Penyebaran Bahasa Isyarat ke Berbagai Negara

Bahasa isyarat standar yang diciptakan Épée dengan cepat menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika Serikat. Pada tahun 1814, Thomas Hopkins Gallaudet, seorang menteri dari Connecticut, terinspirasi untuk membantu tetangganya yang berusia sembilan tahun dan memiliki gangguan pendengaran untuk berkomunikasi. Ia pun pergi ke Prancis untuk mempelajari metode Épée di bawah bimbingan penerusnya, Abbé Sicard.

Tiga tahun kemudian, Gallaudet mendirikan Sekolah Amerika untuk Tuli di Hartford, Connecticut. Para siswa dari seluruh Amerika Serikat membawa isyarat yang mereka gunakan di rumah, dan seperti di sekolah Épée, isyarat-isyarat ini digabungkan dengan isyarat dari Bahasa Isyarat Prancis untuk membentuk Bahasa Isyarat Amerika.

Berkat pengembangan bahasa isyarat formal, orang-orang dengan gangguan pendengaran mendapatkan akses ke bahasa lisan dalam berbagai bentuk. Sistem isyarat modern di dunia memiliki aturan yang berbeda untuk pengucapan, urutan kata, dan tata bahasa.

Bahasa visual baru ini bahkan mampu mengekspresikan aksen regional, mencerminkan kompleksitas dan kekayaan tuturan lokal.

Infografis Pemutakhiran Ejaan Serapan 6 Nama Bahasa Arab
Infografis Pemutakhiran Ejaan Serapan 6 Nama Bahasa Arab (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya