Pandemic Treaty Adalah Upaya Global Mengatasi Pandemi Masa Depan

Pandemic Treaty adalah perjanjian internasional untuk meningkatkan kesiapsiagaan global menghadapi pandemi. Simak penjelasan lengkap dan kontroversinya di sini.

oleh Liputan6 diperbarui 24 Nov 2024, 13:03 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2024, 13:02 WIB
pandemic treaty adalah
pandemic treaty adalah ©Ilustrasi dibuat AI

Pengertian Pandemic Treaty

Liputan6.com, Jakarta Pandemic Treaty, atau yang secara resmi disebut sebagai "WHO Convention, Agreement or other International Instrument on Pandemic Prevention, Preparedness and Response" (WHO CA+ on PPPR), merupakan sebuah inisiatif global yang digagas oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan respons dunia terhadap ancaman pandemi di masa depan. Perjanjian ini muncul sebagai evaluasi dan pengakuan atas kegagalan komunitas internasional dalam menunjukkan solidaritas dan kesetaraan saat menanggapi pandemi COVID-19.

Tujuan utama dari Pandemic Treaty adalah untuk membangun kerangka kerja internasional yang lebih kuat dan efektif dalam menghadapi pandemi. Beberapa aspek kunci yang dibahas dalam perjanjian ini meliputi:

  • Peningkatan koordinasi dan kolaborasi antar negara
  • Pemerataan akses terhadap vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan
  • Penguatan sistem surveilans dan peringatan dini
  • Transfer teknologi dan pengetahuan
  • Pembiayaan yang berkelanjutan untuk kesiapsiagaan pandemi

Pandemic Treaty diharapkan dapat mengatasi kesenjangan yang terlihat jelas selama pandemi COVID-19, di mana negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengalami kesulitan dalam mengakses sumber daya vital untuk menangani krisis kesehatan. Dengan adanya perjanjian ini, diharapkan dunia akan lebih siap dan mampu memberikan respons yang lebih adil dan efektif terhadap ancaman pandemi di masa mendatang.

Latar Belakang Munculnya Pandemic Treaty

Gagasan mengenai Pandemic Treaty pertama kali dicetuskan pada Maret 2021 oleh Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Ide ini kemudian mendapat dukungan dari berbagai pemimpin dunia, termasuk Presiden Indonesia Joko Widodo. Latar belakang munculnya inisiatif ini tidak terlepas dari pengalaman dunia dalam menghadapi pandemi COVID-19 yang menunjukkan berbagai kelemahan dalam sistem kesehatan global.

Beberapa faktor yang mendorong munculnya Pandemic Treaty antara lain:

  • Ketidaksiapan banyak negara dalam menghadapi pandemi
  • Kesenjangan akses terhadap vaksin dan alat kesehatan antara negara maju dan berkembang
  • Kurangnya koordinasi dan kerja sama internasional dalam penanganan pandemi
  • Keterbatasan wewenang WHO dalam mengambil tindakan cepat
  • Kebutuhan akan sistem peringatan dini yang lebih efektif

Pandemi COVID-19 telah memperlihatkan bahwa ancaman kesehatan global tidak mengenal batas negara dan membutuhkan respons yang terkoordinasi secara internasional. Banyak negara, terutama yang berpenghasilan rendah dan menengah, mengalami kesulitan dalam mengakses vaksin, obat-obatan, dan peralatan medis yang diperlukan. Hal ini menunjukkan pentingnya membangun sistem yang lebih adil dan merata dalam penanganan krisis kesehatan global.

Selain itu, pandemi juga mengungkapkan kelemahan dalam sistem surveilans dan peringatan dini global. Keterlambatan dalam mendeteksi dan melaporkan wabah awal COVID-19 berkontribusi pada penyebaran virus yang cepat ke seluruh dunia. Pandemic Treaty diharapkan dapat memperkuat kapasitas global dalam mendeteksi dan merespons ancaman pandemi secara lebih cepat dan efektif.

Proses Perundingan Pandemic Treaty

Proses perundingan Pandemic Treaty melibatkan berbagai tahapan dan forum diskusi internasional. Berikut adalah gambaran umum tentang bagaimana perjanjian ini dibahas dan dinegosiasikan:

  • Pembentukan Working Group on Strengthening WHO Preparedness for and Response to Health Emergencies (WGPR) pada Oktober 2021
  • Penerbitan laporan awal (zero draft) oleh WGPR pada 28 Oktober 2021
  • Pembahasan rancangan awal dalam World Health Assembly (WHA) pada 29 November 2021
  • Pembentukan Intergovernmental Negotiating Body (INB) untuk merancang dan merundingkan perjanjian
  • Serangkaian pertemuan INB untuk membahas dan menyempurnakan draf perjanjian
  • Pelibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi internasional, masyarakat sipil, dan sektor swasta melalui dengar pendapat publik
  • Target penyelesaian dan adopsi perjanjian pada Sidang WHA ke-77 pada Mei 2024

Dalam proses perundingan ini, Indonesia berpartisipasi secara aktif dan memperjuangkan kepentingan nasional, terutama dalam isu-isu strategis seperti sistem surveilans, transfer teknologi, dan kesetaraan akses dalam menghadapi pandemi. Pemerintah Indonesia juga mendorong prinsip kesetaraan antara negara maju dan negara berkembang agar dapat masuk dalam Pandemic Treaty.

Meskipun target awal penyelesaian perjanjian adalah Mei 2024, negosiasi yang alot telah menyebabkan perpanjangan waktu pembahasan. Beberapa isu kunci yang masih menjadi perdebatan antara lain Pathogen Access and Benefit Sharing (PABS), pencegahan dan instrumen One Health, transfer teknologi dan ilmu pengetahuan, no-fault compensation, dan pendanaan.

Isi dan Cakupan Pandemic Treaty

Pandemic Treaty mencakup berbagai aspek dalam penanganan pandemi global. Berikut adalah beberapa komponen utama yang dibahas dalam perjanjian ini:

  1. Sistem Surveilans dan Peringatan Dini:
    • Penguatan kapasitas deteksi dini ancaman pandemi
    • Peningkatan transparansi dan berbagi informasi antar negara
    • Pengembangan sistem peringatan dini global yang terintegrasi
  2. Akses dan Pembagian Manfaat:
    • Mekanisme pembagian data dan informasi patogen
    • Penjaminan akses yang adil terhadap vaksin, obat-obatan, dan alat diagnostik
    • Pengaturan pembagian manfaat dari penelitian dan pengembangan produk kesehatan
  3. Transfer Teknologi dan Pengetahuan:
    • Fasilitasi transfer teknologi ke negara berkembang
    • Peningkatan kapasitas produksi lokal untuk vaksin dan obat-obatan
    • Berbagi pengetahuan dan praktik terbaik dalam penanganan pandemi
  4. Pendanaan dan Sumber Daya:
    • Pembentukan mekanisme pembiayaan yang berkelanjutan untuk kesiapsiagaan pandemi
    • Peningkatan investasi dalam sistem kesehatan dan infrastruktur
    • Penjaminan akses yang setara terhadap sumber daya kritis selama pandemi
  5. Tata Kelola dan Koordinasi:
    • Penguatan peran WHO dalam koordinasi respons global terhadap pandemi
    • Peningkatan kerja sama antar sektor dan lintas batas negara
    • Pengembangan mekanisme akuntabilitas dan evaluasi kinerja

Salah satu aspek penting yang dibahas dalam Pandemic Treaty adalah Pathogen Access and Benefit-Sharing (PABS). Indonesia mendorong agar setiap data sharing, khususnya yang melibatkan patogen dan informasi sekuens genetik, disertai pembagian manfaat yang setimpal. Hal ini penting untuk memastikan keadilan dalam pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan terkait.

Selain itu, perjanjian ini juga membahas tentang penguatan dan perlindungan pekerja kesehatan, yang menjadi garda terdepan dalam menghadapi pandemi. Pandemic Treaty diharapkan dapat memberikan jaminan pekerjaan dan kondisi kerja yang layak, terutama bagi tenaga kesehatan migran dari negara berkembang.

Manfaat dan Tujuan Pandemic Treaty

Pandemic Treaty memiliki sejumlah manfaat dan tujuan yang diharapkan dapat memperkuat kesiapsiagaan global dalam menghadapi ancaman pandemi di masa depan. Beberapa manfaat utama dari perjanjian ini antara lain:

  1. Peningkatan Koordinasi Global:
    • Memperkuat kerja sama antar negara dalam mendeteksi dan merespons ancaman pandemi
    • Memfasilitasi pertukaran informasi dan praktik terbaik secara lebih efektif
    • Mengurangi tumpang tindih upaya dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya
  2. Kesetaraan Akses:
    • Menjamin distribusi yang lebih adil untuk vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan
    • Mengatasi kesenjangan akses antara negara maju dan berkembang
    • Mendorong solidaritas global dalam menghadapi krisis kesehatan
  3. Penguatan Sistem Kesehatan:
    • Mendorong investasi dalam infrastruktur kesehatan dan kapasitas sumber daya manusia
    • Meningkatkan kemampuan negara-negara dalam mendeteksi dan merespons ancaman kesehatan
    • Memperkuat sistem surveilans dan peringatan dini global
  4. Transfer Teknologi dan Pengetahuan:
    • Memfasilitasi pembagian teknologi dan pengetahuan ke negara-negara berkembang
    • Meningkatkan kapasitas produksi lokal untuk produk kesehatan penting
    • Mendorong inovasi dan penelitian kolaboratif dalam bidang kesehatan global
  5. Kesiapsiagaan Finansial:
    • Membangun mekanisme pembiayaan yang berkelanjutan untuk kesiapsiagaan pandemi
    • Mengurangi dampak ekonomi dari pandemi melalui respons yang lebih terkoordinasi
    • Memastikan ketersediaan dana darurat untuk respons cepat terhadap ancaman pandemi

Tujuan utama dari Pandemic Treaty adalah untuk memastikan dunia lebih siap menghadapi ancaman pandemi di masa depan. Dengan adanya kerangka kerja internasional yang lebih kuat, diharapkan respons global terhadap krisis kesehatan dapat lebih cepat, efektif, dan berkeadilan. Perjanjian ini juga bertujuan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang terungkap selama pandemi COVID-19, seperti ketimpangan akses terhadap sumber daya kesehatan dan kurangnya koordinasi internasional.

Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, Pandemic Treaty membuka peluang untuk meningkatkan kapasitas sistem kesehatan nasional melalui transfer teknologi dan pengetahuan. Hal ini dapat mendorong kemandirian dalam produksi vaksin dan obat-obatan, serta meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi dan merespons ancaman kesehatan secara lebih efektif.

Kontroversi dan Kritik terhadap Pandemic Treaty

Meskipun Pandemic Treaty memiliki tujuan mulia untuk meningkatkan kesiapsiagaan global terhadap pandemi, perjanjian ini tidak luput dari kontroversi dan kritik. Beberapa kekhawatiran dan pandangan kritis yang muncul antara lain:

  1. Ancaman terhadap Kedaulatan Negara:
    • Kekhawatiran bahwa perjanjian akan memberikan wewenang berlebih kepada WHO
    • Anggapan bahwa negara-negara akan kehilangan kontrol atas kebijakan kesehatan nasional
    • Ketakutan akan adanya intervensi asing dalam penanganan krisis kesehatan domestik
  2. Isu Transparansi dan Partisipasi:
    • Kritik terhadap proses negosiasi yang dianggap kurang transparan
    • Kekhawatiran akan kurangnya keterlibatan masyarakat sipil dan pemangku kepentingan lokal
    • Tuntutan untuk lebih banyak konsultasi publik dalam penyusunan perjanjian
  3. Keadilan dan Kesetaraan:
    • Kritik bahwa perjanjian belum cukup memadai dalam mengatasi ketimpangan global
    • Kekhawatiran bahwa negara-negara maju akan tetap mendominasi akses terhadap sumber daya kesehatan
    • Tuntutan untuk mekanisme pembagian manfaat yang lebih kuat dan mengikat
  4. Isu Hak Kekayaan Intelektual:
    • Perdebatan mengenai fleksibilitas paten untuk produk kesehatan penting
    • Kekhawatiran bahwa perjanjian tidak cukup mengatasi hambatan HKI dalam akses obat-obatan
    • Tuntutan untuk pengaturan yang lebih tegas mengenai transfer teknologi
  5. Implementasi dan Penegakan:
    • Pertanyaan mengenai mekanisme penegakan perjanjian
    • Kekhawatiran akan kurangnya sanksi bagi negara yang tidak mematuhi ketentuan
    • Tantangan dalam mengharmonisasikan perjanjian dengan hukum nasional

Salah satu kritik yang muncul adalah dari Human Rights Watch (HRW), yang menyatakan bahwa tanpa adanya standar hak asasi manusia yang kuat selama keadaan darurat kesehatan, keputusan WHO berpotensi menghasilkan kejahatan diplomatik. HRW mengingatkan bahwa selama pandemi COVID-19, banyak pemerintah yang menerapkan kebijakan karantina dan pembatasan dengan cara yang tidak proporsional dan melanggar hak asasi manusia.

Di sisi lain, beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa Pandemic Treaty akan memberikan otoritas yang terlalu besar kepada WHO, termasuk kemampuan untuk memantau dan mengubah perilaku manusia. Namun, WHO telah membantah klaim-klaim ini dan menegaskan bahwa perjanjian tidak akan mengganggu kedaulatan negara atau memberikan wewenang absolut kepada organisasi tersebut.

Menanggapi kritik-kritik ini, para pendukung Pandemic Treaty menekankan pentingnya keseimbangan antara koordinasi global dan penghormatan terhadap kedaulatan nasional. Mereka juga menegaskan bahwa perjanjian ini bertujuan untuk memperkuat, bukan menggantikan, kapasitas nasional dalam menghadapi pandemi.

Posisi dan Peran Indonesia dalam Pandemic Treaty

Indonesia memainkan peran aktif dan strategis dalam perundingan Pandemic Treaty. Sebagai negara berkembang dengan populasi besar dan pengalaman signifikan dalam menghadapi pandemi COVID-19, Indonesia memiliki kepentingan dan perspektif unik yang dibawa ke meja perundingan. Berikut adalah beberapa aspek penting terkait posisi dan peran Indonesia:

  1. Dukungan terhadap Inisiatif:
    • Indonesia menyatakan dukungannya terhadap Pandemic Treaty sejak awal
    • Presiden Joko Widodo termasuk di antara 25 pemimpin dunia yang mendukung inisiatif ini
    • Indonesia melihat perjanjian ini sebagai peluang untuk memperkuat kesiapsiagaan global
  2. Perjuangan Kepentingan Nasional:
    • Indonesia aktif memperjuangkan isu-isu strategis seperti sistem surveilans dan transfer teknologi
    • Mendorong kesetaraan akses terhadap vaksin, obat-obatan, dan alat diagnostik
    • Menekankan pentingnya pembagian manfaat yang adil dalam pertukaran data patogen
  3. Fokus pada Keadilan dan Kesetaraan:
    • Indonesia mendorong prinsip kesetaraan antara negara maju dan berkembang
    • Memperjuangkan mekanisme transfer teknologi yang berkeadilan
    • Mendukung pembentukan hub produksi regional untuk meningkatkan kemandirian
  4. Pengalaman dan Praktik Terbaik:
    • Berbagi pengalaman Indonesia dalam menangani pandemi COVID-19
    • Mempromosikan inisiatif seperti Material Transfer Agreement (MTA) untuk spesimen virus
    • Mendorong pendekatan One Health dalam pencegahan dan penanganan pandemi
  5. Penguatan Kapasitas Nasional:
    • Memanfaatkan Pandemic Treaty untuk meningkatkan sistem kesehatan nasional
    • Mendorong pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri
    • Memperkuat legislasi nasional untuk kesiapsiagaan menghadapi pandemi

Dalam perundingan Pandemic Treaty, Indonesia secara konsisten memperjuangkan empat poin utama:

  • Pathogen Access and Benefit-Sharing (PABS): Indonesia mendorong agar setiap pertukaran data patogen disertai dengan pembagian manfaat yang setimpal.
  • Instrumen One Health: Mendukung pembentukan instrumen yang mengatur kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara komprehensif.
  • Transfer Teknologi: Mendorong transfer teknologi yang berkeadilan untuk membangun kapasitas manufaktur lokal.
  • Pendanaan: Mendukung mekanisme pembiayaan yang setara dan dapat diakses oleh negara berkembang.

Indonesia juga aktif dalam forum-forum internasional terkait, seperti menjadi Co-Chair COVAX Advance Market Commitment (AMC) Engagement Group. Melalui peran ini, Indonesia terus mendorong kesetaraan akses vaksin global dan penguatan sistem kesehatan di negara-negara berkembang.

Dengan partisipasi aktif dalam perundingan Pandemic Treaty, Indonesia berupaya memastikan bahwa kepentingan nasional dan perspektif negara berkembang terwakili dalam perjanjian global ini. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hasil akhir dari Pandemic Treaty dapat memberikan manfaat yang nyata bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya dalam menghadapi ancaman pandemi di masa depan.

Tantangan Implementasi Pandemic Treaty

Meskipun Pandemic Treaty memiliki tujuan mulia, implementasinya menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi. Beberapa tantangan utama dalam penerapan perjanjian ini meliputi:

  1. Harmonisasi dengan Hukum Nasional:
    • Perlunya penyesuaian regulasi di tingkat nasional untuk mengakomodasi ketentuan perjanjian
    • Tantangan dalam menyelaraskan perjanjian dengan sistem hukum yang berbeda-beda di setiap negara
    • Potensi konflik antara kewajiban internasional dan kebijakan domestik
  2. Kapasitas dan Sumber Daya:
    • Kesenjangan kapasitas antara negara maju dan berkembang dalam implementasi perjanjian
    • Kebutuhan investasi besar dalam infrastruktur kesehatan dan sistem surveilans
    • Tantangan dalam memobilisasi sumber daya finansial yang berkelanjutan
  3. Koordinasi Multisektor:
    • Kompleksitas dalam mengkoordinasikan berbagai pemangku kepentingan di tingkat nasional dan internasional
    • Perlunya pendekatan whole-of-government dan whole-of-society dalam implementasi
    • Tantangan dalam menyelaraskan kepentingan sektor kesehatan dengan sektor ekonomi dan sosial
  4. Isu Kedaulatan dan Kepentingan Nasional:
    • Keseimbangan antara komitmen internasional dan prioritas nasional
    • Potensi resistensi dari negara-negara yang merasa kedaulatannya terancam
    • Tantangan dalam mengatasi nasionalisme vaksin dan proteksionisme kesehatan
  5. Penegakan dan Akuntabilitas:
    • Keterbatasan mekanisme penegakan dalam hukum internasional
    • Tantangan dalam memastikan kepatuhan negara-negara terhadap ketentuan perjanjian
    • Perlunya sistem monitoring dan evaluasi yang efektif

Salah satu tantangan signifikan adalah mengatasi kesenjangan kapasitas antara negara maju dan berkembang. Banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah mungkin menghadapi kesulitan dalam memenuhi standar yang ditetapkan dalam perjanjian tanpa dukungan teknis dan finansial yang memadai. Oleh karena itu, implementasi Pandemic Treaty perlu disertai dengan mekanisme bantuan dan pengembangan kapasitas yang kuat.

Tantangan lain adalah memastikan kepatuhan terhadap ketentuan perjanjian, terutama dalam situasi krisis. Pengalaman pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa beberapa negara cenderung mengutamakan kepentingan nasional di atas solidaritas global. Diperlukan mekanisme yang kuat untuk mendorong kepatuhan dan mengatasi potensi pelanggaran terhadap perjanjian.

Implementasi Pandemic Treaty juga memerlukan perubahan signifikan dalam tata kelola kesehatan global. Hal ini mencakup penguatan peran WHO, peningkatan koordinasi antar lembaga internasional, dan pengembangan sistem peringatan dini yang lebih efektif. Tantangannya adalah memastikan bahwa perubahan-perubahan ini dapat dilakukan secara efisien dan mendapat dukungan luas dari komunitas internasional.

Langkah-langkah Menuju Pengesahan Pandemic Treaty

Proses menuju pengesahan Pandemic Treaty melibatkan serangkaian langkah dan tahapan yang kompleks. Berikut adalah gambaran umum tentang langkah-langkah yang perlu ditempuh menuju pengesahan dan implementasi perjanjian ini:

  1. Finalisasi Draf Perjanjian:
    • Penyelesaian negosiasi antar negara anggota WHO
    • Penyempurnaan teks perjanjian berdasarkan masukan dari berbagai pihak
    • Penyelesaian isu-isu yang masih menjadi perdebatan
  2. Persetujuan oleh World Health Assembly:
    • Penyerahan draf final kepada World Health Assembly (WHA)
    • Pembahasan dan voting oleh negara-negara anggota WHO
    • Pengesahan perjanjian oleh mayoritas negara anggota
  3. Ratifikasi oleh Negara-negara:
    • Proses ratifikasi di tingkat nasional sesuai dengan prosedur masing-masing negara
    • Penyesuaian regulasi dan kebijakan nasional untuk mengakomodasi perjanjian
    • Deposito instrumen ratifikasi kepada Sekretaris Jenderal PBB
  4. Pembentukan Mekanisme Implementasi:
    • Pembentukan badan-badan pelaksana dan pengawas perjanjian
    • Pengembangan pedoman teknis dan standar operasional
    • Penyusunan rencana aksi nasional dan regional
  5. Mobilisasi Sumber Daya:
    • Identifikasi kebutuhan sumber daya untuk implementasi
    • Pembentukan mekanisme pembiayaan berkelanjutan
    • Mobilisasi dukungan teknis dan pengembangan kapasitas
  6. Sosialisasi dan Edukasi Publik:
    • Kampanye informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
    • Pelibatan pemangku kepentingan dalam persiapan implementasi
    • Pelatihan dan pengembangan kapasitas untuk pelaksana di lapangan
  7. Monitoring dan Evaluasi:
    • Pengembangan sistem monitoring dan pelaporan
    • Pelaksanaan evaluasi berkala terhadap implementasi perjanjian
    • Penyesuaian dan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi

Saat ini, proses negosiasi Pandemic Treaty masih berlangsung dan telah mengalami perpanjangan waktu dari target awal Mei 2024. Beberapa isu kunci yang masih menjadi perdebatan termasuk Pathogen Access and Benefit Sharing (PABS), pencegahan dan instrumen One Health, transfer teknologi, dan mekanisme pembiayaan.

Bagi Indonesia, langkah-langkah menuju pengesahan Pandemic Treaty melibatkan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait. Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, dan instansi lain perlu bekerja sama dalam mempersiapkan posisi nasional dan melakukan penyesuaian regulasi yang diperlukan.

Penting untuk dicatat bahwa proses menuju pengesahan dan implementasi Pandemic Treaty memerlukan waktu dan upaya yang signifikan. Diperlukan komitmen politik yang kuat, dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, dan kesiapan sumber daya untuk memastikan bahwa perjanjian ini dapat memberikan manfaat nyata dalam meningkatkan kesiapsiagaan global terhadap pandemi di masa depan.

Kesimpulan

Pandemic Treaty merupakan langkah penting dalam upaya global untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan respons terhadap ancaman pandemi di masa depan. Perjanjian ini muncul sebagai pembelajaran dari pengalaman pandemi COVID-19 yang mengungkapkan berbagai kelemahan dalam sistem kesehatan global dan koordinasi internasional.

Meskipun masih menghadapi berbagai tantangan dan kontroversi, Pandemic Treaty memiliki potensi besar untuk memperkuat kerja sama internasional, meningkatkan kesetaraan akses terhadap sumber daya kesehatan, dan membangun kapasitas global dalam menghadapi krisis kesehatan. Bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, perj

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya