Tuli vs Tunarungu, Istilah Apa yang Tepat Digunakan?

Mitos dan fakta seputar tuli, perbedaan tuli dan tunarungu, pentingnya bahasa isyarat, serta peran alat bantu dengar dibahas tuntas dalam artikel ini.

oleh Tim Disabilitas Diperbarui 03 Mar 2025, 14:03 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2025, 14:03 WIB
20160220-Finger Talk, Kafe Pertama di Indonesia yang Mempekerjakan Kaum Difabel-Tangsel
Dua orang pegawai berbincang dalam bahasa isyarat di kafe Finger Talk, Pamulang, Tangsel, Sabtu (20/2). Sang pemilik, Dissa, mendapatkan ide membangun kafe ini setelah melihat konsep yang sama di Nikaragua, Amerika. (Liputan6.com/Fery Pradolo)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Tuli, kondisi yang memengaruhi kemampuan mendengar, ternyata memiliki beragam penyebab dan jenis. Kondisi ini bisa muncul sejak lahir (kongenital) atau setelah lahir (didapat), dan kerusakannya bisa terjadi di berbagai bagian sistem pendengaran.

Penyebab tuli sangat beragam, mulai dari faktor genetik hingga paparan suara keras. Pemahaman yang tepat mengenai penyebab dan jenis tuli sangat penting untuk penanganan yang efektif.

Selain itu, penting untuk memahami bahwa istilah "tuli" bukanlah kata kasar. Justru, istilah "tunarungu" seringkali dianggap menyinggung oleh penyandang disabilitas rungu. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai dunia tuli dan cara terbaik untuk berinteraksi dengan mereka.

Beda Tuli dan Tunarungu: Sebuah Persepsi yang Salah

Seringkali, ada kesalahpahaman antara istilah "tuli" dan "tunarungu". Banyak yang mengira keduanya sama, padahal terdapat perbedaan persepsi.

Menurut Riski Purna Adi, teman tuli sekaligus pengajar bahasa isyarat di kelas Career Development Center (CDC) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM, istilah "tunarungu" justru dianggap kasar dan menyinggung oleh komunitas tuli. "Sebaliknya, istilah ‘tunarungu’ dibuat oleh orang dengar dan penggunaan kata tersebut justru dianggap kasar dan menyinggung orang tuli," ungkap Riski mengutip keterangan pers di laman Fisipol UGM, Selasa (28/1/2025). 

Ia menekankan bahwa "tuli" adalah deskripsi kondisi medis yang tepat, bukan penghinaan. Penggunaan bahasa yang tepat dan santun sangat penting dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas rungu.

Berinteraksi dengan Teman Tuli: Bahasa Isyarat Sebagai Jembatan

Bahasa isyarat menjadi kunci utama dalam berkomunikasi dengan penyandang tuli. Memahami dan menggunakan bahasa isyarat menunjukkan rasa hormat dan memudahkan interaksi.

Meskipun susunan bahasa isyarat berbeda dengan bahasa Indonesia, hal ini tidak menghalangi kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi. Kemampuan menulis dan membaca bahasa Indonesia tetap terjaga.

Riski menegaskan, "Fakta bahwa kami tidak bisa mendengar itu tidak apa-apa, selama kami bisa berinteraksi dengan bahasa isyarat. Kami tidak sakit atau bahkan cacat." Ini menunjukkan pentingnya menghargai kemampuan komunikasi mereka.

Alat Bantu Dengar (ABD): Bukan Solusi Sempurna

Alat bantu dengar (ABD) seringkali dianggap sebagai solusi utama bagi penyandang tuli. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian.

Tidak semua penyandang tuli mendapatkan manfaat yang sama dari ABD. Ada yang mengalami peningkatan pendengaran, namun ada pula yang tidak merasakan perubahan signifikan.

Riski menuturkan, "Orang medis memaksa tuli untuk dapat menggunakan bahasa oral dan tidak menganjurkan kita untuk menggunakan bahasa isyarat. Mereka bilang, bahasa isyarat dapat merusak kemampuan berkomunikasi kami, dan anggapan itu salah." Hal ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang holistik dan personal.

Bahasa Isyarat: Lebih dari Sekadar Bahasa

Bahasa isyarat bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga bagian penting dari identitas budaya komunitas tuli. Memahami bahasa isyarat membuka pintu untuk memahami budaya mereka.

Bahasa isyarat internasional juga memungkinkan penyandang tuli untuk berkomunikasi dengan sesama penyandang tuli di seluruh dunia. Ini memperluas jaringan sosial dan kesempatan mereka.

Mempelajari bahasa isyarat adalah investasi yang berharga, membangun jembatan komunikasi dan pemahaman yang lebih baik dengan komunitas tuli.

Memahami Beragam Penyebab Tuli

Penyebab tuli sangat beragam, tergantung pada waktu kemunculan (kongenital atau didapat) dan lokasi kerusakan pada sistem pendengaran.

Tuli Kongenital (sejak lahir): disebabkan oleh faktor genetik, infeksi ibu hamil (TORCHS), kelainan bentuk telinga, dan masalah saat kelahiran seperti kadar bilirubin tinggi atau berat badan lahir rendah.

Tuli Didapat (setelah lahir): disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk paparan suara keras, infeksi telinga, penyakit sistemik (seperti meningitis), cedera kepala, sumbatan kotoran telinga, tumor, dan presbikusis (penurunan pendengaran terkait usia).

  • Paparan suara keras kronis dapat merusak sel rambut di telinga bagian dalam.
  • Infeksi telinga tengah atau dalam dapat menyebabkan kerusakan struktur telinga dan saraf pendengaran.
  • Penyakit seperti meningitis, penyakit Lyme, dan campak dapat menyebabkan tuli mendadak.
  • Sumbatan kotoran telinga menghalangi transmisi suara.

Jenis tuli juga dikategorikan berdasarkan lokasi kerusakan: tuli konduktif (gangguan hantaran suara), tuli sensorineural (kerusakan sel rambut atau saraf pendengaran), dan tuli campuran (gabungan keduanya).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya