Apa itu Poliomyelitis?
Liputan6.com, Jakarta Poliomyelitis yang lebih dikenal dengan sebutan polio, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus. Virus polio menyerang sistem saraf pusat dan dapat mengakibatkan kelumpuhan dalam hitungan jam. Penyakit ini terutama menjangkiti anak-anak di bawah usia 5 tahun, meskipun dapat menyerang individu dari segala usia.
Virus polio masuk ke tubuh melalui mulut, biasanya dari air atau makanan yang terkontaminasi oleh tinja penderita polio. Setelah masuk, virus berkembang biak di saluran pencernaan sebelum menyebar ke sistem saraf. Mayoritas orang yang terinfeksi (sekitar 95%) tidak menunjukkan gejala apapun, namun tetap dapat menularkan virus ke orang lain.
Pada kasus yang lebih serius, polio dapat menyebabkan:
Advertisement
- Kelumpuhan permanen, terutama pada tungkai
- Kesulitan bernapas akibat kelumpuhan otot pernapasan
- Kematian, pada 5-10% kasus yang mengalami kelumpuhan otot pernapasan
Meskipun belum ada obat untuk menyembuhkan polio, vaksinasi telah terbukti sangat efektif dalam mencegah penyakit ini. Berkat upaya vaksinasi global, kasus polio telah menurun drastis sejak tahun 1980-an. Namun, virus ini masih beredar di beberapa negara sehingga upaya pencegahan harus terus dilakukan.
Penyebab Poliomyelitis
Poliomyelitis disebabkan oleh infeksi virus polio, yang termasuk dalam genus Enterovirus dan famili Picornaviridae. Terdapat tiga strain virus polio liar yang dapat menyebabkan penyakit ini:
- Poliovirus tipe 1 (PV1)
- Poliovirus tipe 2 (PV2)
- Poliovirus tipe 3 (PV3)
Di antara ketiga strain tersebut, PV1 adalah penyebab utama sebagian besar kasus polio yang menyebabkan kelumpuhan di dunia. PV2 dan PV3 dianggap sudah diberantas secara global pada tahun 2015 dan 2019.
Virus polio sangat menular dan menyebar melalui beberapa cara:
- Rute fekal-oral: Ini adalah jalur penularan utama. Virus masuk ke tubuh melalui mulut saat seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja pengidap polio.
- Kontak langsung: Virus dapat menyebar melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, misalnya melalui tangan yang terkontaminasi.
- Droplet pernapasan: Meskipun jarang terjadi, virus polio juga dapat menyebar melalui batuk atau bersin dari orang yang terinfeksi.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko terinfeksi virus polio antara lain:
- Tidak mendapatkan vaksinasi polio
- Bepergian ke daerah dengan wabah polio aktif
- Hamil
- Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah
- Anak-anak di bawah usia 5 tahun
- Tinggal di daerah dengan sanitasi buruk dan akses air bersih terbatas
Penting untuk diingat bahwa sebagian besar orang yang terinfeksi virus polio tidak menunjukkan gejala apapun. Namun, mereka tetap dapat menularkan virus ke orang lain selama beberapa minggu melalui tinja mereka. Inilah yang membuat polio sangat mudah menyebar tanpa disadari, terutama di daerah dengan sanitasi buruk.
Advertisement
Gejala Poliomyelitis
Gejala poliomyelitis dapat bervariasi dari ringan hingga berat, tergantung pada tingkat keparahan infeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi virus polio (sekitar 95%) tidak menunjukkan gejala sama sekali, kondisi ini disebut infeksi asimtomatik. Namun, mereka tetap dapat menularkan virus ke orang lain.
Gejala polio dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan tingkat keparahannya:
1. Polio Abortif (Infeksi Ringan)
Sekitar 4-8% orang yang terinfeksi mengalami gejala ringan yang mirip dengan flu. Gejala-gejala ini biasanya berlangsung 2-3 hari dan meliputi:
- Demam
- Sakit tenggorokan
- Kelelahan
- Sakit kepala
- Mual dan muntah
- Nyeri perut
2. Polio Non-Paralitik
Sekitar 1-2% kasus berkembang menjadi bentuk yang lebih serius namun tidak menyebabkan kelumpuhan. Gejala polio non-paralitik dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu dan meliputi:
- Sakit kepala parah
- Nyeri dan kekakuan pada leher, punggung, dan tungkai
- Kelelahan ekstrem
- Iritabilitas
- Meningitis (peradangan selaput otak)
3. Polio Paralitik
Kurang dari 1% kasus polio berkembang menjadi bentuk paling serius yang menyebabkan kelumpuhan. Gejala awalnya mirip dengan polio non-paralitik, namun dalam beberapa hari atau minggu dapat berkembang menjadi:
- Kehilangan refleks
- Nyeri atau kejang otot yang parah
- Sensasi seperti ditusuk jarum pada tungkai
- Kelumpuhan mendadak, biasanya pada tungkai
- Kelumpuhan otot pernapasan yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas
- Kesulitan menelan atau berbicara
Kelumpuhan akibat polio biasanya terjadi secara asimetris, artinya hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Dalam kasus yang parah, kelumpuhan dapat menjadi permanen.
4. Sindrom Pasca-Polio
Beberapa orang yang pernah mengalami polio dapat mengalami gejala baru yang muncul bertahun-tahun kemudian, biasanya 15-40 tahun setelah infeksi awal. Gejala sindrom pasca-polio meliputi:
- Kelemahan otot progresif
- Kelelahan yang tidak wajar
- Nyeri otot dan sendi
- Atrofi otot (pengecilan otot)
- Kesulitan bernapas atau menelan
- Intoleransi terhadap dingin
- Masalah tidur
- Depresi atau kecemasan
Penting untuk diingat bahwa gejala-gejala ini dapat muncul secara bertahap dan bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Jika Anda atau anak Anda mengalami gejala-gejala yang mencurigakan, terutama kelumpuhan mendadak, segera hubungi profesional kesehatan untuk evaluasi dan penanganan yang tepat.
Diagnosis Poliomyelitis
Diagnosis poliomyelitis dapat menjadi tantangan karena gejalanya sering mirip dengan penyakit lain. Namun, dengan kombinasi pemeriksaan klinis, riwayat medis, dan tes laboratorium, dokter dapat menegakkan diagnosis yang akurat. Berikut adalah langkah-langkah dalam proses diagnosis polio:
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Dokter akan menanyakan tentang riwayat medis, gejala yang dialami, dan riwayat perjalanan ke daerah endemis polio. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai:
- Kekuatan dan refleks otot
- Fungsi sensorik
- Kekakuan leher dan punggung
- Tanda-tanda meningitis
2. Pengambilan Sampel
Untuk konfirmasi diagnosis, dokter akan mengambil beberapa sampel untuk diperiksa di laboratorium:
- Sampel tinja: Ini adalah tes utama untuk mendeteksi virus polio. Dua sampel tinja diambil dengan jarak minimal 24 jam dalam 14 hari pertama sejak gejala muncul.
- Sampel tenggorokan: Swab tenggorokan dapat diambil untuk mendeteksi virus.
- Cairan serebrospinal: Dalam kasus yang dicurigai meningitis, dokter mungkin melakukan pungsi lumbal untuk mengambil sampel cairan otak dan sumsum tulang belakang.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Sampel yang diambil akan diperiksa menggunakan beberapa metode:
- Isolasi virus: Sampel dikultur untuk mengisolasi virus polio.
- Polymerase Chain Reaction (PCR): Teknik ini digunakan untuk mendeteksi material genetik virus polio.
- Sekuensing genomik: Untuk mengidentifikasi strain virus polio yang spesifik.
- Tes serologis: Untuk mendeteksi antibodi terhadap virus polio dalam darah.
4. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan tambahan mungkin dilakukan untuk menilai dampak infeksi dan menyingkirkan diagnosis lain:
- Elektromiografi (EMG): Untuk menilai fungsi otot dan saraf.
- Pencitraan saraf: MRI atau CT scan otak dan sumsum tulang belakang dapat membantu menilai kerusakan saraf.
5. Kriteria Diagnosis
Diagnosis polio ditegakkan berdasarkan kriteria berikut:
- Gejala klinis yang sesuai, terutama kelumpuhan flaccid akut.
- Riwayat perjalanan ke daerah endemis atau kontak dengan kasus polio.
- Isolasi virus polio dari sampel klinis.
- Peningkatan titer antibodi spesifik terhadap poliovirus.
6. Diagnosis Banding
Dokter juga akan mempertimbangkan kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala serupa, seperti:
- Sindrom Guillain-Barré
- Mielitis transversa
- Ensefalitis virus lainnya
- Botulisme
Diagnosis dini sangat penting untuk manajemen yang tepat dan pencegahan penyebaran virus. Jika Anda curiga telah terpapar virus polio atau mengalami gejala yang mencurigakan, segera hubungi profesional kesehatan untuk evaluasi lebih lanjut.
Advertisement
Pengobatan Poliomyelitis
Saat ini, tidak ada pengobatan spesifik yang dapat menyembuhkan poliomyelitis. Penanganan utama berfokus pada perawatan suportif untuk mengurangi gejala, mencegah komplikasi, dan membantu pemulihan. Berikut adalah pendekatan pengobatan yang umumnya digunakan:
1. Perawatan Suportif
- Istirahat total: Pasien dianjurkan untuk beristirahat total untuk mengurangi kelelahan dan mencegah kerusakan otot lebih lanjut.
- Manajemen nyeri: Obat pereda nyeri seperti asetaminofen atau ibuprofen dapat diberikan untuk mengurangi demam dan nyeri otot.
- Hidrasi: Memastikan pasien mendapatkan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
- Nutrisi: Pemberian nutrisi yang adekuat untuk mendukung pemulihan.
2. Manajemen Gejala Spesifik
- Bantuan pernapasan: Pada kasus yang parah dengan kelumpuhan otot pernapasan, pasien mungkin memerlukan ventilasi mekanis.
- Fisioterapi: Untuk membantu mempertahankan fungsi otot dan mencegah kontraktur.
- Terapi okupasi: Membantu pasien beradaptasi dengan keterbatasan fisik dalam aktivitas sehari-hari.
- Perawatan luka tekan: Pada pasien yang mengalami kelumpuhan, perawatan kulit yang baik penting untuk mencegah luka tekan.
3. Manajemen Komplikasi
- Antibiotik: Diberikan jika terjadi infeksi sekunder seperti pneumonia atau infeksi saluran kemih.
- Antikoagulan: Untuk mencegah pembentukan bekuan darah pada pasien yang mengalami imobilisasi berkepanjangan.
- Manajemen konstipasi: Karena kelumpuhan dapat mempengaruhi fungsi usus.
4. Rehabilitasi Jangka Panjang
- Fisioterapi berkelanjutan: Untuk membantu memulihkan kekuatan otot dan meningkatkan mobilitas.
- Terapi wicara: Jika terjadi gangguan menelan atau berbicara.
- Alat bantu ortopedi: Seperti penyangga atau kursi roda untuk membantu mobilitas.
- Terapi psikologis: Untuk membantu pasien mengatasi dampak emosional dan psikologis dari penyakit.
5. Manajemen Sindrom Pasca-Polio
Untuk pasien yang mengalami sindrom pasca-polio, penanganan meliputi:
- Manajemen kelelahan: Termasuk pengaturan aktivitas dan istirahat yang tepat.
- Terapi fisik yang disesuaikan: Untuk membantu mengatasi kelemahan otot progresif.
- Manajemen nyeri: Melalui obat-obatan atau terapi non-farmakologis.
- Dukungan pernapasan: Jika diperlukan, termasuk penggunaan ventilasi non-invasif.
6. Penelitian Pengobatan Baru
Meskipun belum ada obat yang dapat menyembuhkan polio, penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan terapi baru. Beberapa area penelitian meliputi:
- Terapi antivirus: Pengembangan obat yang dapat menghambat replikasi virus polio.
- Imunoterapi: Penggunaan antibodi untuk menetralisir virus.
- Terapi sel punca: Untuk membantu regenerasi sel saraf yang rusak.
Penting untuk diingat bahwa pencegahan melalui vaksinasi tetap menjadi strategi utama dalam mengendalikan polio. Pengobatan yang ada saat ini bertujuan untuk mengurangi dampak penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal dicurigai menderita polio, segera cari bantuan medis untuk mendapatkan perawatan yang tepat dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Pencegahan Poliomyelitis
Pencegahan adalah kunci utama dalam mengendalikan penyebaran poliomyelitis. Strategi pencegahan yang paling efektif adalah melalui vaksinasi massal. Selain itu, ada beberapa langkah lain yang dapat diambil untuk mengurangi risiko infeksi. Berikut adalah penjelasan detail tentang metode pencegahan polio:
1. Vaksinasi
Vaksinasi adalah cara paling efektif untuk mencegah polio. Ada dua jenis vaksin polio yang digunakan secara global:
- Vaksin Polio Oral (OPV):
- Berisi virus polio yang dilemahkan
- Diberikan melalui tetesan ke mulut
- Efektif dalam mencegah penularan virus di masyarakat
- Lebih murah dan mudah diberikan
- Vaksin Polio Suntik (IPV):
- Berisi virus polio yang dimatikan
- Diberikan melalui suntikan
- Sangat aman dan efektif dalam memberikan kekebalan individual
- Tidak berisiko menyebabkan polio vaksin-derived
Jadwal vaksinasi polio di Indonesia:
- OPV-0: Diberikan saat lahir
- OPV-1: Usia 2 bulan
- OPV-2: Usia 3 bulan
- OPV-3: Usia 4 bulan
- IPV: Usia 4 bulan (bersamaan dengan OPV-3)
- OPV booster: Usia 18 bulan
2. Sanitasi dan Kebersihan
Karena virus polio menyebar melalui rute fekal-oral, menjaga kebersihan dan sanitasi yang baik sangat penting:
- Cuci tangan secara teratur dengan sabun dan air bersih, terutama sebelum makan dan setelah menggunakan toilet
- Pastikan akses ke air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai
- Buang air besar di toilet yang bersih dan aman
- Jaga kebersihan makanan dan minuman
3. Isolasi Kasus
Jika ada kasus polio yang teridentifikasi:
- Isolasi pasien untuk mencegah penyebaran virus
- Lakukan desinfeksi menyeluruh pada barang-barang yang terkontaminasi
- Lakukan vaksinasi pada kontak dekat pasien
4. Surveilans
Sistem surveilans yang kuat penting untuk mendeteksi dan merespons cepat terhadap kasus polio:
- Pemantauan aktif kasus Acute Flaccid Paralysis (AFP) pada anak-anak
- Pengujian sampel tinja untuk mendeteksi virus polio
- Pemantauan lingkungan untuk mendeteksi keberadaan virus di air limbah
5. Edukasi Masyarakat
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang polio dan pentingnya vaksinasi:
- Kampanye informasi publik tentang gejala polio dan cara pencegahannya
- Edukasi tentang pentingnya melengkapi jadwal vaksinasi anak
- Mengatasi mitos dan kesalahpahaman tentang vaksin polio
6. Kerjasama Internasional
Upaya global untuk memberantas polio melibatkan kerjasama internasional:
- Global Polio Eradication Initiative (GPEI) yang dipimpin oleh WHO, UNICEF, dan mitra lainnya
- Koordinasi lintas negara dalam surveilans dan respons terhadap wabah
- Bantuan teknis dan finansial untuk negara-negara endemis polio
7. Penelitian dan Pengembangan
Upaya berkelanjutan untuk meningkatkan strategi pencegahan polio:
- Pengembangan vaksin polio yang lebih aman dan efektif
- Penelitian tentang transmisi virus dan faktor-faktor risiko
- Inovasi dalam metode deteksi dan diagnosis polio
Pencegahan polio membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan vaksinasi, perbaikan sanitasi, surveilans yang ketat, dan kerjasama global. Dengan upaya yang berkelanjutan, dunia semakin dekat untuk mencapai tujuan eradikasi polio secara global. Namun, selama virus masih beredar di beberapa bagian dunia, upaya pencegahan harus terus dilakukan untuk melindungi generasi mendatang dari ancaman penyakit ini.
Advertisement
Pertanyaan Umum (FAQ) Seputar Poliomyelitis
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan tentang poliomyelitis beserta jawabannya:
1. Apakah polio masih ada di Indonesia?
Indonesia telah dinyatakan bebas polio oleh WHO pada tahun 2014. Namun, pada November 2022, ditemukan kasus polio di Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun langka, risiko polio masih ada dan vaksinasi tetap penting.
2. Apakah vaksin polio aman?
Ya, vaksin polio sangat aman dan efektif. Vaksin ini telah digunakan selama puluhan tahun dan telah menyelamatkan jutaan nyawa. Efek samping serius sangat jarang terjadi.
3. Berapa lama kekebalan dari vaksin polio bertahan?
Vaksin polio memberikan kekebalan seumur hidup jika diberikan sesuai jadwal yang direkomendasikan. Namun, di beberapa negara, booster mungkin direkomendasikan untuk orang dewasa yang berisiko tinggi.
4. Bisakah seseorang yang sudah divaksinasi tetap tertular polio?
Meskipun sangat jarang, orang yang sudah divaksinasi masih mungkin tertular polio. Namun, vaksinasi sangat mengurangi risiko infeksi dan keparahan penyakit jika terinfeksi.
5. Apakah polio dapat disembuhkan?
Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan polio. Pengobatan berfokus pada mengurangi gejala dan mencegah komplikasi. Beberapa pasien dapat pulih sepenuhnya, sementara yang lain mungkin mengalami kelumpuhan permanen.
6. Apakah orang dewasa perlu mendapatkan vaksin polio?
Sebagian besar orang dewasa yang telah divaksinasi saat anak-anak tidak memerlukan vaksin tambahan. Namun, beberapa kelompok mungkin memerlukan vaksinasi, seperti mereka yang bepergian ke daerah berisiko tinggi atau petugas kesehatan yang menangani pasien polio.
7. Bagaimana cara virus polio menyebar?
Virus polio terutama menyebar melalui rute fekal-oral, yaitu melalui makanan atau air yang terkontaminasi tinja pengidap polio. Virus juga dapat menyebar melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi.
8. Apakah semua orang yang terinfeksi virus polio akan mengalami kelumpuhan?
Tidak. Sekitar 95% orang yang terinfeksi virus polio tidak menunjukkan gejala sama sekali. Kurang dari 1% kasus berkembang menjadi kelumpuhan.
9. Apa itu sindrom pasca-polio?
Sindrom pasca-polio adalah kondisi yang dapat muncul pada orang yang pernah mengalami polio, biasanya 15-40 tahun setelah infeksi awal. Gejalanya meliputi kelemahan otot baru, kelelahan, dan nyeri.
10. Apakah ada risiko dari vaksin polio oral?
Vaksin polio oral (OPV) sangat aman, namun dalam kasus yang sangat jarang (sekitar 1 dalam 2,7 juta dosis), dapat menyebabkan polio vaksin-derived. Inilah sebabnya beberapa negara beralih ke vaksin polio suntik (IPV) yang tidak memiliki risiko ini.
Kesimpulan
Poliomyelitis adalah penyakit serius yang dapat menyebabkan kelumpuhan permanen dan bahkan kematian. Meskipun upaya global telah berhasil mengurangi kasus polio secara drastis, virus ini masih beredar di beberapa bagian dunia. Pencegahan melalui vaksinasi tetap menjadi strategi utama dalam mengendalikan penyebaran polio.
Pemahaman yang baik tentang penyebab, gejala, dan cara penularan polio sangat penting dalam upaya pencegahan. Vaksinasi rutin sesuai jadwal yang direkomendasikan, ditambah dengan praktik kebersihan dan sanitasi yang baik, dapat secara efektif melindungi individu dan masyarakat dari ancaman penyakit ini.
Meskipun Indonesia telah dinyatakan bebas polio, kewaspadaan tetap diperlukan. Penemuan kasus baru di Aceh pada tahun 2022 mengingatkan kita bahwa risiko polio masih ada. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memastikan anak-anak mereka mendapatkan vaksinasi polio lengkap sesuai jadwal.
Dengan terus melakukan upaya pencegahan, edukasi masyarakat, dan kerjasama global, kita dapat berharap untuk mencapai tujuan eradikasi polio secara global. Setiap individu memiliki peran penting dalam upaya ini, baik dengan memastikan diri dan keluarga tervaksinasi, maupun dengan menyebarkan informasi yang benar tentang pentingnya pencegahan polio.
Advertisement