Cara Hukuman Mati di Indonesia: Prosedur, Kontroversi, dan Dampaknya

Pelajari prosedur pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, kontroversi yang menyertainya, serta dampaknya terhadap sistem peradilan dan masyarakat.

oleh Liputan6 diperbarui 18 Nov 2024, 09:14 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2024, 05:00 WIB
cara hukuman mati di indonesia
cara hukuman mati di indonesia ©Ilustrasi dibuat oleh AI

Definisi dan Sejarah Hukuman Mati di Indonesia

Liputan6.com, Jakarta Hukuman mati merupakan salah satu bentuk sanksi pidana terberat yang masih diberlakukan di Indonesia. Secara definisi, hukuman mati adalah praktik yang dilakukan negara untuk mengakhiri nyawa seseorang, sebagai hukuman atas kejahatan berat yang telah dilakukannya. Di Indonesia, hukuman mati telah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan terus dipertahankan hingga saat ini.

Sejarah mencatat, hukuman mati pertama kali dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Henry Willem Daendels pada tahun 1808. Pada masa awal kemerdekaan, hukuman mati tetap dipertahankan untuk menghalau pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini kemudian dituangkan dalam UU Darurat No. 12 Tahun 1951 yang mengatur mengenai senjata api, amunisi, dan bahan peledak.

Orang Indonesia pertama yang tercatat dijatuhi hukuman mati adalah Oesin Bestari pada tahun 1964. Ia dieksekusi karena melakukan pembunuhan terhadap enam rekan bisnisnya di Mojokerto. Sejak saat itu, hukuman mati terus diberlakukan di Indonesia meski menuai kontroversi dari berbagai pihak.

Dasar Hukum Pelaksanaan Hukuman Mati

Dasar hukum pelaksanaan hukuman mati di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
  • UU No. 2/Pnps/1964 juncto UU No. 5 Tahun 1969 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati
  • Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati
  • UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru

Dalam KUHP baru yang mulai berlaku tahun 2026, pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat. Pidana mati tidak lagi termasuk dalam stelsel pidana pokok, melainkan ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan sifatnya yang khusus.

Pasal 98 KUHP baru menyebutkan bahwa pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Pelaksanaannya baru dapat dilakukan setelah permohonan grasi terpidana ditolak Presiden.

Jenis Kejahatan yang Dapat Dijatuhi Hukuman Mati

Beberapa jenis kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati di Indonesia antara lain:

  • Pembunuhan berencana
  • Terorisme
  • Narkotika dan psikotropika
  • Korupsi (meski belum pernah diterapkan)
  • Pengkhianatan terhadap negara
  • Perampokan dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian
  • Kejahatan terhadap kemanusiaan
  • Genosida

Meski demikian, penerapan hukuman mati untuk kasus-kasus tersebut tetap harus mempertimbangkan berbagai aspek dan memenuhi syarat-syarat yang ketat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Prosedur Pelaksanaan Hukuman Mati

Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan persiapan personel, materiil, dan pelatihan. Personel yang ditugaskan harus sehat jasmani dan rohani, memiliki mental yang baik, serta kemampuan menembak minimal kelas 2. Peralatan yang disiapkan meliputi persenjataan, amunisi, dan kendaraan. Pelatihan mencakup latihan menembak dasar dan gladi pelaksanaan.

2. Tahap Pengorganisasian

Dibentuk dua regu utama yaitu regu penembak dan regu pendukung. Regu penembak terdiri dari 14 orang termasuk komandan pelaksana dan komandan regu. Regu pendukung dibagi menjadi 5 regu kecil dengan tugas masing-masing.

3. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini terdiri dari 28 langkah detail mulai dari persiapan terpidana hingga eksekusi, antara lain:

  • Terpidana diberi pakaian putih dan didampingi rohaniawan
  • Regu penembak menyiapkan 12 senjata dengan 3 peluru tajam dan 9 peluru hampa
  • Terpidana diikat pada tiang eksekusi
  • Dokter memberi tanda pada posisi jantung terpidana
  • Komandan memberi aba-aba penembakan
  • Dokter memeriksa kondisi terpidana setelah penembakan

4. Tahap Pengakhiran

Setelah eksekusi selesai, jenazah terpidana dibawa ke rumah sakit. Regu penembak melakukan konsolidasi dan lokasi eksekusi dibersihkan.

Kontroversi Seputar Hukuman Mati

Penerapan hukuman mati di Indonesia terus menuai kontroversi dari berbagai pihak, baik di dalam maupun luar negeri. Beberapa argumen yang sering dikemukakan oleh pihak yang menentang hukuman mati antara lain:

  • Bertentangan dengan hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup
  • Tidak terbukti efektif memberikan efek jera
  • Berpotensi menimbulkan kesalahan yang tidak dapat diperbaiki jika terjadi kekeliruan dalam proses peradilan
  • Tidak sesuai dengan sila Pancasila terutama sila pertama dan kedua
  • Dapat disalahgunakan untuk kepentingan politik

Di sisi lain, pendukung hukuman mati berargumen bahwa sanksi ini diperlukan untuk memberikan efek jera, melindungi masyarakat, serta memberikan keadilan bagi korban kejahatan berat. Perdebatan ini tampaknya akan terus berlanjut seiring masih diberlakukannya hukuman mati di Indonesia.

Dampak Hukuman Mati terhadap Sistem Peradilan

Penerapan hukuman mati membawa berbagai dampak terhadap sistem peradilan di Indonesia, antara lain:

  • Meningkatkan kehati-hatian dalam proses peradilan mengingat sifatnya yang tidak dapat diperbaiki
  • Memunculkan dilema etis bagi aparat penegak hukum yang terlibat dalam prosesnya
  • Berpotensi menimbulkan tekanan internasional terkait isu hak asasi manusia
  • Mempengaruhi hubungan diplomatik dengan negara asal terpidana asing
  • Mendorong upaya reformasi sistem peradilan pidana

Dampak-dampak tersebut perlu menjadi pertimbangan dalam mengevaluasi kebijakan hukuman mati ke depannya.

Tren Global terkait Hukuman Mati

Secara global, tren penghapusan hukuman mati terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Amnesty International, hingga tahun 2022:

  • 109 negara telah menghapus hukuman mati untuk semua jenis kejahatan
  • 7 negara menghapus untuk kejahatan biasa
  • 24 negara abolisionis dalam praktik
  • 55 negara masih memberlakukan hukuman mati (termasuk Indonesia)

Meski demikian, lebih dari 60% populasi dunia masih tinggal di negara yang memberlakukan hukuman mati. Beberapa negara besar yang masih menerapkannya antara lain Tiongkok, India, Amerika Serikat, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Nigeria, Arab Saudi, Iran, dan Jepang.

Alternatif Pengganti Hukuman Mati

Beberapa alternatif yang sering diusulkan untuk menggantikan hukuman mati antara lain:

  • Pidana penjara seumur hidup tanpa remisi
  • Pidana penjara jangka panjang (misalnya 20-25 tahun) dengan evaluasi berkala
  • Kombinasi pidana penjara dan kerja sosial
  • Pidana rehabilitasi intensif
  • Penerapan keadilan restoratif yang melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat

Alternatif-alternatif tersebut dianggap lebih manusiawi namun tetap memberikan efek jera dan perlindungan masyarakat. Penerapannya tentu membutuhkan kajian mendalam dan penyesuaian sistem pemasyarakatan.

Pertimbangan Etis dan Moral terkait Hukuman Mati

Perdebatan etis dan moral seputar hukuman mati terus berlangsung hingga kini. Beberapa pertimbangan yang sering diangkat antara lain:

  • Apakah negara berhak mencabut nyawa warganya?
  • Bagaimana menyeimbangkan hak hidup pelaku dan keadilan bagi korban?
  • Apakah hukuman mati sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan?
  • Bagaimana dampak psikologis hukuman mati terhadap keluarga terpidana?
  • Apakah ada jaminan bahwa sistem peradilan bebas dari kesalahan?

Pertanyaan-pertanyaan etis tersebut perlu terus didiskusikan secara terbuka melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Kesimpulan

Hukuman mati masih menjadi bagian dari sistem pemidanaan di Indonesia meski terus menuai kontroversi. Prosedur pelaksanaannya diatur ketat melalui berbagai peraturan perundang-undangan. Ke depan, Indonesia perlu terus mengevaluasi kebijakan hukuman mati dengan mempertimbangkan aspek hak asasi manusia, efektivitas, serta tren global. Diperlukan dialog terbuka yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mencari alternatif yang lebih manusiawi, namun tetap memberikan efek jera dan perlindungan masyarakat. Bagaimanapun, penegakan hukum harus tetap mengedepankan prinsip keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya