Liputan6.com, Jakarta Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Riau mulai membahas penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
Pembahasan dilakukan pada Selasa 11 Februari 2025 di Kantor Camat Mandau, Bengkalis, Provinsi Riau.
Baca Juga
Upaya ini disambut baik oleh Bupati Bengkalis, Kasmarni serta Asisten I bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Andris Wasono.
Advertisement
Kasmarni menyampaikan, Ranperda ini akan menjadi langkah konkret bersama dalam memberikan payung hukum untuk menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas di Provinsi Riau. Serta dapat dilaksanakan secara konsisten oleh semua pemangku kepentingan yang ada di daerah ini.
Dalam kesempatan yang sama, Andris menyampaikan, penyandang disabilitas memiliki hak-hak yang tentunya harus dipenuhi.
Bahkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah dijelaskan bahwa difabel juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan hak hidup yang layak. Termasuk hak terbebas dari stigma negatif, hak privasi, hak perlindungan hukum, hak pendidikan, hak pekerjaan, hak kesehatan, hak politik, hak keagamaan, dan hak kebudayaan.
"Oleh karenanya, kami Pemerintah Kabupaten Bengkalis sangat mendukung sekali dengan adanya Ranperda terkait perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas ini. Agar mereka para penyandang disabilitas tidak merasa terdiskriminasi di tengah-tengah masyarakat, sehingga mereka juga bisa lebih bersaing dan dapat hidup maju serta sejahtera," jelas Andris mengutip laman Diskominfotik Kabupaten Bengkalis, Rabu (12/2/2025).
Terus Berusaha Penuhi Hak Penyandang Disabilitas
Andris juga menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Bengkalis selama ini terus berusaha untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas yang ada di daerah. Baik dalam hal pelayanan publik, pendidikan, kesehatan, olahraga, kebudayaan serta ketenagakerjaan.
“Bahkan dalam tiga kali pelaksanaan job fair selama ini, kami selalu menegaskan kepada dunia usaha dan dunia kerja untuk tetap memerhatikan serta memberi kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk ikut bersaing dalam mendapatkan pekerjaan.”
"Melalui visi Pemerintah Kabupaten Bengkalis Tahun 2024 – 2029, yakni Terwujudnya Kabupaten Bengkalis yang Bermarwah, Maju dan Sejahtera Serta Unggul di Indonesia, kami juga telah menjadikan pelayanan publik ramah difabel sebagai salah satu strategi guna menjalankan misi kedua kami dalam mewujudkan reformasi birokrasi serta penguatan nilai-nilai agama dan budaya melayu menuju tata kelola pemerintahan yang baik dan masyarakat yang berkarakter," urainya.
Advertisement
Negara Wajib Penuhi Hak Penyandang Disabilitas
Melansir laman Yayasan Pulih, berbagai hak penyandang disabilitas perlu dipenuhi lantaran ini merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) secara umum.
Konstitusi Indonesia, peraturan perundang-undangan, dan konvensi internasional yang telah diratifikasi menetapkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, memenuhi, menegakkan, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas.
Sebagaimana diketahui, HAM adalah standar internasional yang menjadi dasar normatif untuk proses pembangunan manusia, memajukan dan melindungi hak-hak manusia. HAM juga berupaya untuk menganalisis dan mengatasi ketimpangan dan praktik diskriminatif yang menghambat kemajuan pembangunan.
HAM juga mencerminkan konsensus dan tanggung jawab bersama antara negara-negara anggota perserikatan bangsa-bangsa (PBB) tentang pentingnya hak setiap individu. Termasuk untuk pembangunan, pedoman, dan alat praktis untuk menerjemahkan prinsip-prinsip HAM ke dalam program-program dan proses perencanaan pembangunan nasional.
Langkah Konkret yang Perlu Dilakukan Negara untuk Difabel
Beberapa kewajiban negara dalam memenuhi hak penyandang disabilitas termasuk langkah-langkah konkret seperti:
- Penyediaan aksesibilitas;
- layanan kesehatan mental;
- pendidikan inklusif; dan
- perlindungan dari diskriminasi.
Negara juga diharapkan memiliki regulasi yang memastikan penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang setara dalam segala aspek kehidupan.
“Negara memiliki tanggung jawab utama dalam hal ini,” kata Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej mengutip laman Yayasan Pulih, Senin (13/1/2025).
Sayangnya, implementasi kebijakan ini seringkali menghadapi hambatan karena faktor-faktor seperti keterbatasan anggaran, kurangnya kesadaran, dan terkadang, sikap yang kurang inklusif.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)