Panduan Lengkap: Cara Hitung PPh 21 untuk Karyawan dan Perusahaan

Pelajari cara menghitung PPh 21 dengan mudah dan akurat. Panduan lengkap untuk karyawan dan perusahaan dalam menentukan pajak penghasilan.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 16 Jan 2025, 20:43 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2025, 20:43 WIB
cara hitung pph 21
cara hitung pph 21 ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Pajak Penghasilan (PPh) 21 merupakan salah satu jenis pajak yang wajib dipahami oleh setiap wajib pajak, baik karyawan maupun perusahaan. Pemahaman yang baik tentang cara menghitung PPh 21 akan membantu Anda memenuhi kewajiban perpajakan dengan tepat dan menghindari sanksi yang tidak perlu. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang PPh 21, mulai dari pengertian, subjek dan objek pajak, hingga cara menghitungnya dengan berbagai contoh kasus.

Pengertian PPh 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.

PPh 21 diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016. Pajak ini dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.

Tujuan utama dari PPh 21 adalah untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) membayar pajak sesuai dengan kemampuan ekonominya. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan dalam perpajakan, di mana mereka yang memiliki penghasilan lebih tinggi akan membayar pajak lebih besar.

Subjek dan Objek PPh 21

Untuk memahami PPh 21 dengan lebih baik, penting untuk mengetahui siapa yang menjadi subjek pajak dan apa saja yang termasuk objek pajak PPh 21.

Subjek PPh 21

Subjek PPh 21 adalah pihak-pihak yang berkewajiban membayar atau dipotong PPh 21, yaitu:

  • Pegawai tetap
  • Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
  • Penerima pensiun dan tunjangan hari tua
  • Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
  • Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap
  • Mantan pegawai yang menerima penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua
  • Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan

Objek PPh 21

Objek PPh 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak, yang meliputi:

  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, upah, honorarium, pensiun bulanan, premi bulanan, uang lembur, dan segala jenis tunjangan yang diterima dalam bentuk uang
  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap
  • Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan
  • Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenis
  • Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan
  • Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI/POLRI, dan pensiunan

Pemahaman yang baik tentang subjek dan objek PPh 21 akan membantu Anda dalam menentukan apakah suatu penghasilan termasuk dalam kategori yang wajib dipotong PPh 21 atau tidak.

Tarif PPh 21

Tarif PPh 21 diterapkan secara progresif, artinya semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi pula tarif pajak yang dikenakan. Berikut adalah rincian tarif PPh 21 berdasarkan lapisan penghasilan kena pajak:

  • Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp50.000.000 per tahun: tarif 5%
  • Penghasilan Kena Pajak di atas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 per tahun: tarif 15%
  • Penghasilan Kena Pajak di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 per tahun: tarif 25%
  • Penghasilan Kena Pajak di atas Rp500.000.000 per tahun: tarif 30%

Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tarif yang dikenakan 20% lebih tinggi dari tarif normal.

Penting untuk dicatat bahwa tarif ini berlaku untuk penghasilan kena pajak, bukan penghasilan bruto. Penghasilan kena pajak dihitung dengan mengurangkan penghasilan bruto dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan biaya jabatan.

Komponen Penghasilan Bruto

Penghasilan bruto merupakan dasar perhitungan PPh 21. Komponen penghasilan bruto meliputi:

  • Gaji pokok
  • Tunjangan-tunjangan (seperti tunjangan jabatan, tunjangan transport, tunjangan makan)
  • Uang lembur
  • Bonus
  • Tunjangan Hari Raya (THR)
  • Jasa produksi
  • Gratifikasi
  • Tantiem
  • Penghasilan lain yang bersifat tetap dan teratur

Semua komponen ini dijumlahkan untuk mendapatkan total penghasilan bruto. Namun, ada beberapa jenis penghasilan yang dikecualikan dari objek PPh 21, seperti:

  • Bantuan atau santunan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
  • Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan tertentu
  • Iuran pensiun yang dibayarkan oleh pemberi kerja
  • Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang disahkan pemerintah

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah jumlah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi. PTKP ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang bekerja sebagai pegawai tetap, pegawai tidak tetap, penerima pensiun, dan penerima honorarium.

Besaran PTKP per tahun sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 adalah sebagai berikut:

  • Rp54.000.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
  • Rp4.500.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
  • Rp54.000.000 tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
  • Rp4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga

Contoh penerapan PTKP:

  • Wajib Pajak lajang: Rp54.000.000
  • Wajib Pajak kawin: Rp58.500.000
  • Wajib Pajak kawin dengan 1 anak: Rp63.000.000
  • Wajib Pajak kawin dengan 2 anak: Rp67.500.000
  • Wajib Pajak kawin dengan 3 anak: Rp72.000.000

PTKP ini penting dalam perhitungan PPh 21 karena akan mengurangi penghasilan bruto untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Biaya Jabatan

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya jabatan ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan maksimal yang dapat dikurangkan sebesar Rp6.000.000 setahun atau Rp500.000 sebulan.

Biaya jabatan ini berlaku untuk:

  • Pegawai tetap
  • Penerima pensiun bulanan
  • Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000

Contoh perhitungan biaya jabatan:

Jika seorang karyawan memiliki penghasilan bruto Rp10.000.000 per bulan, maka biaya jabatannya adalah:

5% x Rp10.000.000 = Rp500.000

Karena hasil perhitungan tidak melebihi batas maksimal Rp500.000 per bulan, maka biaya jabatan yang dapat dikurangkan adalah Rp500.000.

Biaya jabatan ini penting dalam perhitungan PPh 21 karena akan mengurangi penghasilan bruto bersama dengan PTKP untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Langkah-langkah Menghitung PPh 21

Berikut adalah langkah-langkah umum dalam menghitung PPh 21:

  1. Hitung penghasilan bruto:
    • Jumlahkan semua komponen penghasilan (gaji pokok, tunjangan, bonus, dll)
  2. Hitung penghasilan neto:
    • Kurangkan biaya jabatan dari penghasilan bruto
    • Kurangkan iuran pensiun dan iuran Jaminan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh pegawai (jika ada)
  3. Hitung penghasilan neto setahun:
    • Kalikan penghasilan neto bulanan dengan 12 (untuk pegawai tetap)
    • Untuk pegawai tidak tetap, gunakan penghasilan neto aktual
  4. Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP):
    • Kurangkan PTKP dari penghasilan neto setahun
  5. Hitung PPh 21 terutang setahun:
    • Terapkan tarif progresif pada PKP
  6. Hitung PPh 21 per bulan:
    • Bagi PPh 21 terutang setahun dengan 12 (untuk pegawai tetap)
    • Untuk pegawai tidak tetap, gunakan PPh 21 terutang aktual

Langkah-langkah ini dapat bervariasi tergantung pada jenis pegawai (tetap, tidak tetap, tenaga ahli, dll) dan metode pemotongan yang digunakan oleh pemberi kerja (gross method, net method, atau gross-up method).

Contoh Perhitungan PPh 21

Untuk lebih memahami cara menghitung PPh 21, mari kita lihat beberapa contoh perhitungan:

Contoh 1: Pegawai Tetap (Status: Kawin, 2 Anak)

Andi adalah seorang pegawai tetap dengan gaji dan tunjangan sebagai berikut:

 

  • Gaji pokok: Rp10.000.000/bulan

 

 

  • Tunjangan makan: Rp1.000.000/bulan

 

 

  • Tunjangan transport: Rp500.000/bulan

Langkah 1: Hitung penghasilan bruto

Penghasilan bruto = Rp10.000.000 + Rp1.000.000 + Rp500.000 = Rp11.500.000/bulan

Langkah 2: Hitung penghasilan neto

Biaya jabatan = 5% x Rp11.500.000 = Rp575.000 (dibatasi maksimal Rp500.000)

Penghasilan neto = Rp11.500.000 - Rp500.000 = Rp11.000.000/bulan

Langkah 3: Hitung penghasilan neto setahun

Penghasilan neto setahun = Rp11.000.000 x 12 = Rp132.000.000

Langkah 4: Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PTKP (K/2) = Rp67.500.000

PKP = Rp132.000.000 - Rp67.500.000 = Rp64.500.000

Langkah 5: Hitung PPh 21 terutang setahun

PPh 21 = (5% x Rp50.000.000) + (15% x Rp14.500.000)

= Rp2.500.000 + Rp2.175.000

= Rp4.675.000

Langkah 6: Hitung PPh 21 per bulan

PPh 21 per bulan = Rp4.675.000 / 12 = Rp389.583 (dibulatkan menjadi Rp389.500)

Contoh 2: Pegawai Tidak Tetap

Budi adalah seorang pegawai tidak tetap yang bekerja 20 hari dalam sebulan dengan upah harian Rp300.000.

Langkah 1: Hitung penghasilan bruto

Penghasilan bruto = Rp300.000 x 20 hari = Rp6.000.000

Langkah 2: Hitung penghasilan neto

Karena penghasilan bruto melebihi Rp4.500.000, maka dikenakan biaya jabatan

Biaya jabatan = 5% x Rp6.000.000 = Rp300.000

Penghasilan neto = Rp6.000.000 - Rp300.000 = Rp5.700.000

Langkah 3 & 4: Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PTKP per bulan (TK/0) = Rp4.500.000

PKP = Rp5.700.000 - Rp4.500.000 = Rp1.200.000

Langkah 5: Hitung PPh 21

PPh 21 = 5% x Rp1.200.000 = Rp60.000

Jadi, PPh 21 yang harus dipotong untuk Budi adalah Rp60.000.

PPh 21 untuk Pegawai Tetap

Pegawai tetap adalah pegawai yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. Perhitungan PPh 21 untuk pegawai tetap memiliki beberapa karakteristik khusus:

  • Penghasilan dihitung secara kumulatif dari awal tahun
  • PTKP dihitung setahun penuh
  • Biaya jabatan dihitung 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp500.000 per bulan atau Rp6.000.000 setahun
  • PPh 21 dihitung dengan tarif progresif

Contoh perhitungan PPh 21 untuk pegawai tetap telah diberikan pada bagian sebelumnya. Penting untuk diingat bahwa jika ada perubahan gaji atau status karyawan selama tahun berjalan, perhitungan PPh 21 harus disesuaikan.

PPh 21 untuk Pegawai Tidak Tetap

Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

Karakteristik perhitungan PPh 21 untuk pegawai tidak tetap:

  • Penghasilan dihitung berdasarkan jumlah hari kerja atau unit hasil pekerjaan
  • PTKP dihitung harian atau bulanan, bukan setahun penuh
  • Jika penghasilan sebulan kurang dari Rp4.500.000, tidak dikenakan PPh 21
  • Jika penghasilan sebulan Rp4.500.000 atau lebih, dikenakan PPh 21 dengan perhitungan khusus

Contoh perhitungan untuk pegawai tidak tetap telah diberikan pada bagian sebelumnya. Penting untuk memperhatikan batas penghasilan Rp4.500.000 per bulan dalam menentukan apakah PPh 21 perlu dipotong atau tidak.

PPh 21 untuk Tenaga Ahli

Tenaga ahli yang memberikan jasa dalam bidang tertentu, seperti dokter, pengacara, akuntan, arsitek, dan konsultan, memiliki perhitungan PPh 21 yang berbeda. Berikut adalah karakteristik perhitungan PPh 21 untuk tenaga ahli:

  • Penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP per bulan
  • Tarif pajak yang digunakan adalah 50% dari tarif umum PPh 21
  • Tidak ada pengurangan biaya jabatan

Contoh perhitungan:

Seorang dokter memberikan jasa konsultasi dengan honor Rp10.000.000.

Langkah 1: Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)PKP = Rp10.000.000 - (PTKP per bulan untuk TK/0 = Rp4.500.000) = Rp5.500.000

Langkah 2: Hitung PPh 21PPh 21 = 50% x (5% x Rp5.500.000) = Rp137.500

Jadi, PPh 21 yang harus dipotong untuk dokter tersebut adalah Rp137.500.

PPh 21 untuk Pensiunan

Pensiunan adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa uang pensiun secara teratur. Perhitungan PPh 21 untuk pensiunan memiliki beberapa karakteristik khusus:

 

 

  • Penghasilan bruto meliputi uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait

 

 

  • Biaya pensiun ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp200.000 sebulan atau Rp2.400.000 setahun

 

 

  • PTKP yang digunakan adalah PTKP untuk pensiunan

Contoh perhitungan:

Seorang pensiunan (status: kawin, 1 anak) menerima uang pensiun Rp5.000.000 per bulan.

Langkah 1: Hitung penghasilan bruto

Penghasilan bruto = Rp5.000.000

Langkah 2: Hitung biaya pensiun

Biaya pensiun = 5% x Rp5.000.000 = Rp250.000 (dibatasi maksimal Rp200.000)

Penghasilan neto = Rp5.000.000 - Rp200.000 = Rp4.800.000

Langkah 3: Hitung penghasilan neto setahun

Penghasilan neto setahun = Rp4.800.000 x 12 = Rp57.600.000

Langkah 4: Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PTKP (K/1) untuk pensiunan = Rp63.000.000

PKP = Rp57.600.000 - Rp63.000.000 = Rp0 (karena negatif, dianggap 0)

Karena PKP = 0, maka tidak ada PPh 21 yang dipotong untuk pensiunan tersebut.

Metode Pemotongan PPh 21

Ada tiga metode utama yang digunakan dalam pemotongan PPh 21, yaitu:

1. Gross Method (Metode Bruto)

Dalam metode ini, PPh 21 dipotong langsung dari penghasilan karyawan. Karyawan menanggung sendiri beban pajak penghasilannya. Ini adalah metode yang paling umum digunakan.

Contoh:

Gaji bruto: Rp10.000.000

PPh 21 terutang: Rp500.000

Gaji yang diterima karyawan: Rp9.500.000

2. Net Method (Metode Neto)

Dalam metode ini, perusahaan menanggung beban PPh 21 karyawan. Karyawan menerima gaji bersih tanpa dipotong pajak. PPh 21 yang ditanggung perusahaan ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal.

Contoh:

Gaji bruto: Rp10.000.000

PPh 21 terutang: Rp500.000 (ditanggung perusahaan)

Gaji yang diterima karyawan: Rp10.000.000

3. Gross-Up Method

Dalam metode ini, perusahaan memberikan tunjangan pajak yang besarnya sama dengan PPh 21 yang terutang. Tunjangan ini menambah penghasilan karyawan dan dikenakan pajak. Metode ini menguntungkan kedua belah pihak karena karyawan tidak menanggung beban pajak, sementara perusahaan dapat membebankan tunjangan pajak sebagai biaya secara fiskal.

Contoh:

Gaji bruto: Rp10.000.000

Tunjangan pajak: Rp588.235

Total penghasilan: Rp10.588.235

PPh 21 terutang: Rp588.235

Gaji yang diterima karyawan: Rp10.000.000

Pemilihan metode pemotongan PPh 21 tergantung pada kebijakan perusahaan dan kesepakatan dengan karyawan. Setiap metode memiliki implikasi yang berbeda terhadap take-home pay karyawan dan beban pajak perusahaan.

Kewajiban Pemberi Kerja

Pemberi kerja memiliki beberapa kewajiban terkait dengan PPh 21, antara lain:

  1. Menghitung PPh 21

    Pemberi kerja wajib menghitung PPh 21 atas penghasilan yang diberikan kepada karyawan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perhitungan ini harus dilakukan secara akurat dan konsisten.

  2. Memotong PPh 21

    Setelah menghitung PPh 21, pemberi kerja wajib memotong jumlah tersebut dari penghasilan karyawan. Pemotongan ini dilakukan setiap kali pembayaran penghasilan, baik itu gaji bulanan, bonus, atau penghasilan lainnya.

  3. Menyetor PPh 21

    PPh 21 yang telah dipotong harus disetor ke kas negara melalui bank persepsi atau kantor pos. Penyetoran ini harus dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

  4. Melaporkan PPh 21

    Pemberi kerja wajib melaporkan PPh 21 yang telah dipotong dan disetor melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21. Pelaporan ini harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

  5. Memberikan bukti pemotongan

    Pemberi kerja wajib memberikan bukti pemotongan PPh 21 kepada karyawan. Bukti pemotongan ini diberikan setiap kali melakukan pemotongan pajak, dan bukti pemotongan tahunan diberikan paling lambat akhir bulan Januari tahun berikutnya.

  6. Melakukan penyesuaian perhitungan

    Jika terjadi perubahan status karyawan atau perubahan tarif pajak, pemberi kerja wajib melakukan penyesuaian perhitungan PPh 21. Penyesuaian ini harus dilakukan segera setelah perubahan terjadi.

Kewajiban-kewajiban ini harus dipenuhi dengan baik oleh pemberi kerja untuk menghindari sanksi perpajakan. Selain itu, pemenuhan kewajiban ini juga membantu dalam menciptakan sistem perpajakan yang tertib dan transparan.

Sanksi Keterlambatan Pembayaran

Keterlambatan dalam pembayaran atau penyetoran PPh 21 dapat mengakibatkan sanksi administrasi berupa bunga. Berikut adalah rincian sanksi yang dapat dikenakan:

  1. Bunga 2% per bulan

    Jika pembayaran atau penyetoran PPh 21 dilakukan setelah tanggal jatuh tempo (tanggal 10 bulan berikutnya), maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan. Bunga ini dihitung dari jumlah pajak yang kurang dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

  2. Maksimal 24 bulan

    Sanksi bunga ini dihitung maksimal untuk jangka waktu 24 bulan. Artinya, meskipun keterlambatan melebihi 24 bulan, sanksi bunga tetap dihitung maksimal 48% (2% x 24 bulan) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

  3. Sanksi pidana

    Dalam kasus yang lebih serius, seperti dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong, dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi ini dapat berupa denda dan/atau kurungan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Contoh perhitungan sanksi:

Misalkan PPh 21 yang harus disetor untuk masa pajak Januari 2023 adalah Rp10.000.000. Batas waktu penyetoran adalah 10 Februari 2023. Jika pembayaran baru dilakukan pada tanggal 15 Maret 2023, maka sanksi yang dikenakan adalah:

Keterlambatan: 1 bulan 5 hari (dihitung 2 bulan penuh)Sanksi bunga: 2% x 2 bulan x Rp10.000.000 = Rp400.000

Jadi, total yang harus dibayar adalah Rp10.400.000 (pajak terutang + sanksi bunga).

Untuk menghindari sanksi ini, sangat penting bagi pemberi kerja untuk memastikan bahwa PPh 21 dipotong, disetor, dan dilaporkan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Cara Lapor PPh 21

Pelaporan PPh 21 adalah salah satu kewajiban pemberi kerja yang harus dilakukan secara rutin. Berikut adalah langkah-langkah untuk melaporkan PPh 21:

  1. Persiapkan dokumen yang diperlukan
    • Bukti pemotongan PPh 21
    • Bukti setor pajak (Surat Setoran Pajak/SSP atau bukti penerimaan negara)
    • Daftar bukti pemotongan PPh 21
    • Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21
  2. Isi SPT Masa PPh 21

    SPT Masa PPh 21 terdiri dari beberapa formulir yang harus diisi dengan teliti dan benar. Pastikan semua informasi yang dimasukkan sesuai dengan bukti pemotongan dan penyetoran yang ada.

  3. Pilih metode pelaporan

    Ada dua metode pelaporan yang dapat dipilih:

    • Pelaporan manual: Datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
    • Pelaporan online: Melalui aplikasi e-SPT atau DJP Online
  4. Lakukan pelaporan

    Jika memilih pelaporan manual, datang ke KPP atau KP2KP dengan membawa dokumen yang diperlukan. Jika memilih pelaporan online, ikuti langkah-langkah yang ada di aplikasi e-SPT atau DJP Online.

  5. Dapatkan bukti penerimaan SPT

    Setelah melakukan pelaporan, Anda akan menerima bukti penerimaan SPT. Simpan bukti ini dengan baik sebagai arsip.

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pelaporan PPh 21:

  • Batas waktu pelaporan adalah tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
  • Jika tanggal 20 jatuh pada hari libur, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya
  • Pastikan data yang dilaporkan sesuai dengan bukti pemotongan dan penyetoran
  • Jika terjadi kesalahan dalam pelaporan, segera lakukan pembetulan SPT

Dengan melakukan pelaporan PPh 21 secara tepat waktu dan akurat, pemberi kerja dapat menghindari sanksi administrasi dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Aplikasi Hitung PPh 21

Untuk memudahkan proses perhitungan PPh 21, banyak aplikasi dan tools online yang tersedia. Berikut adalah beberapa aplikasi yang dapat digunakan untuk menghitung PPh 21:

  1. e-SPT PPh 21

    Aplikasi resmi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang dapat diunduh secara gratis. Aplikasi ini tidak hanya untuk menghitung PPh 21, tetapi juga untuk membuat SPT Masa PPh 21.

  2. Kalkulator PPh 21 Online

    Banyak situs web yang menyediakan kalkulator PPh 21 online. Anda hanya perlu memasukkan data-data yang diperlukan, dan aplikasi akan menghitung PPh 21 secara otomatis.

  3. Aplikasi Payroll

    Banyak aplikasi payroll yang sudah terintegrasi dengan perhitungan PPh 21. Aplikasi ini biasanya digunakan oleh perusahaan untuk mengelola penggajian karyawan sekaligus menghitung pajak penghasilan.

  4. Spreadsheet Excel

    Bagi yang familiar dengan Microsoft Excel, ada banyak template perhitungan PPh 21 yang bisa diunduh dan digunakan. Template ini biasanya sudah dilengkapi dengan rumus-rumus yang diperlukan untuk menghitung PPh 21.

  5. Aplikasi Mobile

    Beberapa pengembang telah membuat aplikasi mobile untuk menghitung PPh 21. Aplikasi ini bisa diunduh di Google Play Store atau App Store, dan biasanya mudah digunakan karena dirancang untuk perangkat mobile.

Keuntungan menggunakan aplikasi hitung PPh 21:

  • Meminimalisir kesalahan perhitungan
  • Menghemat waktu, terutama untuk perhitungan dalam jumlah besar
  • Memudahkan penyesuaian jika ada perubahan tarif atau aturan perpajakan
  • Beberapa aplikasi menyediakan fitur pelaporan yang terintegrasi

Meskipun menggunakan aplikasi dapat memudahkan perhitungan, penting untuk tetap memahami dasar-dasar perhitungan PPh 21. Hal ini akan membantu Anda dalam memverifikasi hasil perhitungan aplikasi dan mendeteksi jika ada kesalahan atau ketidaksesuaian.

Tips Mengoptimalkan PPh 21

Optimalisasi PPh 21 dapat membantu baik karyawan maupun perusahaan dalam mengelola beban pajak secara efisien. Berikut beberapa tips untuk mengoptimalkan PPh 21:

  1. Manfaatkan fasilitas PTKP secara maksimal

    Pastikan status PTKP karyawan selalu diperbarui. Jika ada perubahan status perkawinan atau jumlah tanggungan, segera laporkan agar PTKP dapat disesuaikan.

  2. Optimalkan tunjangan yang bersifat natura

    Beberapa jenis tunjangan dalam bentuk natura (seperti makan di kantor, antar jemput karyawan) tidak dikenakan PPh 21. Perusahaan dapat mempertimbangkan untuk memberikan tunjangan dalam bentuk natura daripada uang tunai.

  3. Manfaatkan program pensiun

    Iuran untuk program pensiun yang dibayar oleh pemberi kerja dapat mengurangi penghasilan bruto karyawan, sehingga mengurangi PPh 21 yang harus dibayar.

  4. Pertimbangkan metode gross-up

    Metode gross-up dapat menguntungkan baik karyawan maupun perusahaan. Karyawan menerima take-home pay yang lebih besar, sementara perusahaan dapat membebankan tunjangan pajak sebagai biaya.

  5. Lakukan tax planning

    Rencanakan pemberian bonus atau tunjangan akhir tahun dengan baik. Pemberian bonus di awal tahun berikutnya dapat mengurangi beban pajak tahun berjalan.

  6. Manfaatkan fasilitas zakat atau sumbangan keagamaan

    Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, sehingga mengurangi PPh 21.

  7. Optimalkan biaya jabatan

    Pastikan biaya jabatan dihitung dengan benar (5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp500.000 per bulan atau Rp6.000.000 setahun).

  8. Perhatikan batas waktu penyetoran dan pelaporan

    Hindari keterlambatan penyetoran dan pelaporan PPh 21 untuk menghindari sanksi administrasi.

Penting untuk diingat bahwa optimalisasi PPh 21 harus dilakukan dalam koridor peraturan perpajakan yang berlaku. Konsultasikan dengan konsultan pajak atau pihak yang berkompeten jika ada hal-hal yang kurang jelas atau memerlukan pertimbangan lebih lanjut.

Perbedaan PPh 21 dan PPh 23

PPh 21 dan PPh 23 adalah dua jenis pajak penghasilan yang sering membingungkan banyak orang. Berikut adalah perbedaan utama antara keduanya:

  1. Subjek Pajak
    • PPh 21: Dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi yang bekerja sebagai karyawan, penerima pensiun, atau penerima penghasilan lainnya.
    • PPh 23: Dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap (BUT) atas jasa tertentu.
  2. Jenis Penghasilan
    • PPh 21: Meliputi gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
    • PPh 23: Meliputi dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh 21.
  3. Tarif Pajak
    • PPh 21: Menggunakan tarif progresif (5%, 15%, 25%, 30%) sesuai dengan lapisan penghasilan kena pajak.
    • PPh 23: Umumnya menggunakan tarif 2% untuk jasa dan 15% untuk dividen, bunga, dan royalti.
  4. Pemotong Pajak
    • PPh 21: Dipotong oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun, atau penyelenggara kegiatan.
    • PPh 23: Dipotong oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
  5. Dasar Pengenaan Pajak
    • PPh 21: Dihitung berdasarkan penghasilan neto (penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan dan iuran pensiun) dikurangi PTKP.
    • PPh 23: Dihitung berdasarkan jumlah bruto dari penghasilan.

Contoh kasus:

1. PPh 21:Seorang karyawan menerima gaji bulanan Rp10.000.000. PPh 21 akan dihitung berdasarkan gaji tersebut dikurangi biaya jabatan dan PTKP, kemudian dikenakan tarif progresif.

2. PPh 23:Sebuah perusahaan menyewa jasa konsultan manajemen dengan biaya Rp50.000.000. PPh 23 yang dipotong adalah 2% x Rp50.000.000 = Rp1.000.000.

Pemahaman yang baik tentang perbedaan antara PPh 21 dan PPh 23 akan membantu dalam menentukan jenis pajak yang harus dipotong atau dipungut atas suatu transaksi atau penghasilan tertentu.

PPh 21 untuk PNS

Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga dikenakan PPh 21 atas penghasilan yang diterimanya. Namun, ada beberapa kekhususan dalam perhitungan PPh 21 untuk PNS. Berikut adalah penjelasan mengenai PPh 21 untuk PNS:

 

  • Komponen Penghasilan PNS

 

  • Gaji pokok

 

 

  • Tunjangan keluarga

 

 

  • Tunjangan jabatan

 

 

  • Tunjangan beras

 

 

  • Tunjangan khusus

 

 

  • Tunjangan lainnya

 

  • Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak

 

  • Uang pengganti biaya berobat

 

 

  • Uang duka

 

 

  • Tunjangan hari raya (THR) sebesar gaji pokok satu bulan

 

  • Biaya Jabatan

 

Sama seperti pegawai swasta, PNS juga mendapatkan pengurangan biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto, maksimal Rp500.000 per bulan atau Rp6.000.000 setahun.

  • PTKP

 

PNS berhak atas PTKP sesuai dengan status perkawinan dan jumlah tanggungannya.

  • Tarif Pajak

 

Menggunakan tarif progresif yang sama dengan pegawai swasta (5%, 15%, 25%, 30%).

 

 

  • Pemotong Pajak

 

PPh 21 untuk PNS dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan gaji.

Contoh perhitungan PPh 21 untuk PNS:

Seorang PNS dengan status menikah dan 2 anak (K/2) menerima penghasilan bulanan sebagai berikut:

 

  • Gaji pokok: Rp4.000.000

 

 

  • Tunjangan keluarga: Rp400.000

 

 

  • Tunjangan jabatan: Rp800.000

 

 

  • Tunjangan beras: Rp300.000

 

 

  • Tunjangan khusus: Rp500.000

Langkah 1: Hitung penghasilan bruto

Penghasilan bruto = Rp4.000.000 + Rp400.000 + Rp800.000 + Rp300.000 + Rp500.000 = Rp6.000.000

Langkah 2: Hitung penghasilan neto bulanan

Biaya jabatan = 5% x Rp6.000.000 = Rp300.000

Penghasilan neto = Rp6.000.000 - Rp300.000 = Rp5.700.000

Langkah 3: Hitung penghasilan neto setahun Penghasilan neto setahun = Rp5.700.000 x 12 = Rp68.400.000

Langkah 4: Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PTKP (K/2) = Rp67.500.000

PKP = Rp68.400.000 - Rp67.500.000 = Rp900.000

Langkah 5: Hitung PPh 21 terutang setahun

PPh 21 = 5% x Rp900.000 = Rp45.000

Langkah 6: Hitung PPh 21 per bulan

PPh 21 per bulan = Rp45.000 / 12 = Rp3.750

Jadi, PPh 21 yang dipotong dari gaji PNS tersebut setiap bulannya adalah Rp3.750.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan PPh 21 untuk PNS:

1. Tunjangan kinerja atau remunerasi yang diterima PNS juga termasuk objek PPh 21.

2. PNS yang bertugas di daerah terpencil mendapatkan pengurangan penghasilan neto sebesar 50% dari penghasilan bruto.

3. PNS yang menerima honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun dalam kedudukannya sebagai PNS, juga dikenakan PPh 21 atas penghasilan tersebut.

4. Jika ada perubahan gaji atau tunjangan, perhitungan PPh 21 harus disesuaikan.

Pemahaman yang baik tentang perhitungan PPh 21 untuk PNS akan membantu dalam memastikan pemotongan pajak yang akurat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

PPh 21 untuk THR

Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan salah satu komponen penghasilan yang juga dikenakan PPh 21. Berikut adalah penjelasan mengenai PPh 21 untuk THR:

1. Pengertian THR

THR adalah penghasilan non-reguler yang diberikan oleh pemberi kerja kepada pegawai menjelang hari raya keagamaan. Besaran THR minimal adalah satu bulan gaji pokok bagi pegawai yang telah bekerja minimal 12 bulan.

2. Status THR dalam Perpajakan

THR termasuk dalam objek PPh 21 dan harus diperhitungkan dalam penghitungan PPh 21 tahunan.

3. Cara Penghitungan PPh 21 atas THR

a. THR digabungkan dengan penghasilan reguler bulan yang bersangkutan.

b. Dihitung PPh 21 atas gabungan penghasilan tersebut.

c. PPh 21 yang telah dipotong atas penghasilan reguler dikurangkan dari hasil perhitungan tersebut.

d. Selisihnya merupakan PPh 21 atas THR.

4. Contoh Perhitungan

Misalkan seorang karyawan dengan status K/2 memiliki gaji bulanan Rp10.000.000 dan menerima THR sebesar Rp10.000.000.

Langkah 1: Hitung penghasilan bruto

Penghasilan bruto = Gaji + THR = Rp10.000.000 + Rp10.000.000 = Rp20.000.000

Langkah 2: Hitung penghasilan neto

Biaya jabatan = 5% x Rp20.000.000 = Rp1.000.000 (dibatasi maksimal Rp500.000)

Penghasilan neto = Rp20.000.000 - Rp500.000 = Rp19.500.000

Langkah 3: Hitung penghasilan neto setahun

Penghasilan neto setahun = (Rp10.000.000 x 12) + Rp19.500.000 = Rp139.500.000

Langkah 4: Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PTKP (K/2) = Rp67.500.000

PKP = Rp139.500.000 - Rp67.500.000 = Rp72.000.000

Langkah 5: Hitung PPh 21 terutang setahun

PPh 21 = (5% x Rp50.000.000) + (15% x Rp22.000.000) = Rp2.500.000 + Rp3.300.000 = Rp5.800.000

Langkah 6: Hitung PPh 21 bulanan tanpa THR

PKP bulanan tanpa THR = (Rp10.000.000 x 12 - Rp67.500.000) / 12 = Rp5.208.333

PPh 21 bulanan = 5% x Rp5.208.333 = Rp260.417

Langkah 7: Hitung PPh 21 atas THR

PPh 21 atas THR = Rp5.800.000 - (Rp260.417 x 12) = Rp2.675.000

Jadi, PPh 21 yang dipotong atas THR adalah Rp2.675.000.

5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

a. THR yang diberikan kepada pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara harian atau berdasarkan unit hasil, tidak dikenakan pemotongan PPh 21 jika penghasilan rata-rata sehari tidak melebihi Rp450.000.

b. Untuk pegawai tetap atau pensiunan yang penghasilannya dibayar secara bulanan, THR dipotong PPh 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh.

c. Jika pemberian THR dilakukan di bulan yang berbeda dengan pembayaran gaji reguler, maka perhitungan PPh 21 atas THR dilakukan secara tersendiri.

Pemahaman yang baik tentang perhitungan PPh 21 untuk THR akan membantu perusahaan dalam melakukan pemotongan pajak yang tepat dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

PPh 21 untuk Bonus

Bonus merupakan salah satu bentuk penghasilan tidak teratur yang juga dikenakan PPh 21. Berikut adalah penjelasan mengenai PPh 21 untuk bonus:

1. Pengertian Bonus

Bonus adalah tambahan penghasilan yang diberikan kepada karyawan atas kinerjanya, biasanya diberikan secara tidak rutin atau pada waktu-waktu tertentu.

2. Status Bonus dalam Perpajakan

Bonus termasuk dalam objek PPh 21 dan harus diperhitungkan dalam penghitungan PPh 21 tahunan.

3. Cara Penghitungan PPh 21 atas Bonus

a. Bonus digabungkan dengan penghasilan reguler bulan yang bersangkutan.

b. Dihitung PPh 21 atas gabungan penghasilan tersebut.

c. PPh 21 yang telah dipotong atas penghasilan reguler dikurangkan dari hasil perhitungan tersebut.

d. Selisihnya merupakan PPh 21 atas bonus.

4. Contoh Perhitungan

Misalkan seorang karyawan dengan status TK/0 memiliki gaji bulanan Rp15.000.000 dan menerima bonus sebesar Rp30.000.000.

Langkah 1: Hitung penghasilan bruto

Penghasilan bruto = Gaji + Bonus = Rp15.000.000 + Rp30.000.000 = Rp45.000.000

Langkah 2: Hitung penghasilan neto

Biaya jabatan = 5% x Rp45.000.000 = Rp2.250.000 (dibatasi maksimal Rp500.000)

Penghasilan neto = Rp45.000.000 - Rp500.000 = Rp44.500.000

Langkah 3: Hitung penghasilan neto setahun

Penghasilan neto setahun = (Rp15.000.000 x 12) + Rp44.500.000 = Rp224.500.000

Langkah 4: Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PTKP (TK/0) = Rp54.000.000

PKP = Rp224.500.000 - Rp54.000.000 = Rp170.500.000

Langkah 5: Hitung PPh 21 terutang setahun

PPh 21 = (5% x Rp50.000.000) + (15% x Rp120.500.000) = Rp2.500.000 + Rp18.075.000 = Rp20.575.000

Langkah 6: Hitung PPh 21 bulanan tanpa bonus

PKP bulanan tanpa bonus = (Rp15.000.000 x 12 - Rp54.000.000) / 12 = Rp11.500.000

PPh 21 bulanan = (5% x Rp50.000.000 / 12) + (15% x Rp88.000.000 / 12) = Rp208.333 + Rp1.100.000 = Rp1.308.333

Langkah 7: Hitung PPh 21 atas bonus

PPh 21 atas bonus = Rp20.575.000 - (Rp1.308.333 x 12) = Rp4.875.000

Jadi, PPh 21 yang dipotong atas bonus adalah Rp4.875.000.

5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

a. Jika bonus diberikan secara bertahap dalam satu tahun pajak, maka perhitungan PPh 21 atas bonus dilakukan secara kumulatif.

b. Untuk pegawai yang baru bekerja di tengah tahun, perhitungan penghasilan neto setahun perlu disesuaikan dengan masa kerja aktual.

c. Jika pemberian bonus dilakukan di bulan yang berbeda dengan pembayaran gaji reguler, maka perhitungan PPh 21 atas bonus dapat dilakukan secara tersendiri.

d. Perusahaan dapat mempertimbangkan untuk memberikan tunjangan pajak atas bonus untuk membantu karyawan menanggung beban pajak yang lebih tinggi.

Pemahaman yang baik tentang perhitungan PPh 21 untuk bonus akan membantu perusahaan dalam melakukan pemotongan pajak yang tepat dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Selain itu, karyawan juga dapat lebih memahami besaran pajak yang dikenakan atas bonus yang diterimanya.

PPh 21 untuk Pesangon

Pesangon adalah pembayaran yang diberikan oleh pemberi kerja kepada pegawai sehubungan dengan berakhirnya masa kerja. Perhitungan PPh 21 untuk pesangon memiliki ketentuan khusus. Berikut adalah penjelasan mengenai PPh 21 untuk pesangon:

1. Pengertian Pesangon

Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan kepada pegawai sehubungan dengan pemberhentian, pensiun, atau sebab lain yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja.

2. Jenis Pesangon

a. Uang pesangon

b. Uang penghargaan masa kerja

c. Uang penggantian hak

d. Uang kompensasi PHK

3. Tarif PPh 21 atas Pesangon

Tarif PPh 21 atas pesangon berbeda dengan tarif PPh 21 reguler dan bersifat final:

a. 0% untuk penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000

b. 5% untuk penghasilan bruto di atas Rp50.000.000 sampai dengan Rp100.000.000

c. 15% untuk penghasilan bruto di atas Rp100.000.000 sampai dengan Rp500.000.000

d. 25% untuk penghasilan bruto di atas Rp500.000.000

4. Cara Penghitungan PPh 21 atas Pesangon

a. Tentukan jumlah pesangon yang diterima

b. Terapkan tarif sesuai dengan lapisan penghasilan

c. Jumlahkan PPh 21 dari setiap lapisan

5. Contoh Perhitungan

Misalkan seorang karyawan menerima pesangon sebesar Rp600.000.000.

Langkah 1: Hitung PPh 21 untuk setiap lapisan

0% x Rp50.000.000 = Rp0

5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000

15% x Rp400.000.000 = Rp60.000.000

25% x Rp100.000.000 = Rp25.000.000

Langkah 2: Jumlahkan PPh 21 dari setiap lapisan

Total PPh 21 = Rp0 + Rp2.500.000 + Rp60.000.000 + Rp25.000.000 = Rp87.500.000

Jadi, PPh 21 yang dipotong atas pesangon adalah Rp87.500.000.

6. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

a. Pesangon yang diterima sekaligus dikenakan PPh 21 final dan tidak digabung dengan penghasilan lain dalam penghitungan PPh 21 tahunan.

b. Jika pesangon diterima secara berkala, maka dikenakan PPh 21 tidak final dengan tarif umum (pasal 17 UU PPh) dan digabung dengan penghasilan lain dalam penghitungan PPh 21 tahunan.

c. Uang penggantian hak yang merupakan pembayaran kompensasi untuk hak cuti, hak istirahat tahunan yang belum diambil, dan hal-hal lain yang serupa, dikenakan PPh 21 tidak final dan digabung dengan penghasilan lain.

d. Pemberi kerja wajib memberikan bukti pemotongan PPh 21 atas pesangon kepada pegawai yang menerima pesangon.

e. PPh 21 atas pesangon harus dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 pada masa pajak terjadinya pembayaran pesangon.

7. Manfaat Pemahaman PPh 21 untuk Pesangon

a. Bagi pemberi kerja: Dapat melakukan pemotongan pajak yang tepat dan menghindari sanksi perpajakan.

b. Bagi pegawai: Dapat memperkirakan jumlah pesangon bersih yang akan diterima setelah dipotong pajak.

c. Bagi konsultan pajak: Dapat memberikan saran yang tepat kepada klien mengenai perencanaan pajak terkait pembayaran pesangon.

Pemahaman yang baik tentang perhitungan PPh 21 untuk pesangon akan membantu baik pemberi kerja maupun pegawai dalam memahami implikasi pajak dari pembayaran pesangon. Hal ini juga penting untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku dan menghindari potensi sengketa pajak di kemudian hari.

PPh 21 untuk Honorarium

Honorarium adalah imbalan yang diberikan atas jasa yang diberikan dalam suatu kegiatan tertentu. Perhitungan PPh 21 untuk honorarium memiliki beberapa kekhususan. Berikut adalah penjelasan mengenai PPh 21 untuk honorarium:

1. Pengertian Honorarium

Honorarium adalah pembayaran yang diberikan kepada seseorang atas jasa yang diberikannya dalam suatu kegiatan tertentu, biasanya bersifat tidak tetap atau tidak rutin.

2. Jenis Penerima Honorarium

a. Pegawai tetap

b. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas

c. Bukan pegawai (seperti konsultan, pengajar, pembicara)

3. Tarif PPh 21 atas Honorarium

Tarif PPh 21 atas honorarium bervariasi tergantung pada status penerima:

a. Untuk pegawai tetap: menggunakan tarif progresif Pasal 17 UU PPh

b. Untuk pegawai tidak tetap: 5% dari penghasilan bruto di atas Rp450.000 per hari

c. Untuk bukan pegawai: 5% dari penghasilan bruto

4. Cara Penghitungan PPh 21 atas Honorarium

a. Untuk pegawai tetap: honorarium digabung dengan penghasilan tetap dalam penghitungan PPh 21 bulanan

b. Untuk pegawai tidak tetap dan bukan pegawai: PPh 21 dihitung langsung dari penghasilan bruto

5. Contoh Perhitungan

a. Untuk pegawai tetap:

Misalkan seorang pegawai tetap dengan gaji bulanan Rp10.000.000 menerima honorarium Rp5.000.000.

Langkah 1: Hitung penghasilan bruto

Penghasilan bruto = Gaji + Honorarium = Rp10.000.000 + Rp5.000.000 = Rp15.000.000

Langkah 2: Hitung penghasilan neto

Biaya jabatan = 5% x Rp15.000.000 = Rp750.000 (dibatasi maksimal Rp500.000)

Penghasilan neto = Rp15.000.000 - Rp500.000 = Rp14.500.000

Langkah 3: Hitung penghasilan neto setahun (asumsi honorarium hanya diterima sekali)

Penghasilan neto setahun = (Rp10.000.000 x 12) + Rp14.500.000 = Rp134.500.000

Langkah 4: Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) (asumsi status TK/0)

PTKP (TK/0) = Rp54.000.000

PKP = Rp134.500.000 - Rp54.000.000 = Rp80.500.000

Langkah 5: Hitung PPh 21 terutang setahun

PPh 21 = (5% x Rp50.000.000) + (15% x Rp30.500.000) = Rp2.500.000 + Rp4.575.000 = Rp7.075.000

Langkah 6: Hitung PPh 21 bulanan tanpa honorarium

PKP bulanan tanpa honorarium = (Rp10.000.000 x 12 - Rp54.000.000) / 12 = Rp5.500.000

PPh 21 bulanan = 5% x Rp5.500.000 = Rp275.000

Langkah 7: Hitung PPh 21 atas honorarium

PPh 21 atas honorarium = Rp7.075.000 - (Rp275.000 x 12) = Rp3.775.000

b. Untuk bukan pegawai:

Misalkan seorang pembicara menerima honorarium Rp5.000.000.

PPh 21 = 5% x Rp5.000.000 = Rp250.000

6. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

a. Untuk penerima honorarium yang memiliki NPWP, tarif PPh 21 adalah sesuai ketentuan di atas.

b. Untuk penerima honorarium yang tidak memiliki NPWP, tarif PPh 21 adalah 20% lebih tinggi dari tarif normal.

c. Honorarium yang diberikan kepada PNS golongan II ke bawah, anggota TNI/POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah, dan pensiunannya, dikenakan tarif PPh 21 sebesar 0%.

d. Pemberi honorarium wajib memotong, menyetor, dan melaporkan PPh 21 atas honorarium yang dibayarkan.

7. Manfaat Pemahaman PPh 21 untuk Honorarium

a. Bagi pemberi honorarium: Dapat melakukan pemotongan pajak yang tepat dan menghindari sanksi perpajakan.

b. Bagi penerima honorarium: Dapat memperkirakan jumlah honorarium bersih yang akan diterima setelah dipotong pajak.

c. Bagi konsultan pajak: Dapat memberikan saran yang tepat kepada klien mengenai perencanaan pajak terkait pembayaran honorarium.

Pemahaman yang baik tentang perhitungan PPh 21 untuk honorarium akan membantu baik pemberi maupun penerima honorarium dalam memahami implikasi pajak dari pembayaran tersebut. Hal ini juga penting untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku dan menghindari potensi sengketa pajak di kemudian hari.

PPh 21 untuk Lembur

Uang lembur merupakan salah satu komponen penghasilan yang juga dikenakan PPh 21. Berikut adalah penjelasan mengenai PPh 21 untuk lembur:

1. Pengertian Uang Lembur

Uang lembur adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan atas pekerjaan yang dilakukan di luar jam kerja normal atau melebihi jam kerja yang telah ditentukan.

2. Status Uang Lembur dalam Perpajakan

Uang lembur termasuk dalam objek PPh 21 dan harus diperhitungkan dalam penghitungan PPh 21 bulanan dan tahunan.

3. Cara Penghitungan PPh 21 atas Uang Lembur

a. Uang lembur digabungkan dengan penghasilan reguler bulan yang bersangkutan.

b. Dihitung PPh 21 atas gabungan penghasilan tersebut.

c. Tidak ada perlakuan khusus atau tarif tersendiri untuk uang lembur.

4. Contoh Perhitungan

Misalkan seorang karyawan dengan status K/1 memiliki gaji bulanan Rp8.000.000 dan menerima uang lembur sebesar Rp2.000.000 dalam satu bulan.

Langkah 1: Hitung penghasilan bruto

Penghasilan bruto = Gaji + Uang Lembur = Rp8.000.000 + Rp2.000.000 = Rp10.000.000

Langkah 2: Hitung penghasilan neto

Biaya jabatan = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.000

Penghasilan neto = Rp10.000.000 - Rp500.000 = Rp9.500.000

Langkah 3: Hitung penghasilan neto setahun

Penghasilan neto setahun = Rp9.500.000 x 12 = Rp114.000.000

Langkah 4: Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PTKP (K/1) = Rp63.000.000

PKP = Rp114.000.000 - Rp63.000.000 = Rp51.000.000

Langkah 5: Hitung PPh 21 terutang setahun

PPh 21 = (5% x Rp50.000.000) + (15% x Rp1.000.000) = Rp2.500.000 + Rp150.000 = Rp2.650.000

Langkah 6: Hitung PPh 21 per bulan

PPh 21 per bulan = Rp2.650.000 / 12 = Rp220.833 (dibulatkan menjadi Rp220.800)

5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

a. Uang lembur yang diberikan secara rutin setiap bulan akan meningkatkan penghasilan kena pajak karyawan.

b. Jika uang lembur diberikan tidak rutin, perhitungan PPh 21 perlu disesuaikan pada bulan pemberian uang lembur tersebut.

c. Perusahaan wajib mencantumkan uang lembur dalam slip gaji dan bukti pemotongan PPh 21.

d. Karyawan perlu memperhatikan total penghasilan termasuk uang lembur dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

6. Implikasi Uang Lembur terhadap PPh 21

a. Peningkatan Penghasilan Kena Pajak: Uang lembur akan meningkatkan total penghasilan karyawan, yang dapat mengakibatkan peningkatan Penghasilan Kena Pajak.

b. Potensi Perubahan Lapisan Tarif Pajak: Jika uang lembur cukup besar, ada kemungkinan penghasilan karyawan berpindah ke lapisan tarif pajak yang lebih tinggi.

c. Fluktuasi PPh 21 Bulanan: Jika uang lembur tidak rutin, maka PPh 21 yang dipotong setiap bulan dapat berfluktuasi.

7. Strategi Optimalisasi Pajak terkait Uang Lembur

a. Perencanaan Waktu Pembayaran: Perusahaan dapat mempertimbangkan waktu pembayaran uang lembur untuk mengoptimalkan beban pajak karyawan.

b. Kompensasi Alternatif: Dalam beberapa kasus, perusahaan mungkin dapat mempertimbangkan bentuk kompensasi lain yang memiliki perlakuan pajak yang berbeda.

c. Edukasi Karyawan: Penting untuk mengedukasi karyawan tentang implikasi pajak dari uang lembur agar mereka dapat merencanakan keuangan pribadi dengan lebih baik.

8. Pencatatan dan Pelaporan

a. Pemberi kerja wajib mencatat uang lembur secara terpisah dalam sistem penggajian.

b. Uang lembur harus dilaporkan dalam SPT Masa PPh 21 dan bukti potong PPh 21.

c. Karyawan perlu melaporkan total penghasilan termasuk uang lembur dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Pemahaman yang baik tentang perhitungan PPh 21 untuk uang lembur akan membantu baik perusahaan maupun karyawan dalam mengelola aspek perpajakan dari kompensasi lembur. Hal ini juga penting untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku dan mengoptimalkan perencanaan pajak personal maupun perusahaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya